Home / Romansa / Calon Istri Tuan Muda / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Calon Istri Tuan Muda: Chapter 41 - Chapter 50

108 Chapters

42. Bertemu Lagi

Tidak ada yang bicara untuk beberapa saat lamanya di ruang santai itu. matahari mulai merangkak naik ke tahta langit. Kemdian nenek mengangkat wajahnya lalu berkata,   “Ibu penasaran, apa reaksi Fandra ketika tahu Vana keluar untuk masalah pekerjaan. Apakah mereka tidak ada kemajuan?” tanya nenek pada para pelayan yang menjaga Vana.   Ketiga pelayan itu saling tatap lalu menggeleng kecil.   “Setahu kami, tidak. Namun, ada sedikit perubahan sikap Tuan Muda terhadap Nona,” aku Pelayan Mega.   Kabar itu memberi angin segar pada nenek yang segera merespon dengan penuh harap. “Apa itu?” tanyanya tak sabar.   “Mereka tak lagi bertengkar pagi ini, dan kesan Tuan Muda terhadap Nona sedikit berubah, serta sedikit perhatian,” lapornya kemudian.   Meskipun itu mungkin tak menyampaikan arti apa pun, tapi nenek tampak tersenyum penuh arti.   “Tidak ap
last updateLast Updated : 2023-05-08
Read more

43. Tatapan Rindu

Arzal kembali dengan map cokelat besar di tangannya dan tersenyum pada Vana yang menyambut dengan senyuman pula. Pria itu kembali duduk di depannya.   “Aku pikir kau pesan sesuatu, Van,” katanya tak menatap Vana tapi sibuk membuka tali di map itu.   “Aku bilang tidak lapar. Tapi terima kasih untuk jusnya,” kata Vana dan Arzal hanya tersenyum.   Pria itu mengeluarkan beberapa lembar kertas yang berisi tulisan lalu menaruhnya di meja sebelum menjelaskannya pada Vana yang menunggu dengan sabar di depannya. Arzal nyaris tertawa geli begitu melihat keseriusan Vana menunggunya menjelaskan cara kerjanya yang baru.   “Astaga, kau sesenang itu?” katanya.   Vana tak menyahut tapi senyumnya jelas di wajahnya.   “Baiklah. Aku tak akan membuang waktu kalau begitu. Jadi, dengarkan dengan baik apa yang akan aku sampaikan, dan tolong pertimbangkan dengan hati-hati sebelum me
last updateLast Updated : 2023-05-09
Read more

44. Tanggapan

Vana tiba di salah satu restoran yang tak jauh dari tempat pertemuan sebelumnya bersama Arzal. Dia sempat menyetop taksi sebelumnya demi mempersingkat waktu untuk bertemu teman-temannya yang cukup sibuk, dan hanya ada waktu pas jam makan siang.Beberapa tangan melambai padanya begitu memasuki restoran yang ramai. Dia membalas dengan mengangkat tangannya juga dan tersenyum sembari menghampiri meja di sudut ruangan yang di huni oleh beberapa gadis. Ada sekitar empat gadis itu sana, menyambut Vana antusias.“Astaga, Vana!” jerit tertahan seorang gadis yang tampak begitu cantik dengan sapuan make up sedikit tebal, bibir merah yang mengkilap, kelopak mata bereye-shadow pink pastel, da nada sedikit sesuatu yang sebenarnya cukup kentara di bawah matanya. Gadis itu cukup mengetahui banyak hal tentang make up, namanya Giana.“Kau kemana saja, Vana?” tanya salah sati dari mereka yang berkacamata, menatap Vana kangen, dia adalah Sabina. “Susah sekali menghubungimu, yang seolah kau pergi ke suat
last updateLast Updated : 2023-05-10
Read more

45. Mengamati Perubahan Ekspresi Vana

Sepanjang sisa makan siang itu Vana habiskan dengan diam, pikiran dan hatinya ribut sehingga dia hanya membiarkan cerita teman-temannya lewat begitu saja. Dan sekali lagi, selalu, Heda yang memperhatikan dalam diam, menelisik ekspresi wajah Vana yang berubah setiap kali nama Fandra disebutkan.“Menyebalkan. Dia ternyata terkenal sekali,” batin Vana memberengut dalm diam.Tapi dia tak bisa mengatakannya juga kalau dia menjadi calon tunangannya Fandra kepada yang lain. Bagaimana reaksi mereka bila Vana mengatakannya? Adakah kemungkinan dia dijauhi dan dibenci?“Astaga! Aku bisa telat masuk,” pekit tertahan dari Angela setelah melirik jam yang melingkar di tangannya.Vana mengangkat wajah untuk memperhatikan yang lainnya.“Vana, sori, aku harus kembali ke kantor. Trimis udah ketemu dalam keadaan sehat wal afiat,” kata Angela sambil bangun dari duduknya mengulurkan tangan pada Vana yang ikut bangun. “Sampai jumpa lagi Vana. Tetap kontakan walau hanya sehari sekali, plis,” lanjutnya dengan
last updateLast Updated : 2023-05-16
Read more

46. Mencari Alamat

“Sori bikin kau menunggu aku yang tiba-tiba labil gini,” kata Vana setelah puas dengan perasaan dan pikirannya barulah melirik Heda. “Tak apa. Aku baik saja, santai saja Van,” balas Heda menyentuh lengan Vana yang mengangguk kecil lalu membuang napasnya. Masih tak percaya dengan pengamatannya sendiri, Heda mengalihkan pandangan ke arah lain untuk mencari penghiburan. Setelah menghabiskan jus yang dipesan Heda untuknya, Vana melirik jam dan menimbang lalu bergumam, “sebaiknya aku pulang saja.” Heda mendengar gumamannya itu. “Mau aku antar?” tawarnya menatap Vana yang sepertinya dalam kondisi kurang baik untuk dibiarkan sendiri. Sejak beberapa menit lalu dia jadi banyak termenung. Bila dia menggunakan kendaraan umum Heda khawatir Vana melewatkan alamat yang telah menjadi tempat tinggalnya belakangan. Vana mengangkat wajahnya untuk menatap Heda, mengamatinya beberapa saat dan seolah Vana mengerti tawaran sahabatnya itu, dia akhirnya mengangguk. “Ya, tolong. Rasanya aku terlalu les
last updateLast Updated : 2023-05-16
Read more

47. Mengingatkan

Mobil Heda tiba di depan gerbang besar rumah itu. Vana menurunkan kaca jendelanya untuk mengonfirmasi dirinya. “Aku kembali,” katanya singkat sambil tersenyum yang segera dibalas oleh penjaga dan memberi isyarat pada rekannya untuk membuka pintu. “Penjagaannya cukup ketat,” komentar Heda sambil menyetir. “Yeah,” sahut Vana, mengangguk. Mobil melewati halaman luas dan sampai di lapangan. Heda mengikuti instruksi Vana untuk berhenti de depan air mancur. “Astaga. Ada Nenek,” ujar Vana terkejut ketika mobil berhenti. Nenek yang baru saja berjalan dari koridor menuju lapangan yang biasa untuk parkir mobil menoleh. Vana segera keluar dari dalamnya setelah menepuk pundak temannya untuk ikut turun. “Nenek,” panggil Vana sambil mendekat, sedikit berlari. Wanita tua itu tersenyum lebar melihat kepulangan Vana seolah sejak tadi nenek menunggunya. “Kamu sudah kembali,” sambut nenek senang. “Ya. Apa yang sedang Nenek lakukan di sini?” tanya Vana meraih tangan keriputnya. “Hendak jalan- j
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more

48. Siapa Aku?

Senja tampak begitu indah ketika mereka memutuskan untuk berhenti sejenak di salah satu kursi taman yang terlindungi oleh dedaunan sehingga cahaya matahari tak menyorot langsung mereka.Vana masih diam, sedikit kesal mengingat teman-temannya yang ternyata mengenal Fandra, bahkan mendambanya melebihi dirinya. Kebencian kembali hadir dalam diri Vana untuk Fandra setelah mereka mulai baikan. Tiba-tiba dia mendadak enggan untuk bertemu pria itu dan otaknya merencanakan untuk menghindarinya sebisa mungkin nanti.“Oh ya, Vana, kamu bebas bukan besok?” tanya nenek.“Ya. Kenapa?” Vana menatap nenek bingung tapi senyum lebar dan hangat di wajah tua itu membuatnya penasaran.“Temani Nenek berkunjung ke rumah salah satu teman baik, bisa?” tanyanya lagi.Sesaat Vana terdiam kemudian mengangguk kecil.“Bisa. Ke manapun Nenek ingin aku temani, aku siap,” katanya percaya diri yang mengundang tawa nenek untuk berderai.“Kamu pasti akan menyukainya,” kata nenek pelan tapi tak menjelaskan apa pun, meng
last updateLast Updated : 2023-05-27
Read more

49. Kesan Dirinya

Pagi sudah berganti tapi Vana tidak turun untuk sarapan sampai membuat para pelayannya cemas tapi dia bilang baik-baik saja dan sedang memilih baju untuk pergi bersama nenek. “Tapi langit mendung pagi ini,” katanya sedikit mengeluh. Vana menghentikan aksinya mematut diri di cermin sambil memegang dress abu tanpa lengan. Dia mendesah melihat pantulan tiga pelayannya yang muram dari cermin. Maka dia berbalik. “Ayolah, jangan kalian juga semendung pagi di luar sana,” tegurnya. “Tapi kami khawatir karena Nona tidak turun untuk sarapan,” kata pelayan keduanya. “Benar. Kami takut Nyonya marah,” tambah pelayan ketiga. “Hush. Kalian tidak boleh begitu,” ujar pelayan Mega menegur rekannya di belakang. Keduanya langsung terdiam dan menunduk. Mendengar itu Vana menelengkan kepalanya, menghe
last updateLast Updated : 2023-05-28
Read more

50. Perjalanan

“Sampai jumpa lagi. Semoga perjalanannya menyenangkan,” kata Diana, ibu dari Fandra itu mengantar kepergian nenek dan Vana di depan rumah besar tersebut. “Sampai jumpa lagi,” balas nenek sebelum masuk ke mobilnya. Vana masih tetap tinggal di situ setelah menutup pintu saat nenek masuk. “Vana,” Diana menghampiri, menyentuh lengan Vana lembut. “Tolong jaga Nenek. Dia pasti senang bisa bertemu dengan temannya. Semoga kamu juga menikmati perjalanan ini,” katanya. Senyum Vana hadir di wajahnya, menenangkan wanita itu yang meskipun kata-katanya menghibur, dalam nada bicaranya terdengar kecemasan. Vana tahu itu. “Ibu tak perlu khawatir, aku akan menjaganya dengan baik. Kalau begitu, aku permisi dulu,” kata Vana. Diana mengangguk kecil dan membiarkan Vana masuk ke mobil dan duduk di samping nenek. Wanita can
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more

50. Dia Adalah?

Seorang wanita seusia nenek menyajikan teh hangat untuk mereka begitu duduk di kursi berbahan rotan. “Terima kasih,” ucap Vana pada wanita itu yang membalasnya dengan senyuman lalu duduk di kursi lain. “Tempat ini sama sekali tak banyak berubah,” kata nenek setelah matanya menjelajahi tempat itu. Mereka berada di sebuah lembah, tepat di kaki gunung. Di sekitar situ rumah-rumah tak berdekatan, seperti permukiman yang Vana lihat dalam perjalanan tadi. Rumah itu berjarak, kira-kira terhalang dua kebun ketika dia mengamatinya tadi. “Kami tak banyak mengubahnya. Masih menikmati suasana seperti dulu. Aku senang kau datang, Xu Mei. Sudah lama sekali sejak terakhir kali kau berkunjung,” kata wanita itu menatap nenek. “Ya. Sudah lama sekali. Mungkin, setelah kepergian suamiku waktu itu, aku datang untuk menenangkan diri,” kata nenek.
last updateLast Updated : 2023-06-03
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status