Semua Bab Ibu, Jangan Tinggalkan Kami: Bab 21 - Bab 26

26 Bab

Bab 21 Skenario

Aku kembali memastikan, di belakangku hanya ada Pak Wanto. Dan, Pak Atma masih saja menatapku dengan senyum yang merekah dan kedua matanya berkaca-kaca."Sinar, akulah keluarga ayahmu," kata Pak Atma.Rasanya sulit dipercaya. Aku benar-benar tidak dapat berkata apa pun. Semua sorot mata tertuju padaku. Hingga teriakan Pak Hendi membuatku terkaget."Papa, kamu ditipu gadis itu! Gadis miskin yang hanya suka harta!" Tangan Pak Hendi menudingku. "Dia telah mengelabui Papa.""Kamu yang mengelabuiku, Hendi! Kamu dari awal sudah mengetahui siapa Sinar. Iya, kan?!" Pak Atma juga beteriak. "Kamu tahu Yuni adalah ibu kandungnya Sinar. Kalian berdua telah bersekongkol!""Tidak! Bukan seperti itu, Pa--""Tutup mulutmu, Yuni!" Pak Atma memotong ucapan Ibu. "Kamu Ibu yang kejam, menelantarkan anak-anakmu demi harta dan laki-laki!""Dengarkan penjelasanku, Papa." Ibu memohon.Di saat drama sedang berlangsung, Pak Bagas meminta tamu supaya pulang. "Mohon maaf, pestanya sudah berakhir. Silakan pulang.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-07
Baca selengkapnya

Bab 22 Putri Mahkota

Kakek Atma sudah siuman, menurut dokter keluarga yang memeriksa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena mengkhawatirkan Kakek, aku sampai tidak sadar bahwa Ibu sudah pergi dari rumah."Pergi kalian ...." usir Kakek Atma. "Aku tidak ingin melihat kalian berdua."Pak Bagas bersimpuh di sisi tempat tidur, memegang kaki Kakek Atma. "Yang dikatakan Yuni tidak benar, Pa. Aku bahkan tidak tahu tentang Sinar," ucap Bagas membela diri."Yuni tidak punya bukti, Pa." Bu Wina ikut bicara. "Aku yakin, Yuni disuruh Hendi menuduh suamiku. Papa harus bersikap objektif.""Pergilah, aku tidak ingin diganggu." Kakek Atma memalingkan wajahnya. "Aku menyayangimu, Pa. Papa yang membesarkanku dengan penuh kasih." Pak Bagas mencium punggung tangan Kakek Atma."Sinar, kalau ada apa-apa hubungi kami, ya," pinta Bu Wina."Iya." Aku menganggukkan kepala pelan.Aku kemudian duduk di kursi, dekat dengan tempat tidur. "Sinar, aku ingin bertemu dengan Randu. Aku takut waktuku tidak lama lagi," ucap Kakek Atma.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-17
Baca selengkapnya

Bab 23 Pulang

"Halo, Dipta?""Aku akan menjemputmu. Kita ada janji dengan WO. Kamu nggak--""Aku sedang nggak enak badan. Lain hari saja.""Kamu sakit?""Iya. Aku tutup dulu, ya."Tanpa menunggu jawaban dari Dipta, aku mematikan panggilan ponsel. Menghirup udara banyak-banyak. Nyatanya tetap sesak.Saat berjalan melewati halaman belakang, aku melihat Pak Bagas yang baru datang. Alat perekam aku jejalkan di saku celana. Aku kembali ke kamar Kakek Atma. Lelaki sepuh itu sudah bangun dan duduk di kursi rodanya. Sementara Bu Wina sedang mengupas buah jeruk."Bagaimana kondisi Papa hari ini?" tanya Pak Bagas begitu memasuki kamar."Baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Kakek Atma tersenyum.Kedua mataku mengamati Pak Bagas yang duduk di samping Bu Wina. Kedua tanganku terkepal erat, ingin sekali menyerang Pak Bagas. Karena ulahnya aku kehilangan sosok Ayah."Sinar, kenapa berdiri saja di situ?" tegur Bu Wina."Aku sedang mengintai serigala kelaparan," sahutku.Pak Bagas tampak sedikit terkejut, te
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-17
Baca selengkapnya

Bab 24 Deja Vu

[Dipta, aku terlambat datang.] Aku mengirim pesan, kemudian membimbing Ibu masuk ke taksi.Aku meminta sopir taksi supaya kembali ke rumah terlebih dahulu. Si sopir sempat protes, tetapi dia kemudian setuju setelah aku menawarkan tip lebih banyak.Setelah menempuh perjalanan lima belas menit, kami berdua sampai di rumah. Tanganku mengetuk pintu kayu beberapa kali."Lho, Mbak Sinar kok pulang lagi?" tanya Rahma begitu membuka pintu.Aku menggeser tubuhku ke kiri. Supaya Rahma bisa melihat Ibu yang berdiri di belakangku."Ibuk?" Kedua bola mata Rahma berbinar."Mulai hari ini Ibu tinggal bersama kita lagi," jelasku. "Ayo, masuk, Bu."Di dalam rumah ternyata ada Bude Yani, perempuan itu langsung memapas langkah Ibu serta mencengkeram kuat kedua bahu Ibu. "Kamu beneran sadar atau cuma pura-pura? Setelah susah akhirnya kembali ke anak-anakmu, kan?!""Mbak, aku benar-benar menyesal. Aku nggak akan mengulangi kesalahan lagi," sahut Ibu."Aku pegang kata-katamu, Yuni. Penderitaan yang telah k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-08
Baca selengkapnya

Bab 25 Bertemu Kembali

Tepukan hangat mendarat di punggungku. Air hujan tidak membasahi tubuh ini, karena ada payung yang mengembang. Aku mengusap air mata dengan cepat, lalu berdiri. Ibu meraih kantong plastik yang tergeletak di bawah. Tanpa bicara kami berdua masuk ke dalam rumah.Aku langsung masuk ke kamar, baru tersadar, jaket milik Dipta masih melekat di tubuh. Perlahan aku melepas jaket tersebut, lalu menyampirkan di kursi. Kemudian rebah di atas tempat tidur, menatap langit-langit berwarna putih.Ibu masuk membawa secangkir teh. Menaruhnya di meja lampu."Apa yang terjadi?" Ibu duduk di sisi ranjang."Dipta pergi. Entah pergi ke mana ...." sahutku lirih, mengembuskan napas panjang."Mungkin memang lebih baik kalian berpisah," komentar Ibu. "Seperti katamu, bukan hanya kamu yang merasakan ganjalan. Dipta mungkin juga merasakan hal yang sama."Aku memiringkan tubuhku, rasanya aku ingin tidur. Karena dengan begitu, akan lebih mudah melupakan perasaan sedih."Semoga kalian berdua bahagia walaupun menem
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-08
Baca selengkapnya

Bab 26 Hello, Wife

Aku tidak melihat Dipta di sisa acara pesta ulang tahun. Mungkin dia sudah pulang terlebih dahulu. Ada sedikit rasa kecewa merambah di sanubari. "Hei, Jomlo. Main ke rumahku aja," ajak Rhea yang berjalan di belakangku. Bian sudah pulang terlebih dahulu bersama pengasuhnya."Males. Capek. Aku mau tidur ...." sahutku seraya melepas ikatan rambut. "Pukul delapan sudah mau tidur?""Hemm, ya. Sampai jumpa." Tanpa melihat ke arah Rhea, aku melambaikan tangan kanan dan terus berjalan ke arah mobil yang terparkir.Pak Wanto lekas membuka pintu mobil. Tubuh ini pun langsung duduk di kursi belakang. "Langsung pulang, Mbak Sinar?" tanya Pak Wanto yang menyalakan mesin kendaraan."Iya, Pak."Sampai di rumah, niat hati ingin langsung rebah. Kakek Atma sudah menungguku di ruang keluarga. Katanya ingin bicara hal yang penting."Duduklah."Aku melepas sepatu, lantas menggenyakkan tubuh di atas sofa. Mungkin wajahku terlihat agak muram, karena sebenarnya sedang tidak ingin bicara tentang apa pun."
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status