Home / Romansa / AKU BUKAN SEORANG PELACUR / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of AKU BUKAN SEORANG PELACUR: Chapter 21 - Chapter 30

39 Chapters

xx. Awal Baru

Jasmine menyelonjorkan kakinya di ranjang, menyapukan iris ke pemandangan kamarnya yang sekarang benar-benar beres. Sembilan belas novel tebal yang dia bawa dari apartemen sudah tertata rapi di rak buku, dan beberapa foto serta sejumlah lukisan juga telah menempati sebagian dinding baru. Sejujurnya terasa seperti seluruh kehidupannya memang sudah dimulai sejak dia pergi meninggalkan Daniel dengan semua perasaan yang dia tuang dalam selembar kertas putih, dan tinta hitam.Penyesalan, dan kesakitan. Jasmine menuliskan semua kekhawatirannya tentang hidup yang tak pernah mengharapkannya bahagia. Bahkan bayangan akan setiap datangnya hari esok dalam kepalanya yang tampak selalu gelap. Tanpa penerang. Seakan dia memang hanya ditakdirkan untuk berenang dalam kepedihannya seorang diri, namun dipaksa untuk bertahan. Berjuang dengan sisa napas.Sebungkus roti berukuran besar mengintip dari dalam tangannya, dan sebotol minuman menanti. Alih-alih pingsan di jalan, alangkah lebih baik bagi Jasmine
last updateLast Updated : 2022-09-24
Read more

xxi. Lembaran Pertama

Pagi pertama di dalam kehidupan Jasmine setelah mimpi buruk agaknya berhenti menyambangi tidurnya. Dia bangun lebih cepat meski badannya terasa letih, dan punggungnya hampir patah. Satu rencana sudah mengisi kepalanya sejak semalam. Hari ini, dia ingin pergi ke supermarket, dan beberapa tempat lainnya. Ada beberapa kebutuhan yang kemarin belum sempat dia beli. Dia juga ingin mengganti lampu kamarnya yang menurutnya tidak terlalu terang. Sejak kecil, Jasmine tidak bisa tidur dengan lampu yang redup. Napasnya akan sesak, dan perasaannya hanya menjadi gelisah. Seolah seseorang mencekiknya dalam kegelapan.Pukul enam kurang lima belas menit. Senyum tipisnya muncul di dalam cermin ketika dia menatapi dirinya di sana sesaat usai melirik ke jam yang tergantung di dinding kamarnya, dan membawa tungkai kakinya melangkah ke luar kamar, pergi ke kamar mandi yang berada tidak begitu jauh dari kamarnya, di sebelah dapur mini. Jakarta benar-benar terkesan keras pada saat kakinya harus berhenti sebe
last updateLast Updated : 2022-09-27
Read more

xxii. Pekerjaan

Supermarket itu terlihat cukup luas untuk seorang Jasmine yang baru kali pertama menginjakkan kedua kakinya di situ. Badan, dan langkahnya kelihatan tenang ketika dia berjalan. Bola matanya sibuk menemukan barang-barang lain kendati hampir semua merek mi, minuman, dan berbagai jenis roti telah mengisi separuh dari troli yang sekarang memenuhi cengkeraman tangannya. Alih-alih membuang banyak waktu, keluar masuk kamar kost, dia lebih tertarik untuk membuat persediaan selama beberapa hari ke depan. Bahkan, dia juga berencana untuk membeli sebuah kulkas kecil untuk dia letakkan di dalam kamarnya sendiri ketimbang ikut bergabung dengan kulkas bersama yang ada di dapur mengingat bagaimana kesan awal yang dia terima tidaklah baik, dan agak mengerikan.Mungkin, memang begitu, memang menjadi sikap paling terkenal manusia-manusia Jakarta sebenarnya yang cuma mementingkan dirinya sendiri. Jasmine sendiri merasa cukup terkejut dengan kejadian tadi pagi saat dia harus mendapatkan pukulan dari seor
last updateLast Updated : 2022-10-03
Read more

xxiii. Ketakutan Itu

Aku duduk di depan meja kecilku dengan sepiring mi goreng pedas. Pemandangan monoton langit malam kelihatan cantik ketika kembali kuingat fakta bahwa aku sungguh telah diterima bekerja di tempat itu. Hanya ada beberapa orang yang melakukan interview bersamaku tadi, namun, aku tidak percaya bahwa mereka mengirimiku pesan sesampainya aku membanting badanku di kamar ini usai membeli sebuah dispenser. Serta kulkas kecil.Senyumku berkembang menjadi sepenggal bintang malam ketika kutuangkan sebotol minuman dingin berwarna hitam ke dalam gelasku. Entah kenapa, rasanya seperti sedang mabuk, padahal, aku sendiri belum pernah mabuk. Perasaan gelisahku melebur bersama gelembung-gelembung kecil yang muncul, dan selanjutnya cuma lenyap ketika kuteguk itu dengan tenggorokanku yang menantang dengan kokoh. Sendirian. Aku kira Lisa akan datang seperti malam kemarin, tetapi, aku bahkan belum mendengar suaranya. Sama sekali. Aku mengejap sembari meremas kain celana, di pahaku. Bibirku berminyak sewakt
last updateLast Updated : 2022-10-05
Read more

xxiv. Teman?

“Namaku Oliv. Senang bertemu denganmu, Jasmine. Semoga kau betah bekerja di sini dalam waktu yang lama.” Nada ramah menyulam sepenggal melodi lembut dari bibirnya. Oliv, namanya, perempuan yang bekerja sebagai kasir hari kemarin, dan hari ini jua. Senyumnya masih sama, dan aku dapat merasakan ketulusan dari tangannya yang barusan menyentuh punggung tanganku.Beberapa hal penting telah dia ajarkan kepadaku. Secara perlahan. Mulai dari cara menyusun barang, seperti makanan kaleng atau bungkusan yang mau habis tanggal kadaluwarsanya untuk diletakkan di barisan rak paling pertama supaya bisa terjual lebih cepat, sikap sewaktu melayani pelanggan, kemudian cara memakai mesin hitung, dan membuat pembukuan dengan benar.Aku sangat bersyukur karena sesungguhnya itu sedikit membantuku melupakan kejadian tadi malam di mana aku baru bisa tidur ketika waktu di ponselku menunjukkan jam setengah tiga akibat tubuhku tak bisa berhenti untuk berkeringat. Serta ketakutanku yang bak mencabik-cabik kulit d
last updateLast Updated : 2022-10-06
Read more

xxv. Makan Malam

Shift pertamaku dimulai pukul delapan pagi, dan baru saja berakhir pada pukul lima sore. Aku langsung pulang setelah menawari Oliv untuk singgah ke kostku meski ternyata dia bilang kalau ada janji yang harus dia tepati kepada kakaknya. Kedengarannya seperti aku tidak konsisten ketika beberapa waktu lalu selalu kubilang bahwa aku tidak mau berteman, dan sebenarnya tujuan dari hidup juga memang tidak untuk berteman, melainkan bertahan. Entah. Aku tidak tahu kenapa semuanya terkesan berbeda untukku yang sejak semula menilai perempuan itu tampak begitu baik, dan tulus terhadapku.Aku bertemu Lisa di depan pintu kamar mandi. Rambutnya basah, dan bau sabun yang lembut dari tubuhnya mencapai hidungku. Dia mengenakan pakaian rumahan sederhana, namun tergolong seksi. Celana pendeknya hanya sebatas setengah paha, dan kaos yang dia kenakan bertalikan kain kecil, memerlihatkan ketiak dan punggung putihnya yang seperti diobral karena rambut basah itu dia kesampingkan ke depan bahu kirinya.“Dari m
last updateLast Updated : 2022-10-09
Read more

xxvi. Penjelasan

Aku tidak percaya kalau aku harus terbangun kesiangan sekarang, dua puluh menit lebih lambat dari seharusnya, di jam kerjaku dengan jadwal shift yang sama. Mataku melotot sempurna ketika kutemukan satu fakta konyol bahwa aku tidak menyalakan alarm yang sudah kuatur sedemikian tepat di dalam ponselku tadi malam. Napasku menderu kencang, dan aku memiliki tubuhku yang masih terasa lelah untuk segera bangun dengan tergesa-gesa dari ranjang, membanting selimutku, dan mengambil handuk, pun, wadah peralatan mandiku. Berlari keluar kamar dengan sandal jepit yang kupakai secara asal.Aku cukup beruntung karena kamar mandi dalam keadaan kosong, membuatku kontan menyelinap masuk, dan mengguyur diriku dengan air, secukupnya. Tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi. Aku tidak mau kehilangan pekerjaanku kembali meski gaji yang akan kuterima nanti besarannya sangat jauh berbeda dibanding gaji yang kuterima sewaktu di perusahaan.Suasana di kost sunyi. Aku tidak melihat siapa pun, termasuk perem
last updateLast Updated : 2022-10-09
Read more

xxvii. Permintaan Maaf

Sesungguhnya, aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan sekarang. Bintang paling terang berdiri gagah di langit, menyaksikanku yang melangkah ragu ke penghujung kamar kosong yang terletak di sebelah tangga sempit, menuju rubanah kecil dengan bau semen usang yang menyengat. Aku sudah yakin untuk menolaknya sebanyak sepuluh kali, namun, perkataan terakhirnya hanya terasa membebani jika benar aku tidak akan menemuinya, dan memperjelas semuanya. Aku butuh keterangan pasti kendati sebagian hatiku sudah lebih dahulu memberi tahuku kalau akulah yang terlampau gegabah untuk menilai situasi.Sinar redup lampu kuning yang murah terhampar di langit-langit muram kost. Beberapa cawang, dan dinding kusam yang catnya sudah retak. Aku melipat kedua tanganku dengan ponsel menyala yang kusembunyikan di kantong belakang celanaku ketika bisa kudapati itu dengan romaku yang mulai agak sedikit meremang. Entah apa yang lelaki itu rencanakan, tetapi kemudian aku melihat presensinya yang muncul dari dalam kege
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

xxviii. Ketidakwarasanku

Petang melintang ㅡJakarta yang kelihatan selalu sibuk kembali menunjukkan satu sisinya yang sama kepadaku. Bising. Aku membungkukkan badanku, menumpu kedua tanganku di dinding pembatas ruangan khusus untuk menjemur pakaian yang disediakan di belakang masing-masing setiap kamar. Tidak begitu besar, akan tetapi cukup untuk mengadukan isi kepalaku yang saat ini sedang berkembang menjadi setangkai kegelisahaan asing.Soal Lisa. Aku pikir, semula hanyalah kekagumanku yang diam-diam kupersembahkan untuknya. Tepat seperti apa yang pernah kukatakan, bahwa dia adalah seorang perempuan yang cantik, tinggi, dan kulitnya bersih. Dibandingkan denganku, Lisa memiliki banyak hal yang aku tidak punya itu dalam diriku. Terlebih, bentuk matanya yang besar. Serta alis cokelat yang terlihat asli. Pun, bulu matanya yang lantik seperti sebuah mahakarya di museum seni tahunan kota. Aku menduga perasaanku yang muncul padanya akan selalu begitu setiap kali kami bertemu. Namun, kenyataannya, kata hatiku tidak
last updateLast Updated : 2022-10-15
Read more

xxix. Perkenalan

Embusan napas memburu dari dadaku. Jemariku gemetar di antara bunyi kursi yang spontan kutarik dengan cepat. Aku terengah bersama leherku yang mendadak berkeringat, serta garpuku yang harus jatuh menghantam kakiku, menyaksikan diriku yang terlena untuk mau menerima uluran tangannya meski benar jika aku hanya menyentuh ujung jemarinya sedikit. Adam berlari dari depan meja kasir, membawa sepatu Conversenya, kembali datang ke hadapanku. Sebuah cangkir besar berada di tangannya, dan segera kulihat dia meletakkan itu di meja. Ekspresinya datar meskipun reaksinya terbilang cukup sigap. Aku mencengkeram udara, sementara tangannya yang sekarang turun naik di depan wajahku, seperti sekelompok nasihat yang sedang memberi tahuku bahwa aku harus tetap bersikap tenang, apa pun jenis keadaannya.“Adam, Adamㅡ”“Tidak apa, Jasmine. Tidak apa,” ujarnya, meyakinkanku. “Hanya kosongkan pikiranmu, dan cobalah untuk berfokus kepada ucapanku. Apa kau bisa?” Dia duduk menumpu satu lututnya di lantai, berus
last updateLast Updated : 2022-10-16
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status