Home / Romansa / Dosen Dudaku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dosen Dudaku: Chapter 31 - Chapter 40

48 Chapters

31. Pengantin Baru (21+)

Pov AuthorAndini menangis melewati malam perkenalan dengan Edo. Gadis yang sudah tak gadis lagi itu, terisak sesegukan sambil memunggungi suaminya. Selimut tebal ia tarik hingga menutupi seluruh tubuh hingga kepala. Devano menjadi merasa sangat bersalah. Dia tak bisa menahan diri untuk bereksperimen kembali dengan Edo. Hingga melukai Andini. Namun di sisi lain, ia merasa senang tak terkira, karena memang bersama Andini'lah keperkasaannya bisa kembali aktif. Setelah belasan tahun mati suri."Sayang, maaf ya," bisik Devano sambil menyentuh pelan kain selimut yang menutupi seluruh tubuh istrinya.Tak ada sahutan. Hanya isakan dan suara air hidung yang ditarik berkali-kali, yang sampai ke telinganya. Mungkinkah Andini benar-benar marah padanya? "Apa yang harus kulakukan?" gumam Devano sembari menggigit bibirnya."Saya rela kamu hukum apa saja, asal jangan nangis," katanya lagi sambil terus membujuk sang istri. Selimut yang menutupi seluruh tubuh Andini akhirnya terbuka hingga memperliha
Read more

32. Kakak Seperguruan

POV AuthorDua satu plusAndini dan juga Devano sudah berada di depan rumah keluarga Andini. Mereka sengaja tiba lebih awal, agar bisa bertemu dengan seluruh anggota keluarga. Andini mencoba membuka pagar, tetapi tidak bisa karena masih terkunci. Itu pertanda subuh tadi, papanya tidak berangkat salat Subuh di masjid."Assalamualaikum, Andrea, Aleta!" teriak Andini. Devano meletakkan telunjuk di bibirnya, maksud hati memberitahu Andini agar tidak terlalu histeris memanggil orang di dalam rumahnya."Kalau suara saya pelan, tidak ada yang buka pintu. Jadi, harus keras manggilnya, Pak," ujar Andini sudah bersiap dengan menarik napas kembali, hendak berteriak kembali."Aleta! Andrea! Buka woy!" Andini berteriak lebih keras. Namun yang keluar bukanlah anggota keluarganya, tetapi para tetangga yang keluar dari rumah mereka. Andini dan Devano langsung menjadi pusat perhatian. Lelaki itu menempelkan kedua telapak tangannya, lalu diletakkan di dada. Tubuhnya juga sedikit membungkuk, tanda permo
Read more

33. Di Kampus

"Pokoknya saya gak mau, kalau sampai teman-teman di kampus tahu, jika kita sudah menikah," tukasku saat tengah memasang tali sepatu sneaker. Pak Dev mengangguk, sambil mengunci pintu rumah."Memangnya kenapa gak boleh tahu?" tanyanya kemudian. Aku memutar bola mata malas, lalu menoleh pada suamiku yang nampak serius menunggu jawaban. Lelaki setengah baya itu duduk di sebrangku, sambil terus menatap ke arahku. "Gak boleh, selagi belum menikah secara negara. Ada tentara yang menembakkan senjatanya ke langit saat kita berjalan memasuki ruang akad. Ada juga pasukan yang mengiringi kita di belakang, dengan seragam serba putih," ujarku dengan antusias. Ah ... Benar-benar pernikahan impianku selama ini."Mm ... Itu kalau nikah sama tentara atau polisi, baru ada pasukan serba putih yang mengiringi. Karena nikahnya sama saya, pasukan serba putihnya bukan tentara, melainkan pocong. Ha ha ha ...." jawaban Pak Dev membuatku sangat kesal. Aku bangun dari duduk, lalu berjalan lebih dahulu keluar d
Read more

34. Andini Diajak Pacaran

POV AuthorAndini tersentak saat mendengar ucapannya sendiri. Wajahnya mendadak membeku dengan sorot mata begitu ketakutan. Devano meti-matian menahan tawa. Lelaki itu baru sadar, saat Andini mengacamnya dengan kalimat sakti. Tanpa ia jawab pun, Andini pasti tahu jawabannya. Tidak mungkin ia tidur di luar kamar, tanpa memeluk istrinya. Hal konyol yang sangat romantis menurut lelaki itu adalah bisa bebas memeluk sang istri sedari malam hingga menjelang pagi.“Lu bilang apa barusan, Din?” tanya Tuti dengan wajah penasaran. Andini mengibaskan tangan, sebagai tanda bahwa temannya itu harus menbagaikan ucapannya barusan. Andini berjalan acuh menuju meja, masih dengan penampilan sarung yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Mulai dari kepala hingga betis. “Saya kirain mahasiswa aneh, ternyata lebih dari aneh. Ya sudah, biarkan saja Andini seperti itu. kita mulai kuis hari ini,” seru Devano pada seluruh penghuni kelas.“Pak Dev, baru juga balik dari cuti, udah kasih kuis aja,” celetuk
Read more

35. Andini Berubah

"Kamu belum tidur?" Andini terlonjak kaget, lalu dengan wajah kaku menyembunyikan ponselnya ke bawah bantal. Devano meraih lampu tidur, kemudian menyalakannya. Sudah tiga malam istrinya selalu tidur larut malam. Pria itu mengusap kedua matanya karena pandangan masih samar, untuk memastikan sekarang pukul berapa."Ini mau tidur," jawab Andini berbohong. Devano duduk bersandar pada punggung ranjang, lalu menarik istrinya ke dalam dekapan."Ini sudah pukul dua dinihari. Kenapa baru mau tidur jam segini?" tanya Devano dengan suara dibuat selembut mungkin."Nonton Drakor, Pak," jawab Andini kembali berbohong. Tangannya membeku di atas dada Devano. Tidak biasanya seperti ini. Jikalau istrinya ini belum benar-benar bisa menerima kondisi mereka sekarang, namun suara dan gestur tubuhnya tidak sekaku ini. "Mm ... Begitu ya?" Devano memasukkan tangannya ke dalam piyama tidur Andini. Gadis itu refleks menahan tangan Devano, membuat pria itu kebingungan. Aneh sekali, tidak pernah Andini menolakny
Read more

36. Perjanjian

POV Author"Sudah sejak kapan?" tanya Devano dengan suara dingin. Tangannya dilipat di dada, dengan tatapan lurus pada Andini yang masih diam mematung di depannya."Sejak kapan, Sayang?" lelaki itu berusaha menekan suaranya. Emosi dan harga diri sebagai suami sedang ia kesampingkan. Andini tidak seperti gadis lain yang bisa dikasari, atau dicecar dengan emosi. Masalah dengan pemahaman dan telinganya juga salah satu sebab, Devano harus bersabar pada istrinya dan meminta penjelasan tanpa urat leher."Apanya?" tanya Andini masih dengan kepala menunduk."Rajin WA dan antar jemput dengan Abu. Sudah sejak kapan? Apa sebelum kamu pergi, sudah dekat seperti itu?" tanya Devano dengan suara begitu lembut dan hati-hati. Jika tadi tangannya ada di dada, kali ini Devano meletakkan kedua tangannya di atas meja makan. "Belum lama. Setelah jadi istri Pak Dev," jawab Andini lesu. Gadis itu masih sibuk memainkan ujung baju tidurnya, sambil sesekali menguap. Ini sudah pukul dua dini hari dan dia masih
Read more

37. Suara Emas Andini

“Bagaimana kalau kamu membuatkan saya teh terlebih dahulu?” bisik Devano sembari menarik ujung rambut ikal istrinya, lalu menciuminya dengan begitu lembut.“Makan di restorannya kapan?” tanya Andini lagi dengan wajah sedikit kesal. “Setelah saya menghabiskan segelas teh buatan istri tercinta,” balas Devano lembut. Dengan malas, Andini turun dari ranjang secara perlahan dan langsung menuju kamar mandi. Pinggang yang berlenggak-lenggok tanpa busana menuju arah kamar mandi, membuat Devano menggelengkan kepala sambil mengulum senyum. Jauh di dalam hatinya, apapun akan dia perbuat untuk mempertahankan pernikahannya, dengan caranya.Setelah menghabiskan teh buatan Andini, Devano pun menepati janjinya untuk membawa sang istri makan malam di restoran. Walau sudah pukul delapan malam, tetapi tidak menghalangi semangat Andini untuk menikmati malam sabtu bersama suaminya.Bukan restoran mewah yang bertabur lilin aroma terapi yang begitu romantic, tetapi Devano memilih warung pecal lele pinggir
Read more

38. Kebahagiaan Devano

"Mau ke mana, Pak?" tanya Andini heran, saat Devano menarik tangannya. "Kita ke dokter kandungan. Kamu telat datang bulan udah sepekan, Benarkan? Bukan telat yang lain?" tanya Devano sembari mengurus pendaftaran untuk ke poli kandungan. Andini tersenyum di balik punggung suaminya. Dia tidak mau menjawab, takut salah. Lebih baik, biarkan dokter yang memeriksa keadaannya yang sebenarnya. "Masih nomor lima belas. Tandanya kamu masih sempat makan dulu. Yuk, kita ke kantin," ajak Devano, sambil menarik tangan Andini kembali untuk berjalan ke arah kantin.Andini memperhatikan gerakan suaminya yang cukup canggung. Pria dewasa itu memesan aneka makanan dan minuman untuknya. Duduknya saja tidak tenang dan berkali-kali meremas jari. "Kenapa pesan makanan banyak sekali?" tanya Andini seraya menikmati jus jambu biji yang baru saja diletakkan pelayan kantin di mejanya. Matanya melebar dengan memperhatikan satu per satu makanan yang ada di meja. Ada juga soto Betawi, ayam bakar, sayur karedok,
Read more

39. Bertemu Emir dan Aminarsih

Hari Minggu pagi, Devano memilih untuk berolah raga lari di sekitaran kampus. Sedangkan Andini, memilih duduk di teras sambil memainkan ponselnya. Gadis itu tidak diijinkan ikut, karena bisa membahayakan kondisi kehamilan mudanya. Devano benar-benar menjaga kehamilan Andini. Untuk memasak saja, dia tidak ijinkan. Untuk sepekan ke depan sampai hasil tes akurat, Devano memilih memesan catering untuk makan sore mereka.Apakah orang tua Andini sudah mengetahui kondisi putri mereka saat ini? Tentu saja belum. Devano juga tidak mengijinkan Andini memberitahu Anton, karena hasil tes itu belum akurat. Segera setelah semuanya jelas, maka Devano akan memberitahu semua orang. Pria dewasa itu bahkan sudah mulai menyiapkan pesta pernikahan yang akan digelar, tepat usia kehamilan Andini tujuh bulan nanti."Istriku sedang apa?" tegur Devano yang baru saja sampai di rumah dengan wajah berpeluh. Aroma keringat yang sebenarnya tidak menjadi masalah saat dulu, sekarang membuat Andini tidak tahan. Rasan
Read more

40. Perlakuan Spesial dari Devano

Andini merangkul erat lengan Devano dengan gemetar. Gadis itu sama sekali tidak mau mengangkat wajahnya, karena ada Adam yang kini duduk persis di depannya dengan wajah marah dan nampak tidak terima. Dia menyembunyikan sebagian wajah di balik punggung Devano. Keadaan yang seharusnya hangat, menjadi kaku dan menegangkan. Aminarsih tidak paham dengan yang terjadi, wanita setengah baya itu dan suaminya memandangi tamu dan juga anak angkat mereka secara bergantian.“Pak, pulang yuk!” bisik Andini takut-takut. Devano menoleh ke samping, lalu mengusap lembut tangan istrinya. “Kenapa? Baru juga sampai. Gak usah takut sama Adam. Kamu dan Adam sudah tidak punya hubungan lagi’kan?” ujar Devano dengan suara cukup jelas untuk di dengar oleh semua orang yang ada dalam ruang tamu.“Adam, sekarang Andini sudah menjadi istri saya dan insyAllah sedang mengandung. Jadi ….” “Apa?” semua orang di sana, termasuk Aminarsih membelalakkan mata tidak percaya dengan pengakuan Devano.“Wah, hebat sekali.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status