Semua Bab Takdir Cinta Khairunnisa : Bab 31 - Bab 40

43 Bab

BAB 29 PENGORBANAN

Tepat dua minggu setelah pulang dari rumah sakit, Mas Irsyad mengkhitbahku. Seluruh keluarga dekat hadir menyaksikan acara ini, kecuali Mas Iqbal. Ia tidak bisa pulang karena menurut cerita Abah masih sibuk mengurus keberangkatannya ke Malaysia dalam waktu dekat. Acara berlangsung lancar, hanya keluarga dekat yang menghadiri. Meski dengan jamuan sederhana, tapi mereka terlihat bahagia menyaksikan kami. Apalagi saat Mas Irsyad memberiku sebuah lukisan wajahku dengan bingkai kayu warna gold yang elegan. Aku menangis membaca kata-kata yang ada di pojok bawah kanvas. Teringat cerita Abah, bahwa yang pertama kali mengetahui lukisan itu adalah Mas Iqbal, saat Mas Irsyad mengantarku ke kampus pagi itu. Mereka mungkin menganggap isakku adalah tangis bahagia. Menilai aku telah cukup menderita saat batal dikhitbah oleh Mas Ilham, dan kini saatnya aku menemukan pengganti, yaitu Mas Irsyad. Memang begitulah hidup, orang hanya menilai apa yang ada di permukaan. Tanpa tahu gejolak di dasarnya. S
Baca selengkapnya

BAB 30 JODOH TAK BISA MEMILIH

Aku tak percaya kalau mampu mengucap semua itu. Entah, rasa apa yang kini ada di hati. Namun, bisa kupastikan berbeda dengan perasaanku pada Mas Iqbal. Aku hanya tak tega kebahagiaan yang baru saja menyambangi Abah dan Umi akan terenggut bila hal buruk terjadi pada Mas Irsyad. Hingga refleks semua ini terucap. Baru saja rona bahagia terpancar dari wajah mereka, tapi hanya sekejap, kini berganti duka tak terkira. Aku sesenggukan, dengan kepala di atas dada Mas Irsyad kembali kupanggil nama calon suamiku itu. Air mata tumpah, membasahi jas pengantin yang ia kenakan. Sejenak meratapi nasibku. Haruskah ini terjadi? Pengantin priaku meninggal sesaat sebelum ijab kabul terucap. Sungguh sangat tragis. Ya Allah ... hikmah apa lagi yang akan Engkau tunjukkan? Abah menekan pergelangan tangan lelaki berusia enam tahun di atasku itu. Menurut Abah, denyutnya masih terasa. Lalu, seseorang mengusulkan untuk segera melarikan Mas Irsyad ke rumah sakit. Sementara seorang lagi berkata agar se
Baca selengkapnya

BAB. 31 MALAM PERTAMA

Hari beranjak malam, suasana kini mulai sepi. Para tamu sudah pulang sejak siang tadi, hanya beberapa kerabat dekat yang masih berada di rumah joglo ini. Gaun pengantin yang kupakai telah berganti gamis katun biru. Begitu juga Mas Irsyad, kini ia mengenakkan piama. Aku berjalan menuju kamar yang telah disulap layaknya peraduan raja dan permaisuri. Paduan warna biru dan silver menjadi pilihan Mbak Ainun untuk menghias kamarku. Meski aku sudah wantiwanti untuk sesederhana mungkin. Namun, Mbak Ainun tetap bersikukuh untuk menghiasnya menjadi mewah. "Ini momen bersejarah untukmu dan Irsyad, harus spesial, Nis. Karena kelak menjadi kenangan tak terlupakan." Mbak Ainun berkilah. Aku mengalah, karena wanita yang kuanggap layaknya saudara kandung itu mendapatkan dukungan dari Abah juga Umi. Diiringi Mas Irsyad, aku memasuki kamar pengantin. Tercium harum melati di setiap helaan nafas. Tiba-tiba jantungku berdebar tak beraturan, saat perlahan Mas Irsyad menutup pintu kamar lal
Baca selengkapnya

BAB. 32 HARAPAN MERTUA

Tepat seminggu setelah pernikahanku, Mas Iqbal berangkat ke Malaysia. Ia berpamitan dengan kami usai sarapan. Bagiku ini lebih baik, agar bisa leluasa menata hati. Karena berada di dekatnya membuat hatiku tak menentu. Doa dan harapan terbaik Abah sampaikan pada Mas Iqbal. Umi terlihat mengelap sudut netranya dengan ujung jari, saat dengan takzim Mas Iqbal bersalaman lalu mencium tangan Umi dan Abah. Tak lama kemudian, Mas Iqbal mendekat ke arah Mas Irsyad, dua kakak beradik itu berpelukan dengan erat. "Jangan sampai kau terpikat gadis melayu di sana, Bal ..! Kasihan Abah dan Umi, sudah sepuh, repot kalau harus punya menantu jauh ...." Mas Irsyad terkekeh sambil menepuk bahu adiknya. Mas Iqbal hanya tersenyum menanggapi gurauan sang kakak. Dia menatap netra ini, aku menunduk. Menghindar dari sorot mata teduhnya. Tak ingin berlama-lama dalam situasi ini, segera aku menyalaminya. "Hati-hati ya, semoga semuanya lancar." Meski ada beribu pesan yang ingin kusampaikan, tapi hanya itu y
Baca selengkapnya

BAB. 33 KOTAK BIRU

“Apa yang Mas Irsyad takutkan?” “Aku ... aku ... takut akan membuatmu sengsara, Nis. Apa lagi jika kita sampai punya anak. Sedangkan tak tahu sampai kapan bisa bertahan di dunia ini. Aku tak ingin menambah beban hidupmu, Nis,” terang Mas Irsyad dengan air mata berderai. Terjawab sudah apa penyebabnya. Aku sangat mengerti dengan perasaannya. “Anak itu anugerah, Mas. Amanah dari Allah. Aku siap untuk merawat seorang diri, jika kemungkinan buruk terjadi,” “Tidak, Nis. Aku akan merasa bersalah, sudah menghadirkannya di dunia, tapi tak sanggup mendampingi tumbuh kembangnya dan menyaksikan hingga dewasa,” sanggahnya. “Iya, Mas, aku paham ... tapi, bagaimana dengan Abah dan Umi? Mereka sangat mendambakan kita memberinya cucu.” Tak ada jawaban, hanya bahu Mas Irsyad yang berguncang hebat. Aku tak mau hanya karena masalah anak, kesehatannya menjadi drop. Akhirnya, dengan lembut kukatakan tak mempermasalahkannya. Mungkin itu hanya salah satu alasan yang ia kemukakan. Efek
Baca selengkapnya

BAB. 34 INGIN KUGAPAI RIDHONYA

"Aku bukakan ya, Sayang .... Kamu itu lucu banget sih, masa buka kotak saja pakai gemetar begitu, nggak usah drama, ah!” Mas Irsyad meledekku, mungkin dikiranya aku sedang akting. Kupejamkan mata rapat-rapat, saat Mas Irsyad menyentuh tutup kotak itu. Jantungku berdetak keras sekali. "Ayo ... buka matanya ...! Taraaa ...!” pekiknya seperti ABG yang memberi kejutan pada kekasihnya.Masih dengan perasaan tak menentu, kubuka mata pelan-pelan. Sementara degup di dada makin menjadi. Dalam hati aku berdoa. Berserah diri dan mengharap Allah mengulur atau menghentikan waktu saat ini juga Apa pun yang terjadi, aku harus siap. Meski hati ini diliputi kekhawatiran luar biasa, jika Mas Irsyad mengetahui semuanya saat ini. Aku tertegun, tak percaya ketika melihat isi kotak itu. Sebuah novel romantis karya novelis idolaku. Untuk apa Mas Iqbal memintaku membukanya setelah ia pergi, kalau isinya sebuah novel? Kuteliti kotak biru itu, mengecek masih adakah sesuatu di dalamnya? Ternyata tak ada ap
Baca selengkapnya

BAB. 35 TAK INGIN TERGODA

Pagi menjelang siang, saat kami sampai di rumah sakit tempat Mas Irsyad rutin terapi dan memeriksakan kesehatannya. Usai kontrol, Dokter Ikhsan menyampaikan hasil pemeriksaan, anjuran juga pantangan apa saja yang harus dipatuhi. Menurut beliau, perkembangan luar biasa terjadi pada Mas Irsyad. Ia sudah melewati batas prediksi usia yang dokter sampaikan dulu. Nyatanya, keadaan Mas Irsyad malah membaik. Dari pemeriksaan tadi, sel kanker yang ada di hati Mas Irsyad telah menyusut. Dokter juga yakin, jika pola hidup dan pola makan terus dijaga serta emosi yang tetap stabil, Mas Irsyad bisa bertahan lebih lama lagi. Meski untuk sembuh total sepertinya mustahil, tapi kami yakin kuasa Allah tiada batas. Allah telah menunjukkan keajaiban itu. Dulu, Mas Irsyad divonis usianya hanya tinggal beberapa hari. Namun, setahun lebih telah berlalu, karena kuasa-Nya, dia masih bisa menikmati indahnya dunia, menghirup segarnya udara. Sesampainya di rumah, kuceritakan hasil pemeriksaan pada Abah dan Umi.
Baca selengkapnya

BAB. 36 MENYEMBUHKAN LUKA LAMA

Maaf, Nis ... Umi ada? Aku mau bicara sebentar." Seketika lamunanku buyar, saat suara Mas Iqbal terdengar kembali. "Eh, iya ... maaf, Mas ... Nisa yang terima, emm ... soalnya emm ... Umi sedang ke pasar." Aku terbata-bata menjawab pertanyaan lelaki yang pernah bertakhta di hati, tak bisa kusembunyikan rasa gugup. Ya Allah ... dosakah hamba? Jika cintaku pada Mas Iqbal masih tersisa. Sudah setahun lebih aku menikah dengan Mas Irsyad, tapi kenapa belum bisa lepas dari rasa itu? "Dari siapa, Nis? Kok grogi begitu, kayak ngobrol sama mantan saja ... hehehe ...?" Aku tersentak mendengar kata-kata Mas Irsyad yang ternyata sudah duduk di kursi makan. Mantan? Tentu dia hanya bercanda. Akan tetapi ucapannya seperti anak panah yang melesat tepat mengenai dada, tembus hingga ke jantungku. Masyaallah ... sudah berapa lama dia ada di sini? "Eh, Mas ... bukan ...! Ini dari Mas Iqbal,” jawabku salah tingkah. ”Maaf, dilanjutkan bicara sama Mas Irsyad saja ya, tiba-tiba perut N
Baca selengkapnya

BAB. 37 INSTUISI SUAMI

POV Irsyad Dari ruang tengah terdengar Iqbal memekik, menyebut nama Nisa. Setengah berlari aku menuju ke arahnya, diikuti Abah Umi dan yang lain. "Nisa pingsan," ujar Iqbal ketika melihatku membuka pintu. Ada kecemasan pada nada suaranya. Aku tak percaya melihat Nisa tergolek di pelukkan Iqbal. Sebelumnya ia tak mengeluh apa pun. Hanya telapak tangannya kurasakan hangat, ketika tadi pagi kami bergandengan dari rumah sampai ke sini. Belum hilang rasa kagetku, kembali aku disuguhi pemandangan yang membuat diri ini tercengang. Tanpa kuduga, Iqbal membopong tubuh Nisa, lalu dengan hati-hati dibawanya masuk ke dalam kamar kamarnya, merebahkannya pelan-pelan di atas tempat tidur. Rasanya seperti ada silet yang tanpa ampun menyayat-nyayat hati, melihat Iqbal dengan sigap menolong Nisa. Ah, betapa kerdilnya pemikiranku. Bukankah Iqbal hanya membantu istriku, yang ambruk bersamaan saat dirinya akan masuk ke ruang tengah. Meski hati kecilku memihak pada Iqbal, tapi tetap saja ada sesuatu
Baca selengkapnya

BAB. 38 INGIN HIDUP SERIBU TAHUN LAGI

Malam ini aku tidak bisa tidur. Entah mengapa rasa kantukku hilang begitu saja, karena tiba-tiba teringat peristiwa dua hari yang laluaa--qbal membopong Nisa. Ingatanku merembet ketika aku melihat langsung Nisa terlihat begitu gugup menerima telepon dari Iqbal beberapa waktu lalu. Bahkan, dengan buru-buru ia menyerahkan ponsel padaku. Adakah kaitannya semua itu dengan kepindahan Nisa ke rumah ini yang terkesan terburu-buru? Tiba-tiba ada ketakutan menyelimuti perasaan. Jika sebelumnya aku takut, karena cepat atau lambat pasti akan meninggalkan Nisa. Kini sebaliknya, khawatir Nisa meninggalkanku.Kupandangi seraut wajah di sampingku, wajah yang mengingatkan akan peristiwa konyol di kamar mandi—saat aku opname di salah satu rumah sakit di Magelang. Wajah dengan semburat merah karena malu bercampur kesal yang menggiringku kembali ke rumah orang tuakuhal--ng sebelumnya tak kuinginkan sama sekali.Bukan tanpa alasan enggan pulang ke rumah, sejak terlibat penggunaan obat-obatan terlarang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status