All Chapters of Tangisan Bayi Di Depan Pintu Rumahku: Chapter 21 - Chapter 30

32 Chapters

Bab 21. Hilangnya rekaman CCTV

Semua karyawan kantor tempat di mana mas Gibran mendirikannya langsung menunduk hormat begitu sang CEO beserta istrinya yaitu aku masuk melewati pintu. Aku membalas sapaan mereka dengan senyuman, tapi mas Gibran hanya membalasnya dengan anggukan kepala saja. Aku dan mas Gibran masuk ke dalam lift khusus para petinggi perusahaan, karena memang di kantor ini ada dua lift. Satu lift khusus para petinggi perusahaan dan satu lift lagi khusus karyawan. Begitu lift tertutup, mas Gibran menoleh ke arahku. Pandangan matanya penuh keingin tahuan, mungkin karena penasaran dengan apa yang akan aku rencanakan sekarang. Aku hanya tersenyum tenang, balik menatap mas Gibran dengan satu alis terangkat. "Aku tahu kalau aku ini cantik, tapi jangan juga terus menatapku. Lihat ke depan, sebentar lagi lift akan berhenti.""Apa rencanamu, sayang? Mas penasaran sekali." Mas Gibran menatapku dengan pandangan memelas, ingin tahu apa yang sedang kurencanakan. Aku hanya tertawa pelan, menepuk pipi mas Gibran
Read more

Bab 22. Saatnya beraksi

"Ada apa dengan wajahmu, kenapa mendadak pucat begitu? Juga denga suaramu, kamu terlihat gugup terkesan ke arah takut. Apa aku semenyeramkan itu?" Aku melipat tangan di depan dada, tersenyum tipis sambil menatap OB di depanku dengan pandangan penuh guyon. "Ti-tidak sama sekali, I-ibu cantik." Jawab OB di depanku dengan tetap tergagap. Aku mengangguk, "oh ya, lalu cantikkan mana aku sama si Novi?" "I-ibu lah."Kaki sang OB langsung gelisah, tangannya juga saling meremas satu sama lain. Bahkan aku mendengar napasnya yang memburu. Tidak salah lagi, pasti OB ini tahu sesutu. Aku menggeleng pelan, lalu bergerak melangkah ke arah pintu. Semua gerak-gerikku aku tahu OB ini perhatikan, tapi aku sengaja acuh dan langsung mengunci pintu.Aku mencabut kunci, berbalik menghadap ke arah sang OB. "Kamu tahu sesutu bukan tentang insiden saat itu. Di mana si Novi memberikan kopi pada suamiku hingga langsung jatuh tertidur. Jawab dengan jujur! kalau tidak akan aku suruh Mas Gibran memecatmu sekaran
Read more

Bab 23. Melawan balik wanita ular

Baru aku mau ke luar, suara menyebalkan penuh drama si Novi terdengar. Aku menghentikan langkah, ingin mendengar sejauh mana wanita ular itu memainkan drama seorang perempuan ternoda. "Ibu, pak Gibran membuangku.""Tidak, Gibran hanya belum bisa menerima kenyataan saja. Kamu mengandung cucuku, jadi jangan takut. Mamah pasti bela kamu, kalau perlu Mamah paksa Gibran supaya mau nikahin kamu segera. Kasihanxong cucu Mamah nanti lahir gak punya ayah." Ucap mamah mertuaku sambil mengelus-elus punggung si ular Novi. Mamah? Bahkan mamah mertuaku itu sudah memanggil dirinya dengan sebutan mamah dihadapan si ular Novi. Huh, apa sebegitu sukanya dia pada si ular Novi? Begitu rupa ular itu terbuka, niscaya mamah mertuaku itu akan menjerit-jerit marah. Aku memutar bola mata jengah, muak dengan segala drama si Novi. Namun, aku tetap tidak mau bergerak maju lebih dulu, masih ingin tahu sampai mana si Novi itu berbuat. Tampak mas Gibran mengeratkan rahang, menatap dua wanita di depannya dengan
Read more

Bab 24. pengakuan Novi

Wajah si ular Novi terlihat memucat, menatap bergantian antara aku dan si OB yang kupanggil masuk. Aku melipat tangan di depan dada, memasang postur pongah atas kemenangan yang sudah mencapai persentase 80%. "Maafkan saya Bu, tapi saya tidak bisa lagi menyembunyikannya. Saya ... akan mengembalikan uang yang sudah Ibu Novi kasih, jadi jangan bawa-bawa saya lagi dalam urusan Bu Novi." Si OB menunduk sambil menjelaskan maksud dengan keberadaannya di sini. "Apa maksud semua ini?" Mamah memekik kesal, menatap antara si OB dan si ular Novi secara bergantian. "Menyembunyikan apa?" "Menyembunyikan kebohongan tentang kehamilannya yang mengaku anak aku, Mah." Mas Gibran meluruskan perkataan si OB, mungkin karena sudah muak dan gerak dengan drama queen yang dilakukan si Novi. "Bo-bohong? Maksud kamu apa? Bukankah Novi memang benar hamil anak kamu, Gibran?" Mamah mertuaku itu menatap mas Gibran penuh tuntutan, terlihat sekali hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja mas Gibran jelaskan.
Read more

Bab 25. Kemarahan mas Gibran

Aku mengeratkan pegangan pada sabuk pengaman di dada, merasa ngeri melihat mas Gibran mengemudi mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Aku melirik kecil mad Gibran, menelan ludah begitu mendapati rahang mengeras mas Gibran tampak menakutkan. "Mas apa tidak bisa pelan-pelan?" Aku mencicit ketakutan. Mas Gibran menoleh ke arah aku sekilas, langsung terlihat menyesali perbuatannya. Dengan segera mas Gibran memelankan laju mobil, lalu menghembuskan napas dengan perlahan. "Maafkan Mas sayang, Mas tadi terbawa emosi." Mas Gibran mengusap tanganku, membawanya ke depan bibir dan mengecupnya sayang. Aku mengangguk, lalu mulai meredakan jantung yang bertalu sangat kencang. Setelah menghembuskan napas lega, aku menghadap ke arah mas Gibran dengan pandangan lembut. "Dengar Mas, apa pun yang terjadi nanti aku minta Mas jangan bertindak gegabah. Kita harus menyelidiki semuanya lebih dulu, jangan sampai Mas Gibran berakhir beturusa dengan pihak berwajib." Aku menegaskan dalam berbicara, meng
Read more

Bab 26. Laki-laki dari masa lalu

"kamu masih berani bertanya?" Mas Gibran menggertakkan gigi marah. Ia menatap mas Ferdi nyalang, kilat kemarahan membara pada mata mas Gibran. Baru kali ini aku melihat mas Gibran semarah ini, sudah seperti layaknya orang kesetanan. "Mas Gibran," aku memanggil pelan. "Tahan emosi, Mas."Mas Gibran menoleh ke arah aku, "dari awal laki-laki ini memang terlihat tidak baik, itu sebabnya Mas gak suka saat melihatnya berkunjung ke rumah kita. Tatapan dia penuh maksud, apa lagi saat menatap kamu sayang. Sebagai laki-laki, Mas jelas tahu tatapan yang laki-laki ini berikan saat menatap kamu adalah tatapan cinta." Aku terdiam, mencerna ucapan mas Gibran. Apa katanya tadi? Cinta. Namun, sejak kapan? Aku dan mas Ferdi saja baru bertemu belum lama, yaitu saat di mall saat bersama Fika. Tidak mungkin kan kalau mas Ferdi ini ternyata adalah orang dari masa lalu aku? Ku menatap wajah mas Ferdi, mengingat-ngingat apa aku mengenalnya dulu atau tidak. Namun, sejauh aku menggali ingatan, tidak ada i
Read more

Bab 27. Janji di masa lalu

Mas Gibran mulai menjalankan mobil, meninggalkan taman dengan wajah keruh. Sampai di rumah pun aku tetap diam, sebab jujur saja hati ini masih meragu tentang siapa itu mas Ferdi.Mas Gibran menoleh ke arahku setelah mobil berhenti di halaman rumah. Pancaran matanya penuh tuntutan, aku tau ia menginginkan penjelasan yang harus ke luar dari dalam mulutku. "Lastri," mas Gibran menunggu jawaban. Aku menatap ke arah mas Gibran, tersenyum tipis karena merasa tidak enak. "kita bicara di dalam ya Mas, kalau di dalam mobil seperti ini takutnya banyak mata yang melihat dan banyak telinga yang sengaja mendengar."Mas Gibran menghembuskan napas dengan kasar, mengangguk walau aku tahu ia melakukan itu sangat berat. Melihat mas Gibran sudah turun dari dalam mobil, aku pun ikut turun menyusulnya. Kami berdua masuk ke dalam rumah, duduk di kursi tamu saling berdampingan. "Sekarang coba kamu jelaskan dengan sejujurnya!" Mas Gibran memegang tanganku dengan erat. Sorot matanya begitu sayu, membuatku
Read more

Bab 28. Melupakan

Dan di sinilah sekarang aku bersama mas Gibran, duduk di restoran milik mas Ferdi. Kami memesan ruang khusus privat, di depan aku dan mas Gibran sudah ada mas Ferdi yang memasang wajah datar. Aku menatap lekat wajah mas Ferdi. Memang iya, mas Ferdi ada kemiripan wajah dengan teman lamaku itu. Hanya saja siapa yang akan percaya laki-laki kurus kecil dulu bisa berubah menjadi tinggi dan memiliki badan kekar begini. Jadi pantas bukan kalau aku tidak mengenalinya? "Mas Ferdi," aku memanggil pelan. Mas Ferdi balik menatap aku. "Ya.""Adinab," ucapku dengan serak. Terasa tangan mas Gibran yang berada di bawah meja menggenggam tanganku dengan erat. Begitu aku menyebut nama laki-laki yang dulu menjadi teman dekatku, raut wajah mas Ferdi beriak. "Itu kan nama mas Ferdi dulu?"Mas Ferdi menatap mas Gibran sekilas, sebelum kemudian menatap aku kembali. "Ya, itu memang namaku. Ferdi Adinab Jaya. Kamu mengingatnya karena saya sebelumnya sudah mengingatkanmu bukan?" Aku mengangguk membenarkan,
Read more

Bab 29. Kisah cinta

Saat membuka mata, mataku terasa besar dan berat. Semalam sepulang dari restoran, aku menangis dalam pelukan mas Gibran sampai jatuh tertidur. Nayatanya mas Ferdi hanya diam saat aku menyuruh melupakan janji itu, walau aku tahu dia tengah menangis terlihat dari bahunya yang bergetar. Aku menutup mata atas kesedihan mas Ferdi, mau bagaimanapun mas Ferdi adalah orang istimewa di masa laluku. Namun, karena keegoisannya, rumah tanggaku yang sudah kuperjuangkan selama ini hampir saja kandas. "Sudah bangun," mas Gibran datang dari arah pintu. Di tangannya terdapat nampan berisi mangkuk dan se gelas air putih. Aku mengangguk mengiyakan, meumgsut bangun dari baringan menjadi senderan pada tepian ranjang. Aku sedikit mendongak kepala agar bisamelohat Waja mas Gibran, tersenyum tipis saat melihat mas Gibran menatapku teduh sambil menyunggingkan senyuman. "Mas bawa apa?" Aku bertanya sambil menatap mangkuk di atas nampan yang di bawa mas Gibran. Mas Gibran meletakan nampan di atas nakas, la
Read more

Bab 30. Positif hamil

"Sudah siap sayang?" Mas Gibran melongokkan kepalanya dari depan pintu kamar, sedangkan aku sendiri tengah memakai jilbab di depan cermin. Hari ini aku dan mas Gibran akan ke rumah sakit sesuai dengan rencana, memeriksa apakah aku ini benar-benar hamil atau tidak. Ya, semoga saja hasilnya positif. Aku berdiri, mengambil tas di atas meja rias. Sebelum itu aku mengambil ponsel dan dompet, mulai dari sekarang aku tidak ingin kejadian seperti saat di tempat makan waktu terulang kembali. Baby Aydan tidak aku bawa, ia saat ini bermain bersama Devina dan Aryo. Mereka berlibur ke pantai, sengaja membawa baby Aydan karena tahu aku dan mas Gibran hendak ke rumah sakit. "Sudah Mas," aku tersenyum ke arah mas Gibran. Menghampirinya dan menutup pintu kamar. "Semoga hasilnya positif ya, Mas. Aku berharap begitu banyak."Mas Gibran mengusap pipi aku dengan lembut, menciumnya sekilas dengan penuh sayang. Tatapannya begitu lembut, terlihat sama besarnya harapan denganku. Ia mengangguk, lalu menari
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status