Home / Romansa / Aku Menyerah, Mas! / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Aku Menyerah, Mas!: Chapter 91 - Chapter 100

103 Chapters

Semua Berhak Bahagia

POV Gunawan.Duduk terpekur di depan meja kasir, menatap lalu lalang para pelanggan yang datang silih berganti.Alhamdulillah toko kelontongku kembali ramai, dan tidak ada seorang pelanggan pun yang mempermasalahkan statusku sebagai seorang mantan narapidana. Semua yang ada di pasar menerima kehadiranku kembali ditengah-tengah mereka, merangkul diriku yang sedang berjuang untuk kembali menjadi manusia yang lebih baik.“Bos, ini barang yang mau dikirim ke yayasan Aisiyah sudah siap,” ucap salah seorang karyawan seraya menunjukkan daftar barang yang hendak mereka kirim ke sebuah yayasan yang biasa menerima sumbangan dari toko, sebab sebagian penghasilan yang seharusnya menjadi milik Kanaya tidak pernah diterima oleh mantan istri.Kanaya selalu menolak secara halus, dan meminta supaya aku memberikan apa yang seharusnya dia dapat kepada yang lebih membutuhkan.“Bahri, nanti jangan lupa kamu antar barang-barang ini ke yayasan. Saya mau salat!” perintahku kepada sopir yang biasa mengantar b
Read more

Setelah Sepuluh Tahun Penantian (S2)

POV Gunawan.“Bagaimana? Positif?” tanyaku kepada Salwa, sambil menatap penuh harap wajah perempuan itu.Salwa menggeleng perlahan dengan gurat kecewa terpancar jelas di wajah cantiknya.“Mungkin belum rezeki, Dek. Nanti dicoba lagi.” Menerbitkan senyuman, mencoba menutup rasa kecewa yang tengah bersarang dalam dada.“Maaf, ya, Mas. Karena aku udah ngecewain kamu,” ucapnya pelan, hampir tidak terdengar.“Kamu nggak pernah ngecewain Mas, Dek. Mungkin memang Allah belum mempercayai kita seorang keturunan.” Membelai rambut Salwa yang tergerai indah, mendaratkan kecupan di puncak kepala perempuan yang sudah menemani hidupku selama sepuluh tahun itu, mencoba memberikan ketenangan kepadanya. Insya Allah aku menerima jika Tuhan tidak lagi mempercayakan keturunan kepadaku, karena dulu saat Allah mempercayakan dua orang buah hati tapi malah kuabaikan. Mungkin semua ini sebuah teguran untukku, supaya lebih introspeksi diri dan
Read more

Kosong

Hari ini, seperti biasanya toko begitu ramai pengunjung. Tetapi meskipun begitu, kami selalu menyempatkan diri untuk melakukan salat saat waktunya tiba, menghentikan aktivitas sejenak karena melakukan salat itu wajib hukumnya.Dan seperti biasanya, setiap sore aku dan para pekerja bertugas membagikan sembako kepada orang-orang yang membutuhkan, mengatas namakan Kanaya sebagai donaturnya. Sebab sejak kami berpisah, Kanaya tidak mau menerima apa pun pemberian dariku, termasuk bagi hasil toko. Makanya diakali dengan cara dibagi-bagikan kepada panti-panti maupun kaum duafa.Drrrrttt… Drrrttt… Drrrttt… Ponsel dalam saku celana terus saja bergetar. Ada panggilan masuk dari Salwa, menanyakan keberadaanku sekarang ini.“Mas lagi di panti, Dek. Sebentar lagi pulang,” ucapku kepada istri. Dia memang pencemburu, terlebih lagi setelah Haji Maisin mengenalk
Read more

Dilabrak Salwa

“Dek!” panggilku ketika mendengar suara gemercik air di dalam kamar mandi. Tidak ada sahutan, tetapi tidak lama kemudian pintu toilet terbuka dan Salwa keluar dari dalam kamar mandi dengan mata sembab seperti habis menangis. “Dek, kamu kok pulang nggak bilang-bilang sama Mas? Mas muter-muter nyariin kamu sampai kaki Mas pegel, tapi kamu malah sudah pulang!” protesku tanpa melepas pandang dari wajah cantik perempuan berdaster motif bunga-bunga itu. Lagi, Salwa hanya diam. Bahkan menoleh pun enggan dia lakukan, seperti tidak mendengar suaminya berbicara. “Mas ngomong sama kamu loh, Dek!” Sepi. Dia tetap sibuk menggelar sajadah, mengenakan pakaian salat lalu segera melaksanakan ibadah wajib empat rakaat sendirian. Aku menghela napas dalam-dalam lalu membuangnya secara kasar lewat mulut. Sepertinya Salwa benar-benar marah saat ini. Mungkin, karena tadi aku menghampiri Kanaya, sampai lupa kalau saat itu sedang bersam
Read more

Aku Mencintai Kamu

“Maaf, Mbak? Maksud Mbaknya apa ya? Kok tiba-tiba datang ke rumah dan berkata seperti itu kepada saya?” tanyaku tetap berusaha santai, walaupun sebenarnya sedikit terkejut dengan pertanyaan perempuan di hadapanku ini.“Mbak paham lah, maksud saya apa!” Dia menjawab sambil menunduk.Aku semakin bingung. Bertemu dengan Mas Gunawan saja hanya beberapa kali, dan itu pun secara tidak sengaja. Masa iya mau mengganggu rumah tangga orang, sedangkan berbicara dengan mantan suami saja hampir tidak pernah. Lagian, aku sudah melupakan dia dan hidup bahagia bersama Dilan serta putra putri kami.“Jujur saya tidak mengerti maksud Mbak Salwa itu apa. Karena saya juga merasa tidak pernah mengganggu rumah tangga siapapun,” ujarku lagi, seraya menatap lamat-lamat wajah cantik istrinya Mas Gunawan.Apa iya diam-diam mantan suamiku mengkhianati istrinya, dan Mbak Salwa mengira akulah wanita penggoda itu.Astaghfirullahaladzim...Tuh, kan,
Read more

POV Gunawan

Lamat-lamat terdengar suara sang muazin mengumandangkan azan subuh. Gegas membuka mata, dan ternyata Dilan serta anak-anak sudah bersiap pergi ke mushola untuk melaksanakan sholat berjamaah. Kurang bahagia apa aku jika memiliki keluarga mendekati sempurna seperti ini. Masa iya harus menggoda mantan suami seperti yang dituduhkan Mbak Salwa? Rasanya sedikit lucu jika mengingat tuduhan tidak beralasan wanita itu.Selesai mandi, aku segera melaksanakan ibadah wajib dua rakaat, lalu berjibaku di dapur menyiapkan sarapan untuk suami serta anak-anak. Menu nasi goreng campur sosis, telur serta ayam menjadi favorit semuanya, termasuk Dilan suamiku. Kalau memasak menu seperti itu, tidak akan tersisa walau hanya sesendok saja. Makanya aku paling semangat memasak hidangan tersebut."Ada yang bisa Cici bantu, Ma?" tanya Aisyah putriku seraya berjalan menghampiri."Cici potong-potong sosis sama suir ayamnya bisa?" "Bisa dong ...
Read more

Aku Menyerah, Mas!

Selesai mendengarkan ceramah, aku bergegas pulang dan mendapati Salwa sedang duduk di sofa, dan di dekat kakinya ada sebuah tas besar yang entah apa itu isinya. Apa dia dia benar-benar ingin pergi seperti perkiraanku?“Mas, aku mau minta izin pulang ke rumah Abah!” ucapnya pelan, bagai angin sedang berbisik.“Pulang ke rumah Abah? Maksud kamu apa, Dek?” Mataku membulat sempurna sekarang.“Sepertinya kita memang butuh waktu buat sendiri-sendiri dulu. Supaya kita bisa memahami letak kesalahan kita masing-masing!”“Kamu itu ngawur? Kenapa musti pulang ke rumah orang tua kamu? Kalau ada masalah itu diselesaikan dengan cara dewasa, Dek. Jangan dikit-dikit minggat. Dikit-dikit minggat. Aku nggak ngizinin kamu pergi!”Salwa menggigit bibir bawah. Matanya mengembun dan tidak lama kemudian buliran-buliran air bening meluncur melewati pipi putihnya.Duh, kenapa pakai acara nangis segala? Kan jadi nggak tega.“D
Read more

Mencari Salwa

“Ummi serius?” tanyaku memastikan.“Serius lah, Gun. Untuk apa Ummi berbohong. Memangnya kalian sedang ada masalah?” Ibu mertua menatap menyelidik.“Eh, ada Nak Gunawan. Ummi ini bagaimana, sih. Masa ada tamu malah nggak disuruh masuk?” Tiba-tiba abah sudah berada diantara kami. Dia lalu menyuruhku masuk, mempersilakan duduk serta menawarkan minuman.“Sebenarnya ada apa, Gun? Tadi kalau nggak salah denger, kamu nanyain Salwa. Memangnya dia ke mana?” tanya lelaki berkoko putih itu seraya menatap lamat-lamat wajahku.“Tadi dia pamit mau ke sini, Bah. Makanya saya susul, eh, ternyata malah nggak ada.” Aku menjawab takut, khawatir Abah marah dan menyalahkan diriku.Bapak mertua terlihat menghela napas perlahan. Dia lalu membuang pandang keluar jendela, seperti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin khawatir dengan putrinya juga kecewa kepadaku.“Saya minta maaf karena belum bisa menjadi suami yang baik buat Salwa, Bah!” ucapk
Read more

Malu

Tuhan, di mana pun dia berada, tolong lindungilah Salwa. Dia pergi karena mungkin sudah tidak bisa memendam lagi amarahnya kepadaku. Meskipun dia wanita sholehah serta taat, tetapi Salwa juga manusia yang tidak pernah luput dari dosa. Hatinya juga hanya terbuat dari sebongkah daging yang mudah sekali terluka.“Abah sama ummi juga sudah mencari Salwa ke rumah-rumah saudara, tapi dia tidak ada di sana. Kemarin ponselnya sempat aktif, sekarang nomor sudah tidak bisa lagi dihubungi.” Abah kembali berujar, dengan mata sudah dipenuhi kaca-kaca. Gurat kekhawatiran terlihat jelas di kedua sorot netranya, membuat diri ini semakin bertambah merasa bersalah.“Saya janji, secepatnya akan menemukan Salwa dan membawa dia pulang, Bah!”“Terima kasih, Gunawan. Kamu memang seorang suami yang baik.” Lelaki berkemeja biru tua itu menepuk pundakku. “Abah juga akan membantu mencari Salwa semampu Abah. Semoga anak itu segera ditemukan. Abah sangat khawatir dengan keadaann
Read more

Mengajaknya Tabayun

Aku segera menyalami tangan mertua dan mencium bagian punggungnya dengan takzim ketika melihat dia beranjak dari kursi. Pun dengan Salwa.“Titip Salwa, Gunawan. Assalamualaikum!” ucapnya lagi, sembari menepuk pelan pundakku ini.Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala, sambil melirik ke arah istri yang tengah berdiri di sisiku.“Dek ...,” panggilku pelan, seraya berjalan menghampiri istri.“Maaf, Mas. Aku mau istirahat. Dan perlu kamu tahu, aku tidak pernah selingkuh dengan siapa pun. Aku masih tau batasan juga takut dengan dosa. Walaupun aku tahu suamiku tidak mencintai aku, tetapi aku akan selalu berusaha setia.” Dia berujar sambil berjalan menuju kamar tamu.“Salwa dengerin Mas dulu. Mas tahu kamu tidak pernah membagi cinta dengan siapa pun. Begitu juga dengan Mas. Mas percaya sama kamu, dan aku mohon, agar kamu juga percaya sama Mas!” Mencekal lengannya lalu menarik tubuh perempuan itu ke dalam pelukan. Dia berusaha member
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status