Semua Bab Jerat Sang Mantan (Saat Mantan Gagal Move On): Bab 21 - Bab 30

104 Bab

Aneh bin abnormal

"Lo lagi ngelawak ya, Rit?" tukas Navisha sambil menggeser belanjaan milik Rita dari miliknya. "Ya, kali, ah. Gue bayarin punya lo," imbuhnya kemudian."Kenapa emang? Cuma dikit ini. Gak usah pelit gitu, dong.""Dikit mata lo siwer?" tukas Navisha sengit akhirnya karena terlalu gemas dengan Rita. "Satu keranjang itu. Dikit di mananya, coba?!" imbuhnya lagi dengan sinis.Bodo amat orang-orang akan mengatainya judes atau galak. Siapa suruh si Rita ngelunjak. Gak di kasih hati aja minta jantung, coba. Apa lagi di kasih hati, minta apa dia? Minta rumahnya sultan andara kali. "Elah, dikit ini kalau buat gue. Biasanya gue belanja lebih banyak dari ini.""Sakarep lo dah Rit. Mau banyak, kek. Dikit, kek. Pokoknya gue gak mau bayarin!" final Navisha.Mata Rita makin membola. Kaget mungkin karena Navisha melawan sinis. Biar saja, biar dia tahu kalau Navisha yang ada dihadapannya sekarang ini bukan Navisha yang dulu. Yang meski melawan, tapi ujung-ujungnya mengalah dan menangis. Oh tentu sekara
Baca selengkapnya

Bermain bersama Angel

Navisha memperhatikan interaksi Angel dan William di arena permainan dalam diam. Hatinya dilema luar biasa saat ini. Satu sisi ikut senang dan terharu melihat kebahagiaan Angel yang tak pernah ia liat selama ini. Namun di satu sisi hatinya lagi, ia tak ingin terjerat sang mantan yang sudah sangat menyakitinya. Navisha galau. Harus bagaimana sekarang? Mengalah demi Angel, yang itu berarti kembali mengulang kisah lama yang mungkin saja akan berakhir sama. Atau mempertahankan egonya, yang berarti akan mengecewakan dan menyakiti hati sang putri yang baru saja menemukan sosok ayah. Apa? Apa yang harus ia pilih? Sungguh pilihan sulit. "Haahhh ... ternyata main sama anak kecil lumayan melelahkan, ya?" keluh William, saat akhirnya bisa meninggalkan Angel bermain sendiri di arena mandi bola, dan menghampiri Navisha. Wajah pria itu syarat akan rasa lelah. Navisha meringis tak enak hati di tempatnya. Bagaimana pun ia tahu putrinya memang luar biasa aktif. Navisha saja sering kewalahan kalau s
Baca selengkapnya

Angel yang bucin

"Yeaayyy selesai!" seru Angel riang dalam pangkuan Navisha. Sambil memperlihatkan permainan rubik yang berhasil ia sama kan warna tiap sisinya. "Papa, lihat, deh. Angel bisa samain warnanya," pamer Angel kemudian pada pria di balik kemudi. Tidak lain dan tidak bukan adalah William. Ya, sepulangnya dari Mall tempat mereka belanja dan bermain bersama. Ah, jangan lupakan makan bersama pula. William memang bersikukuh ingin mengantar pulang. Dan niatnya tersebut di dukung penuh oleh sang putri. Setelahnya, bisa apa coba Navisha selain menurut. Meski berat hati, akhirnya ia pun bersedia diantar pulang. Selain karena tak tega mengecewakan Angel yang sedang bucin-bucinnya pada William. Navisha pun bingung harus membawa pulang belanjaannya bagaimana. Ingatkan, sebagai belanjaannya sudah di masukan box pendingin. Bagaimana coba Navisha bisa pulang dengan tempat segede, sisa belanjaanya yang lain, juga Angel. Dipikir bagaimana pun pasti sulit sekali. "Angel pintar," puji William sambil meng
Baca selengkapnya

Tamu dan tuduhan

"Mbak, Nav.""Hm ....""Ada yang cariin, tuh!""Siapa?""Model papan atas."Plok!Sejurus kemudian, sebuah baskom pun melayang ke arah Yopi. Pelakunya adalah Navisha yang kesal dengan candaan pria itu yang tidak pada tempatnya."Aduh! Kok, aku di pukul sih, Mbak?" protes Yopi tak terima. "Makanya jangan iseng. Kerjaan aku tuh lagi banyak, nih!" sahut Navisha tanpa dosa. "Loh, siapa yang iseng? Orang aku serius juga!" bantah Yopi tak terima. "Itu, di depan. Emang ada cewek nyariin Mbak Nav. Kata barista cewek dia salah model papan atas yang lagi naik daun," imbuhnya kemudian meyakinkan. Alis Navisha pun bertaut bingung mendengar ucapan Yopi. Model papan atas? Entah kenapa info itu malah mengingatkannya pada Rita, artis aneh bin absurd. Nah, kali ini siapa lagi? Beneran model papan atas atau malah model papan gipsum di acara bedah rumah?"Tapi aku kan bukan agency, Yop. Ngapain tuh model nyariin aku?" Navisha menyuarakan benaknya "Makanya temuin sana. Kali dia mau ada acara terus or
Baca selengkapnya

Menyerah untuk kedua kali

"Kamu--""Kalau kamu hanya datang untuk membuat ribut dan menghina Navisha. Pergi sana! Atau, mau saya laporkan kamu dengan tuduhan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan?" sela Naira cepat seraya memberikan sebuah ancaman pada wanita yang mengaku calon istri William itu."Sialan! Kamu siapa, sih? Ikut campur aja urusan orang! Apa kamu tidak tahu siapa saya?!" geram Cheryl tak terima. "Saya memang tidak tahu siapa kamu, tapi juga tidak ingin tahu! Siapapun kamu, gak penting buat saya. Yang jelas kamu sudah berani berbuat onar di cafe saya dan mengusik sahabat saya. Tentu saya tidak akan tinggal diam." Naira menatap nyalang Cheryl dengan kobaran amarah yang nampak jelas di kedua matanya.Ya! Memang beginilah Naira. Orang paling balik dan sudah menjadi pahlawan dalam hidup Navisha selama ini. Navisha berhutang budi sangat pada sahabatnya yang satu ini."Cih, sombong sekali kamu. Lihat saja! Saya hancurkan usaha kamu dan sahabat kamu itu!" Cheryl menunjuk Navisha penuh de
Baca selengkapnya

Salam perpisahan yang tak tersampaikan

"Coba kau ingat-ingat lagi, Will. Benarkah aku yang pergi tanpa pamit? Atau ... kau sendiri yang tak memberikanku kesempatan untuk berpamitan?"Setelah mengatakan kalimat itu dengan penekanan cukup dalam. Navisha pun kembali memutar tubuh dan meneruskan langkah menuju tempat motornya terparkir. Setelahnya, gegas ia pergi dari sana sebelum William kembali menghalangi. Sementara itu di tempatnya, William masih tertegun mencerna kalimat terakhir Navisha barusan. Sebuah kilasan masa lalu pun melintas begitu saja dalam ingatannya. Hari itu, sehari setelah malam pertunangannya dengan gadis pilihan kakek. William tetap masuk, karena memang masih ada kegiatan di sekolah.William mendengkus kasar, kala menemukan Navisha sudah menunggunya di tempat biasa motornya terparkir. Sendu masih membayangi wajah cantik yang biasanya sangat cerewet itu. "Will?" panggil Navisha saat William masih mengabaikannya, bahkan berniat pergi meninggalkannya. William tidak menyahut, tapi langkahnya berhenti. Men
Baca selengkapnya

Penyesalan William

"Will! Lo mau ke mana?" seru Reinan seraya mengejar William, yang tiba-tiba saja pergi setelah mendengar info dari pacarnya. William tidak menjawab. Pria itu terus saja melangkah cepat, bahkan setengah berlari ke arah parkiran. Membuat Reinan berdecak kesal di tempatnya. "Fad, buruan!" Reinan berbalik sejenak, meminta Fadly ikut mengejar William. Meski masih bingung. Fadly tetap patuh dan gegas mengikuti Reinan yang mengejar William dalam keadaan linglung. "Kita mau ke mana?" tanya Fadly saat melihat Reinan menaiki motornya. "Ikutin William. Buruan!" titah Reinan tegas. Menunjuk arah laju motor salah satu kawannya yang hampir menghilang cepat. Gegas, Reinan pun menarik gas dan melaju kencang mengejar William. Fadly pun segera mengikuti. Turut melaju kencang bersama dua kawannya yang sudah terbang di jalanan. Sesuai dugaan, William ternyata memang menuju arah rumah Navisha. Dan benar saja, ia pun langsung menemuka kondisi rumah tersebut seperti yang diinfokan Febby. Tergembok da
Baca selengkapnya

Apa mau William?

Beberapa saat lalu. Navisha menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Matanya menyorot salah satu gedung pencakar langit dengan berat hati. Sungguh, Navisha merasa Tuhan memang suka sekali bercanda dengannya. Dulu saja, saat dia mati-matian ingin dekat dengan William, melakukan berbagai cara bahkan sampai merendahkan diri dan di benci semua orang. Tuhan tak pernah sekali pun mempermulus jalannya. Sementara sekarang? Giliran Navisha tidak ingin bertemu pria itu lagi dan ingin melupakan William, selalu ada saja hal yang mengharuskannya dekat dengan pria itu. Seperti halnya saat ini. Jelas-jelas semalam dia mengatakan tak ingin melihat William dan meminta pria itu menjauh. Eh, malah kini ia yang datang ke perusahaan pria itu. Untuk apa? Tentu saja untuk ikut serta dalam meeting perencanaan acara perusahaan tersebut. Ah, jangan lupakan kalau mereka masih ada kerja sama yang belum rampung.Huft .... Ingin sekali rasanya menolak dan meminta Nissa atau Naira mewakilkan
Baca selengkapnya

Kembali menghiba

"William, sebenarnya apa mau mu?" Sekuat tenaga Navisha mempertahankan nada suaranya agar tidak bergetar. Hatinya sudah ketakutan luar biasa sebenarnya saat ini. Namun, Navisha tidak boleh memperlihatkannya, kan?Lagi, bukannya menjawab, William malah menarik Navisha ke arah sofa yang ada di sana dan mendudukkan Navisha dengan paksa. Membuat rontaan gadis itu tak berguna sama sekali."Will--""Kita harus bicara." William kali ini mulai mau membuka suara. Meski dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya. Tidak kreatif ya, dia?"Bicara apa lagi sih, Will? Bukankah sudah kubilang, sudah tidak ada--""Kembalilah padaku, Nav. Aku masih sangat mencintaimu!" sela William syarat akan ketegasan dan keseriusan.Kalau dulu, mendengar ungkapan cinta seperti barusan dari William pasti akan langsung membuat Navisha malehoy, jejingkrakan bahkan sampai koprol kalau saja mampu. Sayangnya, ia bukan Navisha yang dulu, yang masih jadi bucinnya William. Alih-alih meleleh mendapat ungkapan cinta dari Wi
Baca selengkapnya

Syarat dari Navisha

"Maaf, Nav. Maafkan aku," lirih William syarat akan rasa sesal. "Lepaskan!" Navisha mendorong kuat dada tegap William. "Jangan menyentuhku seenaknya. Aku bukan barang milik umum yang bisa bebas kau sentuh!" murka Navisha dengan sorot nyalang."Maaf, Nav. Bukan itu maksudku." William buru-buru membujuk. "Ck, itu saja terus yang kau ucapkan. Bosan aku mendengarnya," sahut Navisha sinis. "Sudahlah, aku tidak ingin membahas apa pun lagi denganmu. Sekarang biarkan aku pergi." Navisha menambahkan seraya bangkit dan bersiap pergi dari ruangan William. Capek dia lama-lama menghadapi sifat pria keras kepala itu. "Nav?" William tak begitu saja mengijinkan. Kembali mencekal lengan Navisha seenaknya. Cekalan itu pun lekas Navisha hela kasar. "Kubilang jangan menyentuhku seenaknya!" murka Navisha. "Okeh! Okeh! Aku minta maaf." William mencoba mengalah. "Tapi, Nav. Kita belum mencapai kesepakatan apa pun," imbuh pria itu semakin kurang ajar. "Sudah kubilang, sampai kapan pun aku tak mau kemba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status