Home / Pernikahan / Jadi Miskin Di Hadapan Mertua / Chapter 391 - Chapter 400

All Chapters of Jadi Miskin Di Hadapan Mertua: Chapter 391 - Chapter 400

403 Chapters

Bu Nafis Yang Kembali

Bu Nafis Yang Kembali Pagi Buta"Betul itu, Nduk. Papa ingin kita pergi mencari makan malam berempat. Yuk kita naik mobil," ajak Pak Hendi tiba-tiba menyahut dari belakang. Safira hanya tersenyum kecut."Nikmatilah, percaya sama Mbak Dinda semua akan berjalan dengan baik-baik saja, Safira. Kau sangat hebat, memang Bu Nafis saat ini statusnya adalah ibu tirimu tetapi kau tidak harus memperlakukannya seperti Ibu kandungmu. Perlakukan dia seperti orang tua yang pantas dihormati dan disayangi, itu saja. Jangan memaksa," Dinda berbisik."Iya Mbak," kata safira. Dinda pun tersenyum langsung berpamitan kepada pak Hendi juga Bu Nafis. "Pak Hendi, saya pulang dulu ya. Bu, aku pulang dulu," pamit Dinda. Mereka menganggukkan kepala, Dinda segera pulang dia tak sabar mengatakan apa yang terjadi hari ini kepada Hasan."Assalamualaikum," teriak Dinda masuk ke dalam ruangan. Hasan sudah ada di kamar."Waalaikumsalam, masuk, Dek," perintah Hasan. "Mbak Eva sama Mas Zain sudah tidur, Mas?" tanya Din
Read more

Bu Nafis dan Sisi Baiknya Yang Tersembunyi.

Bu Nafis dan Sisi Baiknya Yang Tersembunyi."Bu, Ibu sudah di sini?" tanya Dinda."Buta matamu?" jawab Bu Nafis dengan sewotnys.Dinda langsung mengelus dadanya mendengar jawaban sang ibu mertua yang terlalu menyakiti hatinya. Padahal menurutnya dia juga bertanya baik-baik, lihat Dinda terdiam justru membuat Bu Nafis tambah marah."Kau itu bagaimana? Mau rumah-rumah sendiri, jika seperti ini. Kamu belum bangun jika belum jam segini, lalu suamimu mau kau kasih makan apa? Setidaknya mbok ya sadar diri, kalau kau memang mau pisah rumah setidaknya kau harus bisa bangun lebih awal untuk menyiapkan semua keperluan Hasan. Apa kau tak tahu Hasan itu terbiasa sarapan sebelum ke kantor," omel bu Nafis.Semua ucapan Bu Nafis pagi hari ini yang sangat menyakitkan hatinya membuat Dinda hanya terdiam. Dia segera membantu apa yang bisa dia lakukan. Dinda pun iseng dia melihat ke arah ibunya."Bagaimana acara makan malam semalam, BU?" tanya Dinda membuka percakapan."Biasa saja."'Apakah Laras dan
Read more

PURA-PURA MISKIN DI DEPAN MERTUA

PURA-PURA MISKIN DI DEPAN MERTUA "Duduklah, Pak. Itu makanannya sudah aku siapkan di meja kau juga harus makan sebelum berangkat bekerja lagi. Pagi hari itu semua perut harus diisi Jangan dibiarkan kosong nanti akan mudah kena masuk angin," perintah Bu Nafis. Sepanjang mereka sarapan pagi ini ditemani oleh celotehan Bu Nafis. Bahkan Bu Nafis membuatkan bekal sekolah untuk Safira dan bekal kuliah untuk Laras. Hal yang tak diduga oleh kedua anak pak Hendi, karena dia seringkali mendengar Bu Nafis marah-marah kepada Ifah maupun kepada Dinda. Tapi ternyata di balik sisi jahatnya terdapat sisi baiknya juga. Anak-anak Pak Hendi berangkat sekolah terlebih dahulu sedangkan pak Hendi berangkat bekerja siang hari karena dia hanya menemui beberapa orang saja hari ini. "Nanti jangan lupa dimakan bekalnya ya," perintah Bu Nafis. "Ya Bu Nafis," sahut Laras dan Safira bersamaan. Mereka lebih memilih memanggil Bu Nafi
Read more

BU NAFIS SYOK! MENANTUKU KAYA RAYA? APA IYA?

BU NAFIS SYOK! MENANTUKU KAYA RAYA? APA IYA?"Hahaha! Kaya raya? Kaya raya dari mana? Sampeyan itu kok mengada-ngada sekali," sahut Bu Nafis."Kau benar-benar tidak tahu rupanya, Nafis," ujar Pak Hendi."Kenapa sih, Mas? Ada apa?" tanya Bu Nafis keheranan mendengar suaminya berkata seperti itu. Pak Hendi menghela nafas panjang."Kau salah menilai selama ini, Nafis. Dinda yang terlalu pintar menyembunyikan semuanya, entah kau yang terlalu polos tak tahu apa yang sebenarnya terjadi," gumam Pak Hendi."Sebenarnya ada apa toh, Mas? Aku ini bingung sekali lho dengan ucapanmu itu," sahutnya."Nafis kau itu selama ini salah menilai Dinda rupanya. Kau tak tahu dan tak mengenal menantumu sendiri. Dinda itu bukan berasal dari keluarga yang tidak punya, dia adalah orang yang cukup berada dan cukup terpandang di kotanya sana," jelas Pak Hendi bersungguh-sungguh."Dari mana sampean tahu? Kau kan tidak mengikuti mereka, Mas. Wong asals ampean tahu saja pas pernikahan itu sederhana sekali. Sampai-sa
Read more

MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."
Read more

Izin Pergi Dari Rumah

IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep
Read more

RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan
Read more

MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah
Read more

ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a
Read more

HADIAH DARI SUAMI BARU

HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...
Read more
PREV
1
...
363738394041
DMCA.com Protection Status