Semua Bab Identitas yang Tersembunyi: Bab 11 - Bab 20

29 Bab

11. Salah Paham

Situasi Haven tampak sangat damai, di halaman depan rumah ada seorang wanita yang sedang asyik menyiram tanaman. Ketika Nathan datang dengan mobil putihnya, wanita itu langsung menyambut dan mengajak Nathan masuk ke dalam rumah. "Jo sudah menunggu di ruang kerja, di sana juga ada Julius, baru datang malam tadi," ucap wanita itu. "Julius? Sejak kapan dia ada di Korea Selatan?" gumam Nathan, jawabannya akan dia temukan setelah berjumpa langsung dengan kawan dekatnya tersebut. Sampai di sana, Nathan melihat Johansson sedang duduk dan fokus pada komputer, sedangkan Julius yang berdiri di sampingnya langsung tersenyum semringah saat menyadari kehadiran Nathan. "Apa kabar, Davis? Wah, kulihat kau semakin bugar, apa kehidupan pernikahanmu berjalan dengan lancar?" tanya Julius selagi berjabat tangan. Nathan tersengih. "Begitulah. Omong-omong, sejak kapan kau datang ke Korea dan untuk hal apa?" "Dua hari lalu, aku ditugaskan untuk ikut bersama Duta Besar dalam pertemuannya dengan Perdana
Baca selengkapnya

12. Mata-mata?

Tiga hari sejak kejadian tak menyenangkan yang dialami oleh pasangan suami istri itu, mereka berdua masih saling mendiamkan. Sempat beberapa kali Nathan mengajak Diana berbincang, tetapi hasilnya nihil, Diana tetap kukuh merajuk pada suaminya itu. Bahkan ketika tidur pun, Diana mengambil tempat paling pinggir di kasurnya agar tak bersentuhan dengan Nathan. Pada awalnya, Diana 100% sadar dengan apa yang ia lakukan, namun saat melihat Nathan yang tampak hilang semangat dan mulai tak peduli padanya, hati Diana tiba-tiba terasa sakit. Ada waktu di mana Nathan hanya tersenyum saat mereka berpapasan, tidak menyapa atau mencoba berkomunikasi dengannya kemudian langsung berangkat dari rumah. Ya, pagi ini. Pagi ini Nathan melakukan itu. Dan Diana benar-benar dibuat menyesal. "Aku tidak bisa datang hari ini, Kak, maaf," ucap Diana kepada manajernya dalam sambungan telepon. Dia menutup dan menyimpan benda pipih itu di atas meja, lalu beranjak ke dapur sebab ingin membuat minuman hangat untuk
Baca selengkapnya

13. Dia Mengetahui Semuanya

Merenung, sepertinya adalah kegiatan rutin Nathan akhir-akhir ini. Bukan tanpa alasan. Siang tadi, dia mendapat pesan dari Johansson untuk segera memutus hubungan dengan semua orang yang ada di Korea Selatan, termasuk Diana. Padahal, tadinya Nathan ingin mengajak Diana berlibur, namun dia tidak punya banyak waktu. Selama ini, Nathan menganggap bahwa pernikahannya dengan Diana akan berlanjut sampai mereka tua. Namun kemudian dia sadar, pernikahannya itu tidak suci, hanya main-main dan merupakan bagian dari rencana yang tak bermoral. Dia tidak ingin meninggalkan Diana, tidak pernah ingin. Namun dia harus. Bohong jika Nathan berkata bahwa dia tidak jatuh cinta kepada Diana. Dia jatuh cinta, dengan sangat dalam. Tiap ucapan, tiap pemikiran, tiap senyuman, tiap-tiap bagian dalam diri Diana, Nathan mencintai semuanya tanpa terkecuali. Perasaan yang awalnya ia sangkal, justru tumbuh semakin besar. Dan perasaan itu seharusnya tidak pernah ada. Sudahlah, percuma saja Nathan berandai-andai
Baca selengkapnya

14. Saat-Saat Terakhir

Dua orang itu duduk berjauhan dan saling terdiam, tak ada sedikitpun ekspresi yang tampak di wajah mereka. Diana berada di pojok kepala kasur, bersandar sambil memeluk bantal dan pandangannya tertuju jauh ke arah balkon. Sedangkan suaminya, Nathan, duduk di tepi kasur setelah memperlihatkan surat cerai yang kini tergeletak tak berguna di antara mereka. Lamunan keduanya berlangsung cukup lama, memikirkan betapa sulitnya untuk mengakhiri hubungan saat tidak ada perkara yang terjadi, kecuali perbedaan. Sayang, mereka harus kembali menjalani hidup sesuai profesi yang bertentangan satu sama lain. Diana dengan hidupnya yang bergelimang harta dan popularitas, yang selalu disorot kamera dan disebarkan ke seluruh media. Sementara Nathan, dia bergerak di 'bawah tanah' agar baunya tak sedikitpun dicium oleh lawan. Hal itulah yang seolah memaksa mereka untuk melakukannya, perpisahan. "Diana ..." "Pergilah." Ketika itu, Nathan lebih dulu membuka suara, namun Diana langsung menyela dengan suara
Baca selengkapnya

15. Misi Sukses

"NATHAN LEE! KELUAR KAU!"Teriakan itu menggelegar ke segala penjuru rumah. Diana yang sedang berada di dapur lantas berlari ke arah depan dan menemukan James Park dengan amarah yang berapi-api. "Diana! Katakan di mana Nathan Lee! Aku akan membunuhnya sekarang juga!" ketus James.Diana menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak ada, dia sudah pergi," katanya. Pria paruh baya itu segera mendekat dan mencengkeram kedua bahu Diana, pandangannya tajam menusuk, sama seperti suaranya ketika dia bicara, "Ke mana perginya Nathan Lee? Jelaskan apa yang kau maksud, Diana Park! Apa kau tahu bahwa dia adalah mata-mata? Dia mencuri informasi perusahaanku! Dasar keparat sialan itu! Katakan ke mana dia pergi!" "A-aku tidak tahu, Ayah. Dia pergi tadi malam. Aku tahu siapa dia, dan ... kami sudah bercerai," gumam Diana sembari tertunduk menyembunyikan rasa takutnya. "Kenapa? Kenapa kau membiarkannya pergi?!""Mana kutahu! Jangan salahkan aku atas perbuatan yang sudah Ayah lakukan! Kenapa Ayah bisa
Baca selengkapnya

16. Kembali Berkelana

Pulang, adalah waktu yang paling dinantikan oleh Nathan. Liburan musim dingin tahun ini akan sepenuhnya ia gunakan untuk pulang ke Connecticut, kampung halaman, tempat orang tua dan kedua adiknya tinggal. Meski tugas menuntut Nathan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, rumah paling nyaman tentulah ada di Kota Ridgefield. Dia turun dari bus dengan senyuman gembira. Sembari menggendong tas punggung, kakinya melangkah lebih jauh ke dalam kompleks perumahan yang hijau dan asri, hingga akhirnya tiba di depan hunian bertingkat gaya Amerika. Nathan, sejatinya hanyalah seorang anak yang sedang merindukan rumah, begitu melihat sang ibu keluar dari pintu untuk menyambutnya, senyuman Nathan langsung terlukis amat lebar dan segera menghampiri wanita baya bernama Sarah itu. "Austin, akhirnya kau pulang. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihatmu pulang dengan selamat." Sarah menangkup wajah anak sulungnya dengan bangga."Aku ingin eggnog hangat buatanmu," celetuk Nathan, itu
Baca selengkapnya

17. Kriminal

"Romano Emanuel? Kau sungguh-sungguh ingin bergabung dengan organisasi kami? Posisi apa yang kau harapkan?"Tatapan menantang dari mata setajam tombak itu tertuju kepada sosok lelaki yang berdiri di tengah ruangan. Dentingan metronom terdengar begitu keras, membuat atmosfer dalam ruangan mewah bergaya Eropa itu kian mencekam. "Kapten." Tanpa bergerak sedikitpun, orang yang disebut Romano menjawab.Gelak tawa meremehkan keluar begitu saja dari mulut seorang Victor Provenzano, bos besar mafia dari klan Provenzano. Lengkap dengan topi fedora dan jas hitam yang membalut tubuhnya, Victor berjalan menghampiri Romano. Dia dapat mengetahui semua riwayat hidup Romano dari berkas yang telah diberikan oleh ajudannya. Namun, tentu saja data dan informasi dalam berkas alakadarnya itu adalah palsu.Satu hal yang baru saja Romano ketahui, para mafia di Italia belum menggunakan teknologi canggih untuk membantu pekerjaan mereka. Tentu saja, pada bidang teknologi dan informasi, Romano yang paling ungg
Baca selengkapnya

18. Menjadi Anggota Mafia

"Apa tujuanmu mengundangku kemari?" Romano memberikan pertanyaan tersebut kepada Luiza, tepat setelah dirinya duduk pada sofa yang ada di dalam 'ruang beracun' milik wanita itu. Romano memang mendapat undangan lewat surat kertas dari Luiza untuk datang ke tempatnya malam itu. Saat datang, dia dibuat heran karena ruang beracun yang kiranya benar-benar 'beracun' itu ternyata hanya sebuah kamar normal dan wangi khas perempuan. Mungkin, parfum dengan aroma menyengat hidung adalah racun yang dimaksud oleh Luiza. "Sebelum itu, mari kita minum terlebih dahulu! Ini adalah anggur buatan Italia yang sudah difermentasi selama belasan tahun. Makin lama waktu fermentasi, makin nikmat pula rasa anggur ini." Luiza mengangkat gelas anggurnya, disusul oleh Romano yang segera menyesap minuman tersebut. "Baiklah, aku akan membaca tata tertib dan aturan organisasi untuk kau pahami." Luiza tersenyum manis, kemudian bangkit dan berdiri di hadapan Romano sembari memegang kertas kuning, kemudian mulai be
Baca selengkapnya

19. Mantan Ahli Ledak

Asap tipis mengepul dari cangkir teh yang baru saja diseduh oleh pemiliknya. Luiza berjalan santai ke ruang tengah seraya membawa cangkir teh tersebut dan membiarkannya hangat di atas meja. Sementara itu, dia pergi untuk mengambil sebuah buku dari rak besar di sudut ruangan. Waktu luangnya memang sering ia habiskan untuk membaca buku dan menambah pengetahuan baru. Alih-alih novel cinta, Luiza memilih buku filsafat sebagai cerita yang menarik. Kaki jenjangnya menyilang di atas meja dan punggungnya bersandar pada sofa, kehangatan sore hari menambah fokus dan rileks. Tempat yang ia tinggali saat ini adalah rumah singgahnya di markas, yang di atas pintunya terdapat papan 'ruang beracun.' Hanya sampai pada lembaran ke empat, dirinya berhenti membaca akibat suara ketukan pintu yang menganggu. Luiza menutup buku dengan kesal, lalu melemparnya sembarang dan beranjak ke depan. Romano telah berdiri dengan percaya diri ketika Luiza membuka pintu. Wanita itu lantas tersenyum simpul dan mempers
Baca selengkapnya

20. Dasar Iblis!

Dering ponsel mengalihkan atensi Romano yang baru saja keluar dari kamar mandi, selesai menyegarkan tubuh yang lelah akibat belum sepenuhnya beradaptasi pada pekerjaan baru. Siapa sangka, bergabung dengan kelompok kriminal itu sangat melelahkan. Romano harus memeras orang-orang kaya setiap hari dan menggunakan kejahatan yang butuh tenaga lebih banyak. Cukup berlawanan dengan tugasnya sebagai agen intelijen yang hanya perlu mempermainkan pikiran. Dia berdecak malas saat mengambil ponsel, ada nama Leo di layar yang langsung membuatnya mengangkat panggilan tersebut. "Kapten sudah menunggumu."Matanya melirik jam dinding, belum genap pukul tujuh pagi. Lelaki itu segera menutup telepon dan beralih mengenakan pakaiannya. Kemeja putih, celana dan jas hitam menjadi setelannya hari ini. Satu kesamaan dengan pekerjaan asli, selalu tampil rapi. Romano juga tidak lupa menyisir rambutnya ke belakang, mengekspos dahinya dengan sempurna. Rahang tegas dan alis tebal membuat wajahnya berkharisma,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status