Beranda / Romansa / AKU BUKAN SEORANG PELACUR / xxi. Lembaran Pertama

Share

xxi. Lembaran Pertama

Penulis: POMME
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-27 13:10:57

Pagi pertama di dalam kehidupan Jasmine setelah mimpi buruk agaknya berhenti menyambangi tidurnya. Dia bangun lebih cepat meski badannya terasa letih, dan punggungnya hampir patah. Satu rencana sudah mengisi kepalanya sejak semalam. Hari ini, dia ingin pergi ke supermarket, dan beberapa tempat lainnya. Ada beberapa kebutuhan yang kemarin belum sempat dia beli. Dia juga ingin mengganti lampu kamarnya yang menurutnya tidak terlalu terang. Sejak kecil, Jasmine tidak bisa tidur dengan lampu yang redup. Napasnya akan sesak, dan perasaannya hanya menjadi gelisah. Seolah seseorang mencekiknya dalam kegelapan.

Pukul enam kurang lima belas menit. Senyum tipisnya muncul di dalam cermin ketika dia menatapi dirinya di sana sesaat usai melirik ke jam yang tergantung di dinding kamarnya, dan membawa tungkai kakinya melangkah ke luar kamar, pergi ke kamar mandi yang berada tidak begitu jauh dari kamarnya, di sebelah dapur mini. Jakarta benar-benar terkesan keras pada saat kakinya harus berhenti sebe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxii. Pekerjaan

    Supermarket itu terlihat cukup luas untuk seorang Jasmine yang baru kali pertama menginjakkan kedua kakinya di situ. Badan, dan langkahnya kelihatan tenang ketika dia berjalan. Bola matanya sibuk menemukan barang-barang lain kendati hampir semua merek mi, minuman, dan berbagai jenis roti telah mengisi separuh dari troli yang sekarang memenuhi cengkeraman tangannya. Alih-alih membuang banyak waktu, keluar masuk kamar kost, dia lebih tertarik untuk membuat persediaan selama beberapa hari ke depan. Bahkan, dia juga berencana untuk membeli sebuah kulkas kecil untuk dia letakkan di dalam kamarnya sendiri ketimbang ikut bergabung dengan kulkas bersama yang ada di dapur mengingat bagaimana kesan awal yang dia terima tidaklah baik, dan agak mengerikan.Mungkin, memang begitu, memang menjadi sikap paling terkenal manusia-manusia Jakarta sebenarnya yang cuma mementingkan dirinya sendiri. Jasmine sendiri merasa cukup terkejut dengan kejadian tadi pagi saat dia harus mendapatkan pukulan dari seor

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxiii. Ketakutan Itu

    Aku duduk di depan meja kecilku dengan sepiring mi goreng pedas. Pemandangan monoton langit malam kelihatan cantik ketika kembali kuingat fakta bahwa aku sungguh telah diterima bekerja di tempat itu. Hanya ada beberapa orang yang melakukan interview bersamaku tadi, namun, aku tidak percaya bahwa mereka mengirimiku pesan sesampainya aku membanting badanku di kamar ini usai membeli sebuah dispenser. Serta kulkas kecil.Senyumku berkembang menjadi sepenggal bintang malam ketika kutuangkan sebotol minuman dingin berwarna hitam ke dalam gelasku. Entah kenapa, rasanya seperti sedang mabuk, padahal, aku sendiri belum pernah mabuk. Perasaan gelisahku melebur bersama gelembung-gelembung kecil yang muncul, dan selanjutnya cuma lenyap ketika kuteguk itu dengan tenggorokanku yang menantang dengan kokoh. Sendirian. Aku kira Lisa akan datang seperti malam kemarin, tetapi, aku bahkan belum mendengar suaranya. Sama sekali. Aku mengejap sembari meremas kain celana, di pahaku. Bibirku berminyak sewakt

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxiv. Teman?

    “Namaku Oliv. Senang bertemu denganmu, Jasmine. Semoga kau betah bekerja di sini dalam waktu yang lama.” Nada ramah menyulam sepenggal melodi lembut dari bibirnya. Oliv, namanya, perempuan yang bekerja sebagai kasir hari kemarin, dan hari ini jua. Senyumnya masih sama, dan aku dapat merasakan ketulusan dari tangannya yang barusan menyentuh punggung tanganku.Beberapa hal penting telah dia ajarkan kepadaku. Secara perlahan. Mulai dari cara menyusun barang, seperti makanan kaleng atau bungkusan yang mau habis tanggal kadaluwarsanya untuk diletakkan di barisan rak paling pertama supaya bisa terjual lebih cepat, sikap sewaktu melayani pelanggan, kemudian cara memakai mesin hitung, dan membuat pembukuan dengan benar.Aku sangat bersyukur karena sesungguhnya itu sedikit membantuku melupakan kejadian tadi malam di mana aku baru bisa tidur ketika waktu di ponselku menunjukkan jam setengah tiga akibat tubuhku tak bisa berhenti untuk berkeringat. Serta ketakutanku yang bak mencabik-cabik kulit d

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxv. Makan Malam

    Shift pertamaku dimulai pukul delapan pagi, dan baru saja berakhir pada pukul lima sore. Aku langsung pulang setelah menawari Oliv untuk singgah ke kostku meski ternyata dia bilang kalau ada janji yang harus dia tepati kepada kakaknya. Kedengarannya seperti aku tidak konsisten ketika beberapa waktu lalu selalu kubilang bahwa aku tidak mau berteman, dan sebenarnya tujuan dari hidup juga memang tidak untuk berteman, melainkan bertahan. Entah. Aku tidak tahu kenapa semuanya terkesan berbeda untukku yang sejak semula menilai perempuan itu tampak begitu baik, dan tulus terhadapku.Aku bertemu Lisa di depan pintu kamar mandi. Rambutnya basah, dan bau sabun yang lembut dari tubuhnya mencapai hidungku. Dia mengenakan pakaian rumahan sederhana, namun tergolong seksi. Celana pendeknya hanya sebatas setengah paha, dan kaos yang dia kenakan bertalikan kain kecil, memerlihatkan ketiak dan punggung putihnya yang seperti diobral karena rambut basah itu dia kesampingkan ke depan bahu kirinya.“Dari m

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxvi. Penjelasan

    Aku tidak percaya kalau aku harus terbangun kesiangan sekarang, dua puluh menit lebih lambat dari seharusnya, di jam kerjaku dengan jadwal shift yang sama. Mataku melotot sempurna ketika kutemukan satu fakta konyol bahwa aku tidak menyalakan alarm yang sudah kuatur sedemikian tepat di dalam ponselku tadi malam. Napasku menderu kencang, dan aku memiliki tubuhku yang masih terasa lelah untuk segera bangun dengan tergesa-gesa dari ranjang, membanting selimutku, dan mengambil handuk, pun, wadah peralatan mandiku. Berlari keluar kamar dengan sandal jepit yang kupakai secara asal.Aku cukup beruntung karena kamar mandi dalam keadaan kosong, membuatku kontan menyelinap masuk, dan mengguyur diriku dengan air, secukupnya. Tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi. Aku tidak mau kehilangan pekerjaanku kembali meski gaji yang akan kuterima nanti besarannya sangat jauh berbeda dibanding gaji yang kuterima sewaktu di perusahaan.Suasana di kost sunyi. Aku tidak melihat siapa pun, termasuk perem

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxvii. Permintaan Maaf

    Sesungguhnya, aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan sekarang. Bintang paling terang berdiri gagah di langit, menyaksikanku yang melangkah ragu ke penghujung kamar kosong yang terletak di sebelah tangga sempit, menuju rubanah kecil dengan bau semen usang yang menyengat. Aku sudah yakin untuk menolaknya sebanyak sepuluh kali, namun, perkataan terakhirnya hanya terasa membebani jika benar aku tidak akan menemuinya, dan memperjelas semuanya. Aku butuh keterangan pasti kendati sebagian hatiku sudah lebih dahulu memberi tahuku kalau akulah yang terlampau gegabah untuk menilai situasi.Sinar redup lampu kuning yang murah terhampar di langit-langit muram kost. Beberapa cawang, dan dinding kusam yang catnya sudah retak. Aku melipat kedua tanganku dengan ponsel menyala yang kusembunyikan di kantong belakang celanaku ketika bisa kudapati itu dengan romaku yang mulai agak sedikit meremang. Entah apa yang lelaki itu rencanakan, tetapi kemudian aku melihat presensinya yang muncul dari dalam kege

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxviii. Ketidakwarasanku

    Petang melintang ㅡJakarta yang kelihatan selalu sibuk kembali menunjukkan satu sisinya yang sama kepadaku. Bising. Aku membungkukkan badanku, menumpu kedua tanganku di dinding pembatas ruangan khusus untuk menjemur pakaian yang disediakan di belakang masing-masing setiap kamar. Tidak begitu besar, akan tetapi cukup untuk mengadukan isi kepalaku yang saat ini sedang berkembang menjadi setangkai kegelisahaan asing.Soal Lisa. Aku pikir, semula hanyalah kekagumanku yang diam-diam kupersembahkan untuknya. Tepat seperti apa yang pernah kukatakan, bahwa dia adalah seorang perempuan yang cantik, tinggi, dan kulitnya bersih. Dibandingkan denganku, Lisa memiliki banyak hal yang aku tidak punya itu dalam diriku. Terlebih, bentuk matanya yang besar. Serta alis cokelat yang terlihat asli. Pun, bulu matanya yang lantik seperti sebuah mahakarya di museum seni tahunan kota. Aku menduga perasaanku yang muncul padanya akan selalu begitu setiap kali kami bertemu. Namun, kenyataannya, kata hatiku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15
  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxix. Perkenalan

    Embusan napas memburu dari dadaku. Jemariku gemetar di antara bunyi kursi yang spontan kutarik dengan cepat. Aku terengah bersama leherku yang mendadak berkeringat, serta garpuku yang harus jatuh menghantam kakiku, menyaksikan diriku yang terlena untuk mau menerima uluran tangannya meski benar jika aku hanya menyentuh ujung jemarinya sedikit. Adam berlari dari depan meja kasir, membawa sepatu Conversenya, kembali datang ke hadapanku. Sebuah cangkir besar berada di tangannya, dan segera kulihat dia meletakkan itu di meja. Ekspresinya datar meskipun reaksinya terbilang cukup sigap. Aku mencengkeram udara, sementara tangannya yang sekarang turun naik di depan wajahku, seperti sekelompok nasihat yang sedang memberi tahuku bahwa aku harus tetap bersikap tenang, apa pun jenis keadaannya.“Adam, Adamㅡ”“Tidak apa, Jasmine. Tidak apa,” ujarnya, meyakinkanku. “Hanya kosongkan pikiranmu, dan cobalah untuk berfokus kepada ucapanku. Apa kau bisa?” Dia duduk menumpu satu lututnya di lantai, berus

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-16

Bab terbaru

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxviii. Kematian

    Kaleng minumanku sudah kosong.Aku duduk bersandar di pinggiran ranjang dengan kedua kaki yang kembali kutekuk, menghadap ke pintu yang ditutup. Setengah jam telah berlalu, dan jemari kananku sibuk mengetuk punggung tanganku yang melingkari betisku usai kukatakan kepada Adam kalau aku memiliki keputusan yang sulit; sebuah jawaban yang tidak pasti. Aku merasa bahwa pertemanan kami masih cukup jauh untuk sampai pada titik yang harus melibatkan kehadiranku di rumahnya, meskipun, setengah dari isi hatiku yang lain telah semakin meyakininya jika dia mungkin adalah salah satu bagian dari takdir yangTuhan mau untuk hidup baruku saat ini.Aroma harum sampo di rambutnya masih tercium. Adam tersenyum bersama anggukan kecil yang dia layangkan sebagai satu tanda pengertiannya padaku terkait trauma itu lagi dengan tanpa perlu kembali kujelaskan, dan aku melihat dia mengeluarkan lagi ponselnya, mengangkatnya di dalam udara kosong yang menengahi antara bahunya dan bahuku.“Semua hal baik butuh prose

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxvii. Bercengkerama

    “Untuk seseorang yang tinggal jauh dari keluarga seperti kita, bukankah rasanya sangat menyedihkan jika makan sendirian? Setiap kali aku melakukan itu, aku selalu melamun, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan hidupku.” Adam menjilat bibirnya yang berminyak, dan menatap diriku yang spontan tertawa mendengar pernyataannya, menghargai kejujuran demi kejujuran dari mulutnya yang membuatku sesekali bertanya di dalam kepala : kenapa dia harus mengatakan itu semua kepadaku? Sedangkan aku masih menganggap kalau pertemuan kami sejak hari pertama sampai hari ini yang bahkan belum terhitung satu bulan ialah saat-saat di mana sebaiknya kami berdua tidak langsung membuka diri dengan mudah, meskipun, aku sendiri tidak mengerti mengapa aku memberi tahunya tentang trauma yang seharusnya kututupi dengan rapat.Aku tertawa kecil ketika mengangkat sumpitku yang membawa beberapa helai jajangmyeon berpotongan agak tebal. Beberapa tembang lagu telah berganti, dan mataku mulai menyebarkan sorotnya

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxvi. Malam di Kamarnya

    Senyap. Kegaduhan yang tadi ikut menyinggahi kamarku dari berbagai macam suara kini hanya seakan-akan menghilang. Nyaris binasa dengan sangat amat sempurna di antara tubuhku yang sekarang sudah duduk di atas karpet lantai berwarna cokelat sambil menekukkan kedua lutut, di depan dinding yang memiliki banyak tempelan kertas bergambar lumba-lumba, dan sketsa wajah orang ㅡsebuah terkaan yang tidak meleset dari perkiraanku kalau Adam adalah lelaki yang rapi semenjak aku menyadari bahwa pakaiannya tidak pernah kusut, dan itu cukup mengagumkan ketika bisa kudapati bantal-bantal di ranjangnya yang tersusun demikian apik bersama seprei yang dipasang kencang, tirai jendela yang bersih, dan buku-buku yang ditempatkan dengan tepat.“Aku tahu kau sedang mengagumiku.”Dua cangkir besar berisikan teh hangat agak berasap di nampan menjamuku. Adam menaruh pantatnya di sampingku sementara aku langsung mengatupkan bibir, dan menoleh cepat untuk menemukan wajahnya usai dia memunggungiku selama beberapa m

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxv. Kerinduan?

    Jakarta yang sangat luas sekarang hanya berubah menjadi kota kecil yang konyol ketika aku bisa mendapati masa laluku lagi di antara banyak manusia serta jalanan yang kulalui untuk menjauhi semua nahasku. Aku mundur beberapa langkah, bersembunyi dengan cepat di balik rak tisu. Tidak menyangka kalau aku tetap akan dipertemukan kembali dengan mantanku yang berengsek setelah seluruh hidupku dihancurkan olehnya, membuat sekelebat pertanyaan itu melintas. Apakah semudah itu untuknya melupakanku? Daniel yang kukira sedang merenungi perbuatan paling kejamnya kepadaku pada kenyataannya terdengar seperti omong kosong yang terlalu kupaksakan seorang diri. Dia tidak begitu. Dia akan tetap sama sampai semua utangnya lunas, bahkan, bila itu harus merayu perempuan yang usianya jauh lebih tua dari dirinya.Aku membungkuk, mencoba mengintip mereka berdua secara hati-hati. Suasana yang tiba-tiba hening membuatku dapat mendengarkan suara Daniel yang lembut ㅡselembut ketika dia merayuku untuk mendapatkan

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxiv. Salah Menilai

    Hari Minggu datang ke dalam kehidupanku usai rasanya aku sudah melewati ribuan hari, jutaan angin malam, dan miliaran ombak. Sesuai dengan kesepakatan yang kutandatangani di surat kontrak pekerjaan, aku baru diperbolehkan libur jika telah masuk bekerja selama empat belas hari tanpa boleh mangajukan izin sama sekali, dan aku berhasil melewati dua minggu itu dengan baik. Meskipun lelah, walaupun tulang punggungku seolah nyaris patah, aku tidak boleh menyepelekan tanggung jawabku kalau tidak ingin atasanku memecatku, dan membuatku tidak mendapatkan gaji utuh sebelum genap satu bulan yang langsung dihitung dari hari pertama aku mulai masuk bekerja.Aku bersandar di ranjangku, mengamati kuku-kuku tanganku yang catnya sudah jelek. Aku ingin menghapusnya, dan menggantinya dengan warna merah. Terasa akan sangat cocok dengan warna kulitku yang tidak terlampau putih, dan jemariku yang cukup panjang. Juga, sebenarnya, aku sudah menyiapkan beberapa kutek baru yang semalam kubeli dari sebuah toko k

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxiii. Kejujuran Lisa

    Canggung. Aku kembali berbaring di ranjang, bersama tubuh Lisa yang sekarang berada di sampingku. Parfumnya tak lagi tercium, namun, bau lotion yang dia pakai terasa begitu harum untuk menghambur ke hidungku, seperti aroma bunga yang lembut, bercampur dengan dedaunan. Lisa bilang, dia tidak bisa tidur karena penyakitnya, dan sebenarnya, kebiasaan itu selalu terjadi kepadanya selama nyaris setiap malam yang dia bilang kalau biasanya dia akan mengatasi itu dengan cara menonton film, kemudian membuat matanya akan memejam usai lelah, dan tertidur. Tetapi, tidak kali ini. Dia sudah menonton film, namun, matanya tetap terus terjaga. Tidak bisa tidur.Napasnya yang tadi terdengar di telepon, kini berembus di sampingku. Aku mencoba untuk menahan napasku sendiri sambil memaksa menurunkan jempol kakiku yang berdiri tegak, mendapati Lisa sedang memainkan ponselnya, menghadap ke tubuhku yang hanya telentang, diam menatapi langit-langit kamar. Tidak tahu apa yang seharusnya kulakukan selain berusa

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxii. Bermimpi

    “Apa yang kaulamunkan di jam kerja, hm?” Oliv memiliki keingintahuannya yang mengejutkanku di atas kursi. Dia datang dengan alis menukiknya bersama sebuah senyum datar yang terbentuk di wajahnya tatkala tangannya menarik satu kursi kosong, dan ikut duduk di sana, di sampingku. Sementara aku hanya menggeleng, dan mengambil sebotol minuman dingin berwarna hitam bersoda yang telah kubuka penutupnya, lalu meninumnya.Hari ini, kami cukup disibukkan dengan sekelompok anak sekolah yang tiba-tiba turun dari bus pariwisata, dan menyerbu toko ini. Sangat melelahkan, namun sebenarnya aku cukup bersyukur karena setidaknya itu dapat mengurangi sedikit kemelut yang melanda pemikiranku.Tidak. Ini bukan soal Lisa lagi.Tadi malam, aku bermimpi sesuatu yang aneh. Di dalam mimpi itu, aku melihat Daniel, setelah sekian lama, dan setelah aku hampir bisa melupakannya. Dia sedang melambaikan tangannya kepadaku, dari kejauhan, dan sebenarnya aku tidak bisa melihat jelas ke wajahnya. Entah apa yang ingin d

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxxi. Cemburu

    Sudah pukul sembilan. Waktu berlalu dengan sangat cepat ㅡseakan-akan bergilir begitu saja, tanpa terasa. Adam, dan aku telah memutuskan untuk pulang meski sebenarnya aku masih ingin berada sedikit lebih lama lagi di sana, menikmati rembulan, dan bertemankan angin malam yang terasa sejuk menciumi kulitku.Jalanan kota yang masih ramai kembali mencuri perhatianku. Entah sejak kapan aku mulai ingin mengagumi, mengesampingkan kesimpulanku yang selalu bilang jika tinggal di kota ini, adalah sebuah kutukan dimana kita harus punya pekerjaan, serta rumah, menjadikan itu sebagai dua hal wajib yang harus dimiliki untuk bisa menetap dengan cukup tenang di kota ini. Jakarta selalu menyala, dan terasa keras untuk orang-orang yang lemah. Tak jarang ada berita bunuh diri yang terjadi setiap harinya, diumumkan di seluruh penjuru melalui televisi, media sosial, maupun surat kabar. Satu hal pun lantas menjadi kejelasan masuk akal yang paling sering terkuak, bahwa, nyaris seluruh penyebabnya, ialah kare

  • AKU BUKAN SEORANG PELACUR   xxx. di Bawah Langit

    “Aku sangat bersyukur kalau kau menikmati tempat ini.” Suaranya diberkati oleh ketulusan ketika dia menggelar selembar karpet berwarna biru tua di depanku yang barusan dia sewa dari pedagang karpet di dekat pintu masuk. Adam sempat ingin membelinya, namun aku mengatakan jika hanya meminjamnya dengan membayar biaya selama beberapa jam, mungkin akan lebih baik. Dia tidak perlu repot untuk membawanya di tangan selama perjalanan pulang kami berdua nanti.Aku kembali tersenyum, menghadapi keasingan itu yang agaknya cuma singgah sebentar ke dalam diriku. Aku telah menjadi seorang Jasmine lagi yang sekarang sedang memejam, menikmati angin segitiga yang menggesek pipiku.Pernyataan yang terlontar dari bibirku kepada lelaki itu memang benar, bahwa, masa laluku ketika aku masih menjadi seorang anak kecil yang polos spontan memang bak ditampilkan lagi di depan mataku. Aku seolah bisa melihat diriku yang masih berbadan kecil dengan rambut kepang tengah berbaring sambil meletakkan kepala di paha M

DMCA.com Protection Status