Home / Pernikahan / Dia Istriku Bukan Pembantu / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dia Istriku Bukan Pembantu: Chapter 31 - Chapter 40

48 Chapters

Bab 31

Kami semua bangkit dari kursi makan saat mendengar suara ribut-ribut di depan."Kamu belum makan, Mas? Ya urus aja sendiri perutmu itu, aku juga udah males sama kamu," sengit Mbak Kania."Kaniaaa."Plakk. Tamparan keras mendarat di pipi Mbak Kania.Sontak Mbak Kania memegangi pipinya yang memerah."Berani kamu, Mas?""Berhentiiiii!" Ayah teriak."Pergi kalian dari sini, siang-siang bikin ricuh di rumah orang."Tanpa bicara lagi Mas Haris menarik paksa istrinya pergi.***Sebulan berlalu.[Mbak Kania keluar]Kulihat tulisan notifikasi di grup keluarga."Kenapa nih si ular keluar grup?" Aku bertanya sendiri.Ranti yang mendengar langsung menyahut, "tahu deh penggemarmu masa gak tahu haha.""Isshh."Baru saja kutekan nomor Suci, anak itu sudah memanggil lebih dulu."Hallo.""Kak Ridho, kirim uang buat ibu," kecutnya tanpa basa-basi."Uang buat apa? Kakak 'kan udah kirim minggu kemarin Suci.""Kurang, sekarang anggota rumah makin banyak, biaya makan juga makin gede," jawab Suci tak acuh.
Read more

Bab 32

Setelah 30 menit proses pemadaman pun selesai. Untunglah kebakaran di rumah ibu tak sampai meluas ke rumah tetangga meski rumah ibu hampir semuanya terbakar."Bawa aja bawa langsung ke rumah sakit," seru para petugas yang telah berhasil mengevakuasi Mas Haris.Aku segera bangkit menyiapkan mobilku.Tak butuh waktu lama mobilpun segera melaju membawa Mas Haris yang telah terlihat lemah di pangkuan ibu."Riiiiss Hariiiiiss bangun, Nak, ini Ibu," isak Ibu di jok belakang.Kulihat wajah Mas Haris dari spion, tampak sudah pucat dengan beberapa bagian luka bakar di sekujur tubuhnya.Sementara Suci dan Ranti tak ada yang bicara, mereka diam dengan raut cemas dan sama tegangnya.Entah kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan atau memang ada yang menyengaja, aku juga tidak tahu persis, tapi yang jelas semuanya perlu diselidiki.Sampai ke rumah sakit dalam waktu 20 menit saja, Mas Haris segera didorong ke ruang Unit Gawat Darurat untuk segera ditangani."Ini pasti perbuatan Mbak Kania." Suci mulai
Read more

Bab 33

"Permisi Pak, ada costumer yang ingin melihat model perhiasan terbaru di depan, mau saya yang bawakan atau Bapak?" Seorang karyawan datang ke ruangan kami.Ranti menyahut."Oh ya sini Nur, dia mau lihat apa? Gelang kalung atau cincin?" tanya Ranti."Kalung dan gelang, Bu.""Kamu aja yang bawa ke sana ya, Bapak lagi ada tamu."Ranti lalu mengambil dua kotak perhiasan yang masih dalam plastiknya, sontak hal itu membuat mulut ibu menganga tak percaya."Nah kamu coba kasih lihat yang ini, ini keluaran paling terbaru." Ranti memberikan 2 sampel gelang dan kalung pada Nur.Setelah Nur pergi ibu kembali bicara."Itu emas semua Ran?""Bukan, ini tali karet," jawab Ranti tak acuh.Ibu menjebik sambil menelan ludah."Maafin Ibu lah Ran kalau Ibu punya salah, kamu kecut banget jawabnya heran.""Hmm."Ibu lagi-lagi menjebik, lelah dengan sikap Ranti yang tak mudah dirayunya, beliau lalu bangkit dan berlalu ke depan. Aku segera mengekor takutnya ibu melakukan hal yang aneh-aneh.Dan benar saja, bu
Read more

Bab 34

POV Bu Savitri (ibu mertua)--"Dasar tukang halu, miskin aja sombongnya minta ampun, palingan itu yang anter majikannya, mana ada anaknya kaya raya masa ibunya tinggal di kontrakan hahaha," bisik para tetangga kontrakan rempong yang kebetulan lewat saat aku turun dari mobil Ridho.Hatiku memanas, ingin rasanya aku kembali mencela dan ribut dengan mereka, tapi aku harus tahan, tahaaan karena di pekaranganku masih ada Ranti dan Ridho.Pasalnya mereka itu paling tidak suka dengan sikapku yang urakan, huhh baru saja susah payah tadi meminta maaf sama si Ranti, bisa-bisa anak itu bakal tetep gak percaya padaku kalau aku ribut di depannya."Kami pulang, Bu." Suara Ridho yang pamit permisi diiringi dengan suara klakson mobilnya membuatku sedikit terkejut.Segera aku melambaikan tangan dan dadah-dadah ke arah mereka.Cih, kalau bukan karena sekarang mereka udah kaya raya gak bakal aku mau bersikap manis begini. Gengsiiii.Apalagi si Ranti belagunya keterlaluan, nyebelin banget dia mentang-m
Read more

Bab 35

Pov Ranti---Bang Ridho dan ibu datang dari kantor polisi. Bergegas aku bangkit dan menemui mereka di sofa ruang kerjaku."Gimana katanya, Bang?""Mbak Kania terbukti gak bersalah Ran, dia tetap dibebaskan akhirnya.""Eh kok bisa?""Tahu kepolisian heran banget, Ibu sih yakin mereka pasti disogok sama si Kania," Ibu mertua menyahut kesal.Aku ikut menggigit bibir.Kalau bukan Mbak Kania pelakunya lalu siapa? Apa mungkin ini murni kecelakaan? Ah ngapain juga aku ribet mikirin rumah ibu.Yang udah terjadi biarlah terjadi."Sstt Rid sssttt." Aku menoleh saat mendengar ibu berbisik-bisik pada Bang Ridho.Ada apa lagi tuh mertuaku?"Kenapa, Bu?" tanyaku cepat.Ibu menggeleng sambil nyengir.Aiiih aku sampai geli sendiri melihatnya, tumben-tumbenan ibu mertuaku cengengesan di depanku, biasanya jangankan cengengesan senyum palsu aja gak pernah."Oh ya Ran." Mas Ridho mulai bicara.Aku segera menyimak mengangkat kedua alisku."Soal ibu emm---anu." Bang Ridho menggaruk kepalanya yang tak ga
Read more

Bab 36

Tak lama ibu kembali ke meja makan. Ia tampak marah saat ternyata tak ada apa-apa di dapur.Kusengajakan saja menjilat sendok dengan sangat menikmati bekas makanku."Em kenyaaang," ucapku sambil memegangi perut yang sudah penuh."Heh kamu tuh gak sopan banget, enak-enakan makan sendiri, mana makanan buat Ibu?" Aku mereguk segelas air lalu bangkit dari hadapannya."Makanan buat Ibu? Ya masak sendirilah, punya dua tangan dan kaki buat apa? Enak aja, emang Ranti pembantu?" tandasku seraya pergi menaruh piring bekas makan ke belakang.Saat aku kembali kulihat ibu masih duduk kesal di kursi makan. Kuacuhkan saja, ibu mertua pikir aku akan apa? Akan merasa gak enak begitu? Ya emang sih sebetulnya aku gak enak memperlakukan tamu seperti itu, tapi biarlah habisan aku kesal dengan ucapan ibu mertua tadi.Enak saja mau kuasai rumah ini, emang ia pikir rumah ini warisan nenek moyang nya apa? Hih.---Malam hari saat aku tengah dengan santai menonton televisi.Ibu turun kemudian duduk di sebel
Read more

Bab 37

Ibu masuk ke rumah karena sudah tak tahan dengan sindiranku. Acara belanja sayur pun bubar.Di rumah ibu langsung mengomel."Bisa enggak kamu kalau ngomong sama orang jangan suka nyindir-nyindir begitu?""Siapa yang nyindir? Perasaan Ibu aja kali itu mah, makanya jangan suka punya pikiran buruk sama orang atuh, Bu, hidup jadi gak tenang," balasku santai sambil sibuk memencet remot televisi."Awas aja kau Ranti!" Ibu menghentakan kakinya lalu pergi ke dapur dengan wajah kesal.Aku terkikik sendiri.***Esok hari.Seseorang memencet bel berkali-kali."Siapa sih yang bertamu? Gak sabaran banget."Kreet."Suci?" Aku langsung mengerutkan kening saat melihat Suci yang datang.Kenapa anak ini mendadak datang? Bukannya dia lagi di Surabaya?"Ngapain ke sini?" tanyaku ketus."Kok Kak Ranti nanya gitu? Ya jelas aja Suci ke sini kan ibu ada di sini," jawabnya memelas.Aku menjebik lalu melipat kedua tangan di dada.Males banget kalau ibu udah ada partner nya udah pasti mereka bakal sering bikin
Read more

Bab 38

"Enggak, enggak gitu Ran, maafkan Suci ya Ran, dia itu emang gitu omongannya suka ngasal, tapi sebetulnya Suci ini sayang kok sama kamu."Aku memalingkan wajah. Ibu cepat menyikut si Suci."Ayo minta maaf," bisik Ibu.Suci menggeleng."Minta maaf gak? Atau Ibu juga akan usir kamu."Suci menarik napas berat, kutengok ia sudah menundukan kepalanya di dekatku."Maaf," katanya pendek.Aku menjebik."Minta maaf yang bener Suci," geram Ibu bicara dengan suara yang tertahan.Suci mendengus kesal, ibu melotot ke arahnya."Iya iya, Suci minta maaf, Kak," ucapnya kemudian."Minta maaf buat apa? Supaya kalian aku izinkan tetap tinggal di sini?" tanyaku ketus."Kalau kami tidak tinggal di sini lalu mau tinggal di mana lagi, Nak." Ibu memelas, aku sampai terkejut mendengar dengan lembutnya ibu bicara padaku.Pasalnya selama aku menikah dengan bang Ridho tak pernah sekalipun aku dipanggil 'Nak' dan tak pernah sekalipun juga ibu bicara lembut padaku.Aku selalu dianggapnya benalu, istri yang sudah m
Read more

Bab 39

Bergegas aku membuka pintu kamar."Nih sapo tahu nya." Ibu menyodorkan semangkuk sapo tahu padaku.Aku diam, kuteliti dengan baik mangkuk itu."Kenapa? Kok diem?""Kenapa harus dibawa ke sini?" Aku balik bertanya.Ibu menelan saliva, wajahnya mendadak pucat."M--maksudnya biar kamu cepet makan.""Bawa aja ke bawah nanti Ranti turun."Mau tak mau akhirnya ibu kembali membawa sapo tahunya ke bawah dan aku juga mengekor di belakangnya."Eh sini Ran, sini, duduk." Ibu sibuk menarik kursi makan saat aku datang.Di sana Suci tengah dengan tenang melahap makanannya."Nih sapo tahu nya, kamu pasti suka, ayo dimakan," kata Ibu lagi.Aku melirik sekali lagi ke arah ibu dan Suci.Sebetulnya untuk apa mereka memasukan obat tidur padaku? Astagfirullah bisa saja mereka berniat menggeledah kamarku dan mencari surat-surat rumah ini.Mereka berambisi menguasai rumahku 'kan? Bedebah."Kenapa Kak Ranti malah lihatin Suci? Dimakanlah, tadi 'kan Kak Ranti yang minta dibuatin sapo tahu," ketus Suci.Aku me
Read more

Bab 40

"Kenapa Ibu pucat? Apa jangan-jangan bener ya?" tanyaku lagi tanpa jeda.Ibu menggeleng cepat."Mungkin si Suci kecapekan karena udah pergi seharian ke pasar," jawabnya cemas. Kening ibu mendadak basah oleh keringat dingin."Ah masa? Tapi kok si Suci tidurnya kayak orang kena obat ya?" sindirku lagi, ibu makin tersesak-sesak memegangi dadanya."Hati-hati loh Bu, pemakaian obat tidur berlebihan bisa menyebabkan tidak sadar lagi seumur hidup." Aku berbisik di telinganya. Ibu yang sedang panik makin ketakutan."Apaan sih ngaco aja kalau ngomong.""Dih kalau gak percaya tanya aja sama dokter."Ibu makin cemas, ia berusaha membangunkan anaknya berkali-kali. Sementara aku memilih pergi."Ci Suci bangun hei Suci, masa kamu gak mau bangun lagi sih?"Aku terkikik di tangga. Puas rasanya bisa memberi mereka pelajaran meski entah kapan mereka berubahnya.Aku masuk dalam kamar, bosan juga rasanya tak ada Bang Ridho di rumah, aku jadi kesepian meski ada dua brekele yang selalu bikin ulah.Kubanti
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status