Semua Bab Mantan Simpanan Ayah Mertua: Bab 11 - Bab 20

98 Bab

Bab 11. Kutukan Snow White

“Grady! Turunin aku!” Evita menahan suaranya karena khawatir akan menarik perhatian orang-orang.“Diam dan jangan berontak. Kamu mau, nanti warga pada bangun terus mengira aku sedang menculik kamu?” Grady mengangkat kedua alis. “Ini sudah hampir tengah malam, Ev. Orang-orang sudah pada tidur.”Wanita itu mengedar pandangan ke sekitar, dan benar saja gang ini sudah sepi. Ada beberapa orang yang masih tampak duduk di depan kamar kos, tapi sebagian besar sudah mematikan lampu dan mengunci pintu. Evita memutar kepala, menyembunyikan wajah di dada Grady, yang sialnya aroma parfum lelaki itu membuat dia semakin betah berlama-lama dalam posisi begitu.“Tapi aku bisa jalan sendiri,” kata Evita, seraya memandang wajah Grady.“Dan aku mau menggendongmu sampai ke kosan,” balas lelaki itu. “Lagian … coba lihat pakaian kamu. Celana kamu penjang sebelah, baret-baret lagi, jalannya pincang. Aku mana tega biarin kamu jalan sendiri?” imbuhnya.Evita mendengkus pelan dengan raut gusar. Orang-orang bisa
Baca selengkapnya

Bab 12. Jurang Pemisah

“Evita! Evita!” panggilan itu sejurus dengan gedoran pintu yang begitu keras.Kaget dengan suara berisik itu, Evita yang masih terlelap pun langsung membuka mata. Dan, seketika itu rasa nyeri menyerang kepala.“Ssh ... aduh,” desisnya sambil memegang kepala. “Apaan sih itu anak,” ujarnya sambil menahan rasa sakit yang menusuk.“Ev, buka pintunya! Aku tahu kamu masih hidup!” teriak Ranti sambil menggedor pintu.Netra Evita menyipit, menoleh ke arah jendela yang manampakkan siluet seseorang tengah mengintip ke dalam. Evita yakin orang itu adalah Dewi. Dia lantas menyingkap selimut, berniat untuk membukakan pintu. Akan tetapi, ketika kakinya menekuk, wanita itu kembali terduduk sambil mengaduh kesakitan. Lututnya terasa kaku, dan terasa lebih nyeri dibandingkan tadi malam.“Sakit banget, sih,” keluhnya.Mengantisipasi Ranti yang mungkin akan menjebol pintu kamarnya, Evita memaksakan diri untuk bangkit. Pelan-pelan, dia angkat badan tanpa menekuk kakinya yang terluka. Setelah berdiri, bar
Baca selengkapnya

Bab 13. Ironi

Selama beberapa waktu, Evita mematung. Pandangannya tak lepas dari sosok lelaki yang kini berdiri di depan pintu kamarnya. Sampai dia tersadar bahwa lelaki ini adalah lelaki yang sama dengan yang dia tampar semalam. Evita mundur satu langkah, lalu menarik daun pintu untuk menutupnya.“Tunggu!” cegah Grady seraya menahan papan kayu tersebut. “Jangan tutup pintunya,” ujar lelaki itu.Evita memalingkan wajah sambil membasahi bibir. “Mau apa lagi kamu ke sini?” tanyanya.Kejadian semalam membuat dada Evita terasa sesak. Wanita itu enggan melihat pada Grady karena dia tidak ingin lelaki itu melihat kelemahannya. Mati-matian Evita menahan air mata agar tidak tumpah, karena dia tidak ingin terlihat lemah.“Aku cuma ingin memastikan kalau kamu sudah minum obat. Aku juga harus memastikan kalau sebelum minum obat, kamu sudah makan,” jawab lelaki itu seraya mengangkat kantong kresek di tangannya.“Aku bisa mengurus diriku sendiri. Kamu nggak perlu repot-repot seperti ini,” balas Evita.Grady mel
Baca selengkapnya

Bab 14. Hadiah Terindah dari Tuhan

Kalimat itu memang terucap dari mulut Evita sendiri, namun rasanya sungguh menyayat hati. Dia merasa seperti baru saja menelan pecahan kaca yang menggores setiap tempat yang dilewatinya.“Aku tidak mencintaimu.”Itu adalah kebohongan besar yang untuk melakukannya saja membutuhkan energi luar biasa banyak. Setelah berhasil melontarkan kalimat itu dan mengusir Grady dari kamar kosnya, Evita merasa tubuhnya begitu lemas. Wanita itu menangis sejadinya, meluapkan rasa sakit yang menggerogoti jiwa.Evita pikir, setelah dia mengusir Grady, lelaki itu akan berhenti melakukan hal yang semakin membuatnya terluka. Setelah dua hari tidak masuk kerja, akhirnya Evita mulai beraktivitas seperti biasa. Meski tak memungkiri bahwa kakinya masih terasa nyeri. Namun, Evita yakin dia dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.“Kakimu masih sakit, lho, Ev. Yakin nggak mau istirahat sehari lagi?” tanya Ranti dengan raut khawatir.Evita tersenyum lalu membonceng motor Ranti.“Bosan diam saja di kosan. Nggak a
Baca selengkapnya

Bab 15. Affair

Kamar berukuran 3x4 meter itu hanya tersisa ruang kosong yang dapat dia gunakan untuk memarkir motor ketika malam. Memang lebih rapi dan bersih, tetapi juga terkesan penuh jika harus digunakan untuk memarkir motor miliknya. Dan kini, Dewi dan Ranti yang sedang menempati ruang kosong itu, semakin terlihat mirip seperti dua tugu lilin yang berdiri kokoh dengan simbol api di atas kepala mereka.“Jangan bilang kalau yang ngasih semua ini adalah Pak Grady, bos kita,” kata Dewi dengan mata menyipit curiga.Duduk di hadapan Ranti dan Dewi, Evita tampak seperti seorang pesakitan yang sedang diinterogasi. Lihat saja dua wanita yang berdiri di hadapannya sambil bersedekap itu! Tatapan mereka mengandung tuduhan tentang affair antara Evita dan Grady.“Jangan-jangan yang ngantarin kamu pulang pas habis kecelakaan kemarin juga Pak Grady,” terka Dewi kemudian.“Ada apa antara kamu sama Pak Grady?” tanya Ranti to the point.Evita mengembuskan napas keras kemudian menutup wajah dengan telapak tangan.
Baca selengkapnya

Bab 16. Little Things

“Ev, kemarin kamu apain sih Pak Grady? Sudah tiga hari lho doi nggak datang ke kantor,” tanya Dewi yang sedang menumpang nonton televisi di kamar Evita.Sejak kejadian waktu itu, tidak ada yang berani bertanya pada Evita tentang apa saja yang mereka bicarakan di dalam ruangan. Karena Evita menjadi lebih tertutup dan seperti tidak tertarik untuk membagi cerita. Wanita itu lebih sering menyendiri, dan tidak ada malam yang dia lewati tanpa air mata.“Aku tampar,” jawab Evita seraya memasukkan benang pada lubang jarum, untuk menjahit seragamnya yang sobek.“Hah?!” Dewi memutar kepala cepat dengan kedua mata melotot. “Serius kamu tampar bos kita?” tanyanya tak percaya.“Ya kali aku bohong,” seloroh Evita dengan pandangan terfokus pada lubang jarum.“Wah … ini kalau Ranti dengar, aku yakin dia langsung salto kanan, kiri, depan, belakang.” Dewi menggeleng kepala. “Parah kamu mah,” ujar wanita itu yang tak dipedulikan oleh Evita.Setelah tiga hari, suasana hati Evita sudah terasa lebih baik.
Baca selengkapnya

Bab 17. Will You Marry Me?

“Evita Maharani, maukah kamu menikah denganku?”Itu adalah kalimat yang ditunggu-tunggu oleh setiap wanita dari lelaki yang dipujanya. Akan tetapi, tak begitu dengan yang dirasakan Evita saat ini. Kalimat tersebut justru terasa seperti belati yang ditikamkan ke dadanya. Menusuk, merobek, mengoyak, dan mencabik-cabik hingga menyisakan rasa sakit yang tidak terkira. Kalimat yang seharusnya terdengar sangat indah itu, nyatanya menjadi kata-kata paling menyakitkan bagi Evita.“Terima! Terima! Terima!”Seruan itu terdengar bersamaan dengan tepuk tangan para pegawai Neo Creative. Entah karena tulus melakukannya atau semua ini sekadar dukungan untuk pimpinan mereka.Di sini, Evita tidak hanya mendapat pengakuan bahwa dia dan Grady adalah “teman lama” yang bertemu kembali. Evita juga mendapat pengakuan sebagai wanita yang lelaki itu cintai sejak lama. Sayangnya, semua itu tak lantas membuat hati Evita merasa bahagia. Tangis wanita itu semakin menjadi, kala seruan dari orang-orang di sekitar t
Baca selengkapnya

Bab 18. Satu Syarat

Evita tidak yakin. Akan tetapi, ketika dia melihat ke arah wanita itu, pandangan mereka sempat bertemu meski hanya sepersekian detik. Evita segera membalik badan, mengabaikan tangan Lody yang menggantung di udara.“Maaf, saya permisi,” pamit Evita seraya berjalan cepat meninggalkan Lody dan Tania yang menatapnya kebingungan.Kesedihan yang beberapa waktu lalu dirasakannya, mendadak lenyap dan berganti dengan ketakutan yang menyelimuti batin. Evita berlari menuju tempat parkir motor dan ingin segera pergi dari tempat itu sebelum terlambat.“Sial!” umpat Evita saat lagi-lagi tangannya gemetar dan tidak bisa memasukkan kunci motor dengan benar.Beberapa kali fokusnya terbagi dengan arah yang dia tinggalkan. Wanita itu takut akan ada orang yang mengejar.Setelah berhasil memasukkan kunci, Evita langsung memutar gas meninggalkan tempat tersebut. Dia kendarai sepeda motornya dengan kecepatan semaksimal yang dia mampu untuk membelah jalanan ibukota. Inginnya dia langsung kembali ke tempat ko
Baca selengkapnya

Bab 19. Pupus sebelum Mekar

Berhadapan dengan lelaki yang dicintai, di mana lelaki itu menawarkan sebuah komitmen yang diimpikan setiap wanita dari orang terkasih, harusnya menjadi momen yang sangat membahagiakan. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Evita. Momen ini justru menjadi momen yang semakin menyayat hati. Setengah mati wanita itu menahan air mata agar tidak jatuh. Sekuat tenaga dia menjaga suaranya agar tidak bergetar, semata demi menguatkan kebohongan bahwa tidak ada cinta yang bersarang di dalam benaknya untuk lelaki itu.“Maafkan saya, Pak. Saya tidak bisa.” Evita menjawab dengan tegas.“Kalau begitu, surat pengunduran diri yang kamu ajukan ini saya tolak!” Grady pun tak kalah tegas membalas ucapan si wanita. Dia letakkan lagi stempel ke tatakan lalu dia robek surat pengunduran diri itu menjadi beberapa bagian. Dia lakukan semua itu tanpa mengalihkan pandangan dari Evita, dengan maksud mengintimidasi wanita tersebut.Tarikan napas dalam dan panjang terdengar lirih, hingga dada Evita membusung sam
Baca selengkapnya

Bab 20. Bukan Pelacurmu Lagi

Mata Evita membelalak. Mendengar sapaan dari wanita itu, membuat Evita bergidik ngeri.Dia adalah Zelin—pemilik situs Lollipop, atau dengan kata lain adalah mucikari yang memasarkan para pekerja seks komersial dalam situs prostitusi terselubung itu.Setelah berusaha cukup keras, akhirnya Evita bisa menggerakkan kakinya untuk mundur. Dia ingin berlari, pergi sejauh mungkin dari wanita ini. Sayangnya, dia kalah cepat dengan dua lelaki berbadan kekar yang lebih dulu menangkap dirinya.“Lepaskan aku!” pekik Evita sambil menggerakkan kedua tangannya dengan brutal, agar terbebas dari cekalan.Zelin melihat pada dua bodyguard-nya lalu berujar, “Hati-hati, jangan sampai kalian merusak asetku!”Aset. Itulah arti Evita bagi Zelin. Saat masih bergabung dengan situs itu, Evita adalah “anak” kesayangan Zelin. Alasannya, tentu saja karena Evita adalah sumber pundi-pundi terbesar yang dia miliki. Mulanya, Evita merasa seperti mendapatkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu dari wanita itu. Namun,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status