Semua Bab Madu Yang Beracun : Bab 41 - Bab 50

51 Bab

Bab 41 | Jangan terlalu kurang ajar!

Lintang meletakkan kembali makanan itu di atas nakas dengan kasar, dia kesal karena niat baiknya tidak disambut baik oleh Embun. "Terserah! Mau kau makan atau kau buang!" ucap Lintang setelah itu melesat ke luar kamar. "Jasmine, kau sudah tidur?" tanya Lintang setelah memasuki kamar mereka. Ibu hamil itu berbaring di bawah selimut berpura-pura sudah tidur. "Sudah tidur rupanya, cepat sekali," gumam Lintang memandang wajah Jasmine sekilas, kemudian lelaki itu berjalan menuju kamar mandi. "Menyebalkan!" umpat Jasmine dalam hati sambil matanya sedikit terbuka mengintip suaminya yang masuk ke kamar mandi. ***** Pagi ini Lintang pergi ke kantor sengaja berputar lewat jalan toko kue Embun. Entah mengapa dia sangat ingin lewat sana, padahal itu membuat jarak ke kantor lebih jauh. Saat lewat tepat di depan toko tersebut, Lintang terkejut melihat tempat itu seperti habis terbakar. "Apa yang terjadi," gumam Lelaki itu kemudian membelokkan mobil ke bekas tempat usaha sang istri. Lintang t
Baca selengkapnya

Bab 42 | Kau tidak tahu betapa sakitnya jadi aku.

"Yes! Berhasil, dasar bodoh!" batin Jasmine, "mudah sekali tertipu," lanjutnya. "Arg!" Jasmine masih meringis memegangi perut pura-pura sakit. "Ayo ke rumah sakit sekarang!" Embun merangkul Jasmine hendak membantu ibu hamil itu menuju mobil, melupakan apa yang baru saja terjadi diantara mereka. "Apa? Rumah sakit?" Jasmine panik. "Tidak, aku tidak mau ke rumah sakit, bisa-bisa ketahuan kalau aku sedang berbohong," ujar Jasmine dalam hati. "Kita periksa kandunganmu." "Tidak usah, aku istirahat saja di kamar, nanti hilang sendiri. Kata dokter ini biasa dialami oleh ibu hamil," tukas Jasmine melepas belitan tangan Embun. 
Baca selengkapnya

Bab 43 | Kau yang membuat jarak.

"Aku mau hakku! Kita sudah lama tidak melakukan ini, kan?" ujar Lintang, "kau pasti juga merindukan sentuhanku," lanjutnya. "Tidak, aku tidak mau!"  "Kenapa? Aku suamimu, aku berhak melakukan apapun terhadap tubuhmu," tegas Lintang. "Kau minta saja pada Jasmine!" "Kau juga istriku! Aku tidak ingin kau merasa seperti tidak memiliki suami. Ini, kan, yang kau mau?" "Ini bukan hanya soal melakukan hubungan saja!" pekik Embun dalam hati, Lintang sudah salah mengartikan ucapannya. "Tapi, aku sedang datang bulan!" Perlahan cengkraman tangan
Baca selengkapnya

Bab 44 | Kau sangat berbahaya!

Lintang berjalan gontai menuruni anak tangga, kepalanya terasa berat memikirkan permasalahan rumah tangga. Dia melihat Embun di ujung tangga yang entah dari mana hendak naik ke lantai atas. "Embun!" Lintang mempercepat langkah mendekati Embun, sementara yang dipanggil menghentikan langkah seraya kepalanya mendongak ke arah suara. "Aku mau bicara," tukas Lintang dan langsung menarik tangan Embun menuju ke taman belakang. "Bukankah kita tadi sudah bicara," ujar Embun sambil mengikuti langkah suaminya. Namun, Lintang tidak menjawab perkataan sang istri. Lelaki itu menghempas tangan Embun kasar setelah sampai di taman. "Kau sangat keras kepala!" ketus Lintang. Embun mengernyitkan kening, bingung. 
Baca selengkapnya

Bab 45 | Apa kau pikir pahit itu obat?

Jenar menutup pintu setelah mobil Eros menghilang di balik pagar. Bibirnya tersenyum bahagia karena kehidupan pernikahannya yang sempurna, sesuai dengan apa yang pernah diimpikan. Memiliki suami yang tampan dan penyayang, anak-anak yang lucu dan ekonomi yang berkecukupan. Jenar merasa menjadi wanita paling beruntung karena menikah dengan Eros, meskipun telah merebut lelaki itu dari wanita lain. Dia justru merasa bangga atas dosanya dan tidak merasa bersalah sama sekali. Ponsel di genggaman Jenar berdering, tanpa melihat nama si penelpon dia langsung menjawab panggilan itu sambil mendaratkan bokong di sofa. Dia mengira itu adalah Eros. "Halo, Mas ...," ucap Jenar dengan lembut. "Jenar …." Suara di seberang tel
Baca selengkapnya

Bab 46 | Kenapa harus berbohong?

Embun melangkah masuk ke dalam cafe, pemandangan pertama yang dilihatnya cukup membuatnya terkejut. Lintang dan Jasmine juga berada di sana, mereka terlihat bahagia diselingi canda tawa. Jantungnya berdenyut perih, kakinya terpaku di lantai, ia merasa dibohongi karena Lintang tadi mengatakan baru saja kembali dari rumah sakit. Seharusnya wanita hamil tersebut istirahat di rumah jika memang yang dikatakan sang suami benar. Embun meremas gaunnya karena api kebencian berkobar di dada. "Permisi, Mba," ucap seorang pengunjung yang hendak masuk. Embun tersadar ternyata dirinya menghalangi di pintu masuk. "Maaf," ucap Embun setelahnya mencari meia untuk duduk. Ia duduk tidak jauh dari mria suami dan madunya. "Kenapa kau ha
Baca selengkapnya

Bab 47 | Cemburu buta

"Eros?""Ada yang bisa dibantu?" ujar mantan suami Embun tersebut. Embun terdiam sesaat dan nampak berpikir.""Embun." Suara Eros kembali mengejutkan wanita tersebut."Ban mobilku kempes dan aku tidak bisa menggantinya," ucap embun pada akhirnya. Setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya jika dia meminta bantuan lelaki itu, toh di antara mereka sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi. Lagi pula status mereka saat ini mereka adalah keluarga."Baiklah aku akan membantumu.""Terima kasih.""Tidak usah sungkan seperti itu, sudah seperti sama siapa saja," ujar Eros sambil mengikuti langkah Embun ke belakang mobil guna mengambil ban cadangan. Wanita itu hanya tersenyum canggung.Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara mereka, mata Embun menatap ke jalan melihat kendaraan yang berlalu lalang, sementara Eros sibuk mengganti ban."Habis dari luar?" tanya Eros memecah kebisuan."Iya," jawab Embun singkat tanpa menoleh ke arah lawan bicara."Sendiri saja? Lintang mana?"Embun berdecak dalam
Baca selengkapnya

Bab 48 | Egois

Embun melayangkan tamparan keras pada pipi Lintang. "Aku tidak serendah itu, Mas!" sarkasnya dengan dada naik turun karena emosi.Lintang bergeming sambil menahan panas yang menjalar di pipi. Dia tidak menyangka sang istri berani melakukan itu padanya. Matanya menatap tajam."Lalu, untuk apa kau menemui laki-laki lain di luar sana selain suamimu kalau bukan untuk selingkuh!" Lintang masih terbawa emosi, terbayang Embun berbincang dengan seorang pria di tepi jalan.Embun terdiam sejenak, rupanya lelaki itu melihatnya dan Eros tadi. "Tidak seperti itu, Mas! Kamu salah paham!" ujar Embun, "lelaki yang kau lihat itu adalah adik iparmu, Mas! Dia membantuku mengganti ban mobil yang kempes," lanjutnya.Amarah Lintang perlahan mereda setelah mendengar penjelasan sang istri. Ia bernapas lega, meski masih tersisa sedikit kecemburuan di hatinya mengingat Eros adalah mantan suami Embun."Memangnya kau dari mana malam-malam sendiri?" Pertanyaan konyo
Baca selengkapnya

Bab 49 | Mengetahui Sebuah Rahasia

Embun tetap bergeming sambil menahan rasa yang ditimbulkan akibat sentuhan lembut itu. Tidak bisa dipungkiri tubuhnya sangat mendamba sentuhan itu, tetapi hatinya tidak siap."Sampai kapan kau akan terus berpura-pura tidur, padahal tubuhmu sangat menginginkan aku," ujar Lintang lalu perlahan menyingkirkan selimut yang membalut tubuh sang istri"Aku lelah, Mas. Mau tidur," sahut Embun menarik dan merapatkan selimutnya."Ayolah sayang …." Ucapan Lintang terhenti tatkala ponsel Embun di atas nakas memekik keras. Sang pemilik pun bangkit dan meraih benda pipih tersebut."Ganggu saja!" Gerutu Lintang dengan kesal. Lelaki itu mengusap wajah dengan frustasi karena dirinya sudah benar-benar diselimuti kabut napsu."Ada apa mama menelpon malam-malam seperti ini," batin Embun sambil menatap layar yang belum berhenti berdering itu."Siapa?" tanya Lintang dengan curiga, lantas Embun menunjukkan ponselnya pada sang suami dan berkata, "Mamamu!" Setelah itu Embun menjawab panggilan yang sudah tiga
Baca selengkapnya

Bab 50 | Meminta Bantuan Helena

“Tidak! Tidak sama sekali!” tukas Jenar berpura-pura. “Kaulah yang melakukan itu!” lanjutnya.“Kau yang memintanya!”“Aku memberimu uang!” sahut Jenar dengan ketus. “Kau saja yang bodoh, andai waktu itu ….” lanjutnya dan terhenti tatkala Jafar menyelanya.“Jika aku tidak pernah melakukan itu, tentu sampai saat ini kau tidak akan pernah memiliki Eros! Kau harusnya berterima kasih, permainamu yang bagus itu takluput dari peranku! Sekarang aku minta sedikit bagian dari apa yang kau capai dalam hidupmu itu dan kau menolak! Dasar tidak tahu diri!” sarkas Jafar.Air mata Embun meluncur begitu saja seiring luka lama yang kembali terbuka saat mengetahui fakta itu. Bibirnya bergetar menahan tangis, sedapat mungkin agar tidak menimbulkan suara.Embun beristighfar berkali-kali di dalam hati menahan sakit yang semakin menghunjam. rasanya pertahannya hampir runtuh. Segera dia menyudahi rekaman dan segera pergi dari cafe itu.Embun menepikan mobil di pinggir jalan karena pandangannya dipenuhi oleh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status