Netra mereka saling bersitatap beberapa detik. Hingga akhirnya masing-masing dari mereka membuang pandangannya ke arah lain."Kenapa masih mengharapkan ku, sedangkan di luar sana begitu banyak wanita yang lebih baik dan lebih segalanya dari aku," tanya Arumi."Yang lebih darimu memang begitu banyak. Tapi, apakah hati bisa dipaksakan untuk mencintai orang lain? Nggak bisa, Rum," jawab Daffa seraya menghela napas panjang."Coba belajar untuk melepaskan, merelakan dan mengikhlaskan, Mas," sahut Arumi lagi."Nggak bisa, Rum.""Sudah malam, sebaiknya Mas Daffa pulang. Nggak enak jika dilihat dengan tetangga," imbuhnya.Daffa mengangguk--mengiyakan ucapan Arumi. Dengan berat hati ia pun gegas pergi meninggalkan halaman rumah Arumi."Kenapa harus seperti ini," desah Arumi."Siapa, Nduk?"Tiba-tiba saja Bapak sudah ada di belakang Arumi. Arumi terkejut sampai bungkus buah pemberian Daffa itu terlepas dari genggaman tangannya."Mas Daffa, Pak," sahut Arumi.Bapak menilik wajah putri bungsunya
Terakhir Diperbarui : 2022-12-20 Baca selengkapnya