"Mas Akbar bilang ingin mati saja, Mbak. A-aku takut dia nekad bunuh diri!" akhirnya Dian dengan jelas berkata. Aku tak kaget, paling itu cuma gertakan saja, agar aku tak menunutnya bercerai, juga mengetesku masih seberapa pedulinya aku padanya. "Dian, Dian! Dia itu laki-laki. Masa punya pikiran senekad itu. Jadi perempuan saja kalau kaya gitu!" jawabku masih cuek. Dian sudah tenang, tak sepanik tadi. Mungkin pikirnya aku akan ikut panik kalau dengar Mas Akbar akan bunuh diri. Ngapain aku peduli sama dia? Kalau memang laki-laki tak mungkin hanya karena bercerai memilih mengakhiri hidupnya, lagian bukankah dari awal saja dia tak mencintaimu. "Sana rayu kamu, Yan. Siapa tahu mau nurut!" ucapku memerintah pada Dian. Dian terlihat kaget. "Kok aku, Mbak!" "Lah emang siapa lagi? Mbak? Yang ada nanti di kira mau kabur dari rumah sakit." kujewel pipi cubby-nya. "Aduh, sakit tau, Mbak. Tapi bener juga, masa laki-laki secengeng itu. Udahlah, biarkan saja aku juga males." Akhirnya Dian ik
Baca selengkapnya