All Chapters of Pernikahan Kedua Duda dan Janda: Chapter 31 - Chapter 40

44 Chapters

31. Damai

Abi yang baru saja keluar dari kamar mandi tersentak, saat melihat istrinya sudah duduk di ranjang. Dia berhenti lama di depan pintu, bingung harus berbuat apa. Apalagi sang istri memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa dia artikan.Laki-laki itu berdeham pelan. "Kamu mau ke kamar mandi?"Tari menggeleng, senyum tipis terbit di bibirnya.Abi tertegun. Setelah aksi saling jaga jarak, ini adalah senyum pertama yang diberikan sang istri padanya. Namun, dia takut untuk berharap lebih."Mas Abi kenapa berdiri disitu terus?" tanya Tari sambil mengerutkan kening.Mengusap tengkuk, lagi-lagi Abi berdeham kecil. Dia salah tingkah. Karena perubahan istrinya yang tiba-tiba. Dengan pelan laki-laki itu berjalan ke ranjang, dan duduk di sisi yang berlawanan dengan istrinya."Aku tidur dulu," pamit Abi.Tubuh Abi membeku. Ketika baru saja membaringkan tubuh dia merasakan sebuah pelukan dari belakang. Sementara jantungnya telah bekerja extra cepat."Jangan bergerak! Tetap seperti ini!" perintah i
Read more

32. Potret

"Makasih, ya," ucap mama Abi pada sang menantu yang kini membantunya memasak. Pagi ini terasa begitu indah bagi wanita paruh baya itu, sejak tadi senyum lebar tidak lepas dari bibirnya.Setelah sekian lama keluarganya bisa berkumpul kembali, memang masih ada kecanggungan tapi begina saja dia sudah sangat bersyukur."Untuk apa, Ma?" tanya Tari heran. Bahkan perempuan itu menatap penasaran sang mertua."Karena sudah membawa Arkan ke sini." Mata tua itu berkaca-kaca, tapi binar kebahagiaan terlihat jelas di sana.Perkataan mertuanya mengingatkan Tari pada acara makan malam kemarin. Awalnya ketiga laki-laki dengan wajah mirip itu hanya diam, memperhatikan para wanita yang sedang asyik cerita.Namun, tiba-tiba saja ayah mertua Tari mengajak anak serta cucunya untuk ke kebun pada pagi hari. Reflek Abi dan Arkan langsung menatap Tari, seakan meminta pendapat wanita itu. Setelah Tari memberi isyarat, akhirnya suami dan anaknya menerima ajakan mertuanya.Lucu memang, bagaimana bisa untuk hal
Read more

33. Ulah Ajeng

"Iya, Ma. Wa'alaikumsalam," jawab Tari sebelum menutup telpon dari mertuanya.Dua minggu sudah terlewat, dari terakhir kali mereka pulang ke kampung. Semenjak itu komunikasi Tari dan mertuanya semakin intens, karena mereka berniat mulai mendamaikan Abi dan ayahnya.Alhamdulillah, kedua pria itu sudah mulai mau berbicara melalui telpon. Meskipun hanya obrolan basi-basi yang hanya berlangsung singkat. Namun, menurut mertuanya itu adalah perkembangan yang luar biasa.Sedangkan hubungannya dengan Abi memang mengalami peningkatan. Akan tetapi, akhir-akhir ini dia jadi merasa malas melihat wajah suaminya. Entah lah, rasanya kesal setiap kali berada di dekat Abi. Padahal perlahan dia sudah mulai menerima masa lalu suaminya.Menaruh ponsel di meja makan, Tari berjalan keluar dengan membawa dompet. Berniat untuk belanja di tukang sayur. Memang sejak Lastri berhenti, Tari mulai rutin belanja di tukang sayur lagi. Dia bersyukur selama ini tidak pernah bertemu dengan Ajeng. Entah kemana perginya
Read more

34. Sakit

"Bundaaa!" Teriak Arkan yang dari kejauhan melihat ibunya terjatuh. Remaja yang masih menggunakan seragam putih abu-abu itu segera berlari menghampiri ibunya."Bunda, gak papa?" tanya Arkan panik, melihat wajah pucat ibunya. Remaja itu ikut mendudukkan diri di samping ibunya.Tari tidak mampu menjawab, karena rasa sakit begitu kuat dia rasakan di perutnya."Apa yang kalian lakukan?" bentak Arkan pada dua orang dewasa di depannya.Suara keras Arkan menyentak pasangan suami istri yang tadi terpaku karena perbuatan Ajeng. Dipta segera berjalan ke arah Tari, tapi di cegah Arkan ketika laki-laki itu akan menyentuh Tari.Dipta memandang tajam Arkan. Alih-alih merasa takut. Arkan justru balik memandang tajam pada laki-laki dewasa itu.Cengkraman di lengannya membuat Arkan menoleh pada sang ibu, yang terlihat kesakitan. Bulir-bulir keringat muncul di dahi wanita cantik itu."Kamu tunggu di sini! Saya ambil mobil dulu!""Tidak per—""Ibumu sedang kesakitan!" bentakan Dipta membuat Arkan menela
Read more

35. Kabar baik

Arkan dan Tari serentak menoleh, mendengar pintu yang dibuka secara kasar. Mereka dengan jelas melihat raut kekhawatiran di wajah Abi."Kenapa?" tanya Abi yang sudah berdiri di samping ranjang. Napasnya sedikit memburu karena dia setengah berlari menuju ruangan tempat istrinya dirawat.Memindai tubuh sang istri, dia mengembuskan napas lega ketika Tari tampak baik-baik saja meski wajahnya agak pucat.Baik Arkan maupun Tari belum ada yang menjawab, mereka saling menatap. Seakan menimbang-nimbang hal apa yang akan Abi lakukan jika tahu kejadian yang sebenarnya. Keduanya takut jika sang kepala rumah tangga akan mengamuk."Kenapa?" Abi menyipitkan mata melihat gestur aneh pada istri dan anaknya. Dua orang disayanginya itu saling lirik seakan bicara lewat tatapan mata.Tari berdeham kecil. "Aku jatuh, Mas. Terus pendarahan.""Pendarahan? Bagaimana bisa?"Mata Abi menatap fokus pada Tari. Ada perasaan asing di hatinya. Entahlah, Abi sendiri juga bingung mengartikannya. Ada harapan, rasa sena
Read more

36. Menyaksikan Pertengkaran

"Udah, Mas?" tanya Tari saat suaminya yang baru saja menaruh tasnya, karena hari ini dia sudah diperbolehkan pulang. Setelah menginap satu malam di rumah sakit."Udah." Abi menatap lekat istrinya. "Jadi? Masih belum mau bercerita kenapa kamu terjatuh?"Tari mengedikkan bahu. Sementara bibirnya menyunggingkan senyum, berharap sang suami mau mengerti jika dia tak mau membicarakan masalah ini lagi."Aku yakin pasti ada hubungannya dengan tetangga depan itu. Apa perlu aku menanyakan pada mereka?""Jangan!" teriak Tari, panik. Bukannya apa, dia tak mau Abi terlibat perkelahian lagi. Dia lantas menghela napas panjang. "Aku akan cerita, tapi tolong jangan terpancing amarah.""Ngga janji.""Mas!""Oke, jadi?""Ajeng yang mendorongku," ujar Tari lirih berharap suaminya tidak mendengar. Namun, tentu saja dia salah sebab kini suaminya sudah mengepalkan tangan seraya menatapnya tajam."Berani sekali wanita itu!""Tenang, Mas. Yang penting aku baik-baik saja. Lagipula, kamu ngga mungkin mukul pere
Read more

37. Berbicara dengan Arkan

"Mas, apa kamu merasa ada yang aneh dengan Arkan?" tanya Tari pada laki-laki yang berbaring di sampingnya. "Dia menjadi lebih pendiam. Apa dia belum menerima kalau akan mempunyai adik lagi?" Kesedihan tampak jelas di wajah ibu hamil tersebut mengingat perubahan sikap sang anak.Abi menghela napas berat. Hal ini lah yang belakangan menjadi beban pikirannya. Perubahan sikap sang putra. Awalnya dia berencana untuk menyelesaikan masalah ini sendiri. Karena tidak mau membuat istrinya ikut stres memikirkan sang putra. Namun, siapa sangka istrinya ini sangat peka."Aku gak tau kenapa dia seperti itu," jujur Abi. "Nanti biar aku cari waktu untuk bicara padanya.""Biar aku saja. Karena firasatku mengatakan kalau perubahan Arkan terjadi karena berita kehamilanku." Tari menatap sang suami dengan mata berkaca-kaca.Abi mengusap kepala istrinya penuh kasih sayang. "Kamu yakin?"Iya, Mas. Bagaimanapun Arkan sekarang adalah anakku. Aku mau dia juga bahagia, Mas."Merengkuh tubuh istrinya. Abi merasa
Read more

38. Kisah Masa Lalu

"Mas.""Ya," jawab Abi tanpa melepaskan pandangan dari laptop yang ada di pangkuannya. Dia menoleh dan mendapati raut sang istri penuh keraguan. "Ada apa?""Aku boleh tanya sesuatu?" Jemari Tari saling bertaut. Sebenarnya dia takut menyinggung sang suami, tapi di sisi lain juga penasaran.Abi tersenyum lembut pada sang istri yang tengah berbaring miring sambil menatapnya. Dia usap pelan rambut legam yang terasa halus di tangannya. "Mau tanya apa?"tanyanya lembut."Kata bapak, dulu Mas Abi pernah memintaku pada bapak. Benar?"Abi tersentak untuk sesaat, bahkan wajah pria itu mendadak memerah. Salah tingkah.Setelah berhasil menenangkan diri, di menyunggingkan senyum tipis. Lalu bergerak untuk meletakkan laptopnya di atas nakas, kemudian ikut berbaring miring menghadap sang istri yang masih memberinya senyum lembut.Astaga, manis sekali istrinya!Pantas saja mantan suami Tari menyesal karena perempuan yang tengah mengandung anaknya itu selalu bisa memperlakukan orang lain dengan lembut.
Read more

39. Akhir Kisah

"Jadi, Mas Abi sudah lama suka padaku?" tanya Tari sambil tertawa kecil. Tidak menyangka jika pertanyaan yang di lemparkan sang suami dulu, adalah bentuk keseriusan. "Bisa dibilang begitu." Mata Tari memincing. "Santai banget jawabnya. Seingatku dulu Mas Abi terlihat gugup saat mengutarakan keinginan untuk mendekatiku." Abi tertawa, tangannya mencubit pipi sang istri. "Tentu saja. Dulu aku masih remaja sekarang aku adalah laki-laki dewasa yang mau punya anak tiga. Udah gak pantes lagi malu-malu kucing kayak gitu." Entah kenapa, ucapan sang suami membuatnya kesal. Tanpa mengucapkan apapun Tari membalik tubuhnya. Memunggungi sang suami. Boleh kah dia menyalahkan hormon kehamilan? Sebab belakangan ini hanya hal kecil bisa mematik kekesalannya. Di saat sedang memikirkan perubahan emosi yang dirasakan, Tari tersentak saat sebuah tangan memeluknya. Walau kesal, tak ada niat untuk menyingkarkan dekapan Abi karena rasanya yang begitu nyaman. "Sepertinya aku harus mulai bersabar menghada
Read more

Extra Part 1

"Kenapa, Lo?" Riko menatap aneh sahabatnya yang menghela napas berulang kali. Seolah tengah menghadapi beban yang berat. Padahal kalau dipikir-pikir, bukankah kehidupan Abi sudah enak? Punya istri baik, anak-anak tampan dan lucu yang sebentar lagi akan bertambah satu. Namun, kenapa wajah sahabatnya itu macam kemeja yang belum disetrika. Kusut."Ngga pa-pa.""Buset, kayak cewek aja, Lo! Bilang ngga pa-pa tapi ada apa-apa."Abi melemparkan bantal sofa pada temannya. "Daripada Lo bawelnya melebihi cewek."Riko menggerutu. Kesal. "Males gue ngomong sama Lo!" Pria itu berjalan menuju pintu, seraya memegang gagang pintu dia membalik setengah badannya. "Jangan suntuk lama-lama, kasihan Tari. Nanti dia dikira nikah sam om-om."Berdecak kesal, Abi hampir saja melempar bantal kursi lagi tapi sayangnya pria yang sudah bertahun-tahun menjadi sahabatnya itu sudah menghilang di balik pintu.Beberapa menit setelah kepergian sang sahabat, Abi memutuskan untuk keluar dari ruang kerjanya. Walaupun kini
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status