Home / Pernikahan / Diamku Menghancurkanmu Mas! / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Diamku Menghancurkanmu Mas!: Chapter 11 - Chapter 20

41 Chapters

Tetaplah Bertahan, Dek

"Kamu ingin Ibu mengetahuinya?" tanyaku tanpa menatapnya.Mas Alif terdiam, lalu bergegas mengambil air putih untuk diminumnya.Karena tergesa-gesa, dia sampai tersedak oleh kelakuannya sendiri. Kasihan.****Selesai makan malam, wanita itu disuruh Ibu untuk mencuci piring. Dia menurut saja tanpa ada perlawanan. Namun kulihat wajahnya benar-benar tercipta sebuah amarah yang dengan kuat ia pendam.Ah, biar saja.Aku melangkahkan kaki menuju kamar utama milikku dan Mas Alif, Ibu sepertinya sudah beristirahat di dalam kamar karena lelah.Tak kulihat Mas Alif di sini, mungkin saja ia sedang bersama istri keduanya.Mataku fokus pada cincin yang melingkar pada jari manis milikku.Tak percaya rasanya, jika Mas Alif benar-benar telah menghianatiku begitu dalam.Dia menciptakan sebuah rasa sakit di hati, tapi dia seolah-olah tak perduli.Kulepaskan cincin itu perlahan, lalu menyimpannya di dalam kotak perhiasan.Biarlah, anggap saja dengan ini hubunganku dan Mas Alif sudah berakhir.Klek.P
Read more

Suara itu ....

'Mampukah aku?' Hanya pertanyaan ini yang tiba-tiba muncul di dalam benakku."Apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" tanya Ibu padaku."Seratus persen Laura yakin, Bu. Toh, Mas Alif bisa bahagia tanpa harus ada Laura di sisinya," ucapku pada Ibu.Ibu hanya mengangguk."Ayo kita sarapan dulu, nanti kamu sakit. Ibu sudah memasak makanan kesukaanmu," ucap Ibu.Aku bergegas menyelesaikan kegiatanku, lalu berjalan beriringan bersama Ibu."Apa Tiara sudah bangun, Bu?" tanyaku pada Ibu."Sudah. Dia tadi membantu Bi Narti untuk memasak." Ibu mengamit lenganku.Aku lalu membuka pintu kamar.Dan tiba-tiba sosok seseorang yang kubenci terjatuh tepat setelah pintu terbuka."Aduh ...." Terdengar suaranya yang kesakitan."Ngapain kamu?!" bentak Ibu padanya."Nguping ya, wah mau saya potong telinga kamu!" bentak Ibu kembali.Aku hanya menatap wanita itu dengan raut wajah datar."S-saya ...." Ucapannya menggantung di udara."Nggak punya adab kamu ya! Pergi kamu dari rumah ini!" teriak Ibu, tunjukn
Read more

Amarah Mas Alif

"Aduh." Refleks kata itu yang keluar."Maaf, Mbak. Saya sengaja," ucapnya yang membuat mataku melotot.Sebentar, aku seperti kenal suara ini, batinku.Aku mendongak menatap seseorang yang berada di depanku. Mataku terbuka dengan sempurna saat menatapnya. Tak menyangka bisa bertemu dengan dia lagi.Tangannya terulur, berniat membantuku.Senyumnya benar-benar membuatku ingin menjitak kepalanya. Senyum tak berdosa."Kamu lagi, kamu lagi. Ngapain kamu di sini," ucapku setelah berdiri sambil berkacak pinggang. Kutatap dia dengan garang, bukannya takut dia malah mengejekku."Mbak lagi, Mbak lagi. Mbak mau teriak-teriak lagi ya di sini. Teriak gih, biar saya temanin." Dia melihat ke arah pantai."Enak saja, nggak lah. Justru saya cari udara segar, tapi waktu ketemu kamu sesak nafas saya jadinya." Aku mencabik kesal."Masa, buktinya nafas Mbak masih turun naik dengan santai nggak ngos-ngosan," ucapnya yang membuat aku menahan kesal. Bisa-bisanya bocah ini membuatku kesal."Halah, kamu ngapain
Read more

Pembelaan Mas Alif

'Laura! Pulang kamu sekarang, jangan membangkang. Saya tunggu kamu di rumah!' bentak Mas Alif dengan suara yang menggelegar.Sampai-sampai suaranya terdengar juga oleh Ibu di sebelahku.Telepon dimatikan secara sepihak olehnya. Sepertinya Mas Alif benar-benar marah padaku.Tak ada lagi sifat lembutnya, bahkan dia memanggil namaku, tanpa awalan 'Dek'.Bulir bening membasahi pipiku."Tenang, Nak. Ada Ibu di sini," ucap Ibu sambil mengusap punggungku.Kuseka bulir bening yang mengalir dengan kasar.Dengan rasa yang berkecamuk, kuhidupkan kembali mesin mobil.Dan bergegas untuk sampai ke rumah. Ingin melihat apa yang akan dilakukan Mas Alif padaku.Tanpa sadar, mobil kulajukan dengan kecepatan tinggi.Hingga suara teriakkan menyadarkanku."Laura! Sadar, di dalam mobil bukan hanya satu nyawa!" bentak Tiara diiringi dengan teriakan yang melengking.Aku lalu mengerem mobil secara mendadak, dan mengucap istighfar berkali-kali."Jangan begini, Lau! Kamu bisa saja mencelakai orang yang berada
Read more

POV Alif (Dua Bulan Saja)

Hancur sudah hidupku.Seseorang yang benar-benar begitu berarti, perlahan ingin pergi. Aku menyesal. Aku benar-benar sangat menyesal.Aku tau bahwa di sini akulah yang mempunyai andil paling besar untuk menyakiti. Aku juga tau semuanya terjadi karena aku yang memulai lebih awal. Kupatahkan hatinya berkali-kali tanpa rasa iba sedikit pun.Jujur, tak pernah terpikirkan olehku. Bahwa akhirnya, pernikahan yang sudah terjalin selama lima tahun, sebentar lagi di ambang kehancuran.Tak bisa!Aku tak sanggup, jika harus mengingat hal itu. Ini menyakitkan, aku tak ingin cintaku berakhir dengan sangat memilukan. Aku mencintai dia, Laura begitu pun sebaliknya. Aku tahu pasti Laura juga masih sangat mencintaiku. Bagaimana pun caranya, aku harus bisa mempertahankan pernikahan ini. Apapun itu, aku akan tetap mempertahankannya. Tak peduli konsekuensi apa yang ke depan nanti akan kuterima.Kuusap bulir bening yang berada di pelupuk mata yang ingin terjun bebas. Aku merasakan sesak yang mendalam di
Read more

POV Alif (Tak Sengaja Bertemu)

Entah apa yang terjadi, aku sama sekali tak ingat.Rasanya saat itu, Debi memintaku tinggal sebentar. Lalu memberikan minuman sebelum aku pergi. Setelah itu aku tak ingat apapun lagi."Mas, kamu sudah bangun?" Suara Debi mengagetkanku.Aku menatapnya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.Astaga, apakah aku melakukannya sesuatu padanya tadi malam, pikirku."Deb ... apa kita?" tanyaku menggantung di udara. Tak sanggup rasanya melanjutkan pertanyaan ini padanya."Kenapa, Mas?" Ia bertanya balik padaku. Terlihat kulitnya yang mulus.Debi yang berdiri dengan balutan handuk di tubuhnya, membuatku bergidik ngeri membayangkan apa yang terjadi.Walaupun kami sudah sah, entahlah aku tak berniat sedikitpun menyentuhnya."Kenapa aku bisa berada di kamar ini, apa kita tidur bersama?" tanyaku tak sabaran."Kamu ini bicara apa, Mas. Bukankah tadi malam, kamu sendiri yang meminta untuk menginap di rumahku. Dikarenakan, hari yang mulai malam," ucapnya diiringi kekehan kecil."Apa benar begitu?
Read more

Cinta Boleh, Bodoh Jangan!

"Terima kasih, Mas. Kamu sudah mau menerimaku."Aku terdiam mematung, langkahku terhenti tepat di belakang Mas Alif.Duniaku seakan runtuh, harapan yang awalnya muncul sedikit demi sedikit sekarang hancur berkeping-keping. Mungkin tak akan ada.lagi kata kembali di antara kami berdua.Ucapan Debi benar-benar membuatku diam tak berkutik. Tak percaya begitu cepatnya Mas Alif mencintai Debi. Membagi hatinya dengan perempuan lain, rasanya ini seperti mimpiku di siang bolong Secepat itukah Mas Alif melupakanku, hanya dalam waktu sehari Debi berhasil membuat Mas Alif jatuh dalam pelukannya.Mataku mulai berkaca-kaca, kubiarkan bulir bening saling berjatuhan membasahi pipiku."Sudah, ya." Suara Mas Alif berhasil membuyarkan lamunan panjangku.Lagi-lagi pemandangan yang menyakitkan terpatri tepat di depanku. Belaian lembut pada rambut Debi seakan-akan memberitahukan, bahwa inilah saatnya aku mundur. Inilah saatnya aku tak boleh berharap apa-apa lagi pada hubungan rumah tangga kami.Mas Alif l
Read more

Kedatangan Mama Mertua

"Sakit, dia sudah kasar. Ayahmu saja tak pernah memperlakukanmu begini. Cinta boleh, bodoh jangan!" tegas Ibu.yang tak terima putri satu-satunya disakiti.Ia lalu berdiri, dan meninggalkanku yang terpaku mencerna ucapannya."Benar kata Ibu, Lau. Jika hanya kamu yang berjuang, cinta juga tetap akan menghilang." Tiara memegang bahuku. Hanya dia sosok yang selalu ada selama ini. Selama aku didera oleh masalah."Apa aku bodoh, Ra?" tanyaku sambil menatapnya. Aku merasa sangat tak berguna karena sampai sekarang masih tak bisa menghaluskan rasa cintaku pada dirinya "Hampir," ucap Tiara diiringi kekehan kecil."Kamu hanya akan melukai hati Ibu saja. Ayahmu juga akan terluka, jika melihat putri kesayangannya dihancurkan berkeping-keping," ucap Tiara lagi.Tok ... tok ... tok ....Terdengar bunyi pintu yang diketuk dari luar."Biar aku yang buka," ucap Tiara."Kalo Mas Alif, suruh dia pulang saja ya, Ra." Aku menatapnya dengan sayu.Tiara mengangguk, sambil menampilkan senyumnya.Aku mengambi
Read more

Melaporkan Mas Alif

Seminggu setelah kedatangan Mama mertua ke rumah, aku mulai menjalankan segala rencana yang dari awal sudah kusiapkan.Mulai dari rencana perceraian yang sudah kuurus dengan sedetail mungkin, dibantu oleh Tiara, sahabatku.Dan hari ini, aku berencana untuk melaporkan Mas Alif pada atasannya.Tentang pernikahan yang dilaksanakan olehnya secara diam-diam, yang apabila kusebarkan bukan hanya Mas Alif dan Deby yang hancur. Namun, perusahaan tempatnya bekerja pun akan di-cap buruk. Sebenarnya tak tega, hanya saja dia harus menerima semua yang dia perbuat. Aku tak mungkin membiarkannya bahagia di atas penderitaanku.Enak saja, mereka tertawa sedangkan aku menangis tersiksa.Beberapa hari yang lalu, Mas Alif selalu menghubungiku. Ia bahkan sering mengunjungi rumah yang kutempati, tetapi selalu kuusir. Aku tak ingin lagi bertemu dengannya, hatiku sudah mati rasa.Sampai-sampai aku bosan dengan apa yang dilakukannya, dan berujung memblokir seluruh akses medsosnya. Menurutku ini adalah salah
Read more

Kita Hanya Kenangan, Bukan Keindahan

"Laura ...." Jantungku serasa berhenti berdetak, ketika mendengar suara yang memanggilku.Aku berbalik, lalu menatap pemilik suara yang sangat kukenali, bahkan pernah sangat kurindukan.Tatapan matanya beradu dengan tatapan mata milikku.Terpancar kesedihan di dalam sana, bergegas kupalingkan wajah menghadap ke lain arah."Ayah sudah mengetahui semuanya," lirih ucapan itu terdengar. Namun, aku masih terdiam membisu, enggan mengeluarkan suara.Kutundukkan wajahku, ada sesak yang benar-benar menghantam dalam dada."Mari kita perbaiki lagi, aku berjanji semua akan baik-baik saja seperti awal." Aku langsung menatapnya dengan tajam, semudah itu dia berbicara."Jangan, Laura. Itu hanya akal bulusnya untuk mendapatkan dua wanita sekaligus. Dia memiliki daya tipu yang luar biasa, Ibu tak sudi anak perempuan Ibu satu-satunya kembali disakiti!" sentak Ibu, sebelum aku menjawab apa yang disampaikan Mas Alif."Ibu diam, ini urusan rumah tangga anak kita. Tak baik kita ikut campur di dalamnya, me
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status