Home / Romansa / Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami: Chapter 21 - Chapter 30

38 Chapters

Menantu oh menantu

Pulang dari rumah Dimas--usai jalan bertiga dengan Rahma--bibir Nadine terus mengerucut. Genggaman tangannya pada setir kuat, menggambarkan kesalnya teramat sangat pada perempuan yang baru dikenalnya tersebut.Meski tak diabaikan, tapi dari cara bicara dan tatapan Dimas pada Rahma nyata jauh berbeda dengan dirinya.Ia kesal hingga ke ubun-ubun Dimas malah mengajak serta perempuan itu pergi.Bagaimana ia lupa, perhatian Dimas pada Rahma menurutnya terlalu berlebihan."Suka yang mana, Sayang?" Dimas seolah sengaja membuat hatinya sakit.“Janda itu ditanya? Lah, gue mana pernah loe ditanya begitu, Jay!” decaknya sembari memukul setir.“Jay kok jadi bucin banget, heran, deh! Pasti perempuan itu ada apa-apanya. Ilmu santet atau apalah!" Sambil fokus pada jalan Nadine menggerutu sendiri.Bayangan wajah Rahma yang terlihat sok lugu, minta perhatian makin mengeratkan genggamannya pada setir.Tambah lagi wajah Dimas yang selalu semringah menanggapi. Tatapan untuk Rahma jelas terlihat begitu da
Read more

Tamu Tak Diundang

Bu Tami akan keluar rumah menemui Azka yang tengah bermain di pekarangan samping. Setelah mendapat kiriman dari ibunya kemarin, anak itu jadi anteng memainkan mobil mainan beroda trail bersama anak-anak tetangga. Mereka tengah menyoraki riang benda yang bergerak lincah itu."Seru banget mainnya." Senyum wanita itu merekah. Sebuah kendaraan berbodi panjang berhenti tepat di depan halaman, menarik perhatian Bu Tami."Eh, bukankah itu mobil yang kemarin mengantar mainan untuk cucuku?" Tak lepas memandang ia menunggu siapa yang akan turun dari kendaraan berkilau itu.Tampak lelaki yang kemarin datang sendiri itu keluar dari balik kemudi, membukakan pintu penumpang. Kaki seorang wanita bersepatu pentofel coklat mengkilap, dengan betis putih bersih. Mata Bu Tami bergerak naik, bertemu wajah wanita paruh baya bertahi lalat cukup besar di atas bibir. "Siapa ya?" gumamnya lirih.Dari penampilan sudah terlihat jelas wanita itu berkelas. Bu Tami spontan teringat menteri perempuan yang pernah
Read more

Bekerja Bersama Seorang Spesial

Selama di rumah Harlan, bibir Safea cemberut sepanjang waktu. Terlebih saat ibu mertua yang berwajah pasi di ruang sebelah terus mengerang tidak jelas.“Aaaa, uuuunggg …!” Suara Bu Mira makin keras membuatnya menutupi kedua telinga.Lekas beranjak, bukan mendekat tapi Safea malah mencari dua ipar yang lagi asyik cekikikan di kamar.“Hesti, Hasna! Tuh, dipanggil mamamu!”Kedua kakak beradik itu menoleh, lalu saling bertatapan.“Kak Hesti aja, Hasna lagi ada tugas.” Gegas bergerak dari kasur gadis berambut model bob itu menuju meja belajar, mengambil buku dan berpura membaca.“Kenapa nggak Mbak aja, sih?” kesal Hesti. Meski hampir seumuran dengan Safea, karena jadi kakak iparnya terpaksa ia memanggil ‘Mbak’.“Aku ini hamil, susah gerak. Masa gitu aja nggak paham,” alasan Safea sembari pergi.Komat-kamit bibir Hesti mengumpat tanpa suara, di belakang iparnya yang memegang pinggang.‘Perut masih kecil juga lagaknya kayak sudah mau beranak! Alesan!’“Apa sih, Ma? Ganggu aja!” gerutu Hesti
Read more

Luka Hati Nadine

Getar terdengar dari ponsel Dimas dalam laci.“Eh, mungkin itu telepon Nadine lagi?” ujar Rahma mengingatkan.Dimas mengambil ponselnya. “Iya.” Ia perlihatkan pada Rahma 10 panggilan tak terjawab Nadine.“Kayaknya penting, Dim. Coba telepon balik.”“Kamu nggak papa?” Dimas menatapnya dengan raut memindai.“Ya nggak apa.” Rahma mengusap wajah pria itu gemas. Tangannya ditangkap Dimas, dan tidak dilepaskan lagi.“Oke kita coba telepon balik.”Nomor Nadine terhubung, baru sekali nada sambung sudah diangkat.“Jay lo sibuk apa sih kok susah banget dihubungin?!”Suara yang di’speaker itu membuat Dimas dan Rahma saling pandang.“Iya. Ada apa, Nad?” Dimas berusaha tenang. Sebelah kiri memegang ponsel, tangan kanannya erat menggenggam jemari Rahma.“Gue butuh lo sekarang, Jay. Pliss ke sini ….” Suara yang tadi keras berubah isak tangis. Sepertinya suara itu menggema, mungkin Nadine telepon dari kamar mandi.“Gue sakit, Jay ... gue cuma butuh elo di sini,” isak gadis di seberang makin menyayat
Read more

Tekanan Dalam Diri Dimas

Harlan masuk rumah dengan wajah kusut. Makin bertambah saat mendapati istri memasang bibir cemberut, lalu mengejar langkahnya ke kamar.“Mana uangnya?” Safea menadah tangan begitu mereka di kamar.“Apa, sih? Orang baru pulang juga.” Harlan melepas kemeja, dan melemparnya sembarang ke atas kursi rias.Hanya mengenakan kaus dalam, dan boxer lelaki itu menjatuhkan badan ke atas kasur. Dua tangan dipakai menyangga kepala.“Mas ketemu mereka, kan? Dikasih berapa?” Safea duduk di sebelah tubuh suami.“Enggak ada! Katanya, sisanya itu dikasih nunggu habis kamu lahiran,” ujar Harlan tanpa senyum. Bibir lebarnya mengatup, memandang langit-langit dengan sorot menerawang.“Yah … masih lama. Masa kita nunggu tiga bulan lagi? Dapat uang dari mana cona buat bertahan, Mas?”Harlan termenung. Diam tanpa semangat.“Mas Har nggak punya tabungan lagi?”“Nggak ada.”“Ck!!” Safea menatap lelaki itu kesal. “Pokoknya Mas Har coba ketemu lagi sama mereka. Ambil sisanya semua. Nanti setelah lahiran tinggal me
Read more

Berteman

“Mami tetap setuju kamu sama Nadine, Jay! Coba perhatikan baik-baik, dia kurang apa sebagai perempuan? Pendidikannya. Keluarganya. Nadine juga sudah cocok dengan Mami.”“Ini masalahnya kecenderungan hati Jay jelas pada Rahma, Mi.“Buka mata kamulebih lebar, Jay! Lihat mana lebih baik untuk masa depanmu. Mami yakin kamu lebih bahagia dengan Nadine dibanding perempuan itu.”“Mami seyakin itu?”“Tentu. Doa mami akan ngalir buat kalian berdua. Doa restu seorang ibu. Sementara kalau kamu tetap memilih perempuan itu, yang ada malah sebaliknya. Mami tidak ikhlas.”“Dari awal Mami tau Jay nggak bisa mencintai Nadine.”“Cinta akan datang kalau kalian sudah tinggal bersama. Makanya mami ingin kamu dan Nadine langsung menikah.”“Apa?”“Sudah jelas, Jay. Mami tetap akan menikahkanmu dengan Nadine. Selama Mami masih hidup, tolong jangan tolak keinginan ini.”“Aaaaaaaa!” pekik lepas Dimas sambil merentangkan tangan mengepal keras. Pembicaraan memanas dengan sang mami semalam membuatnya harus melepa
Read more

Sendiri

Hari-hari Safea dirasa bergerak merayap. Lelah fisik dan mental membuat wajahnya tak lagi bersinar. Keributan menjadi makanan hari-hari antara ia dan suami.Hari ini Safea murka, uang yang diharap tersisa untuk masa depannya usai melahirkan malah diambil Harlan. Hanya dua juta lelaki itu berikan padanya tadi.“Mending kita cerai daripada aku diperas gini, Mas! Uang itu hasilku! Uang lelah dan susah payahnya aku hamil!” pekiknya geram.“Maaf, Sayang. Mas ini nggak tega nolak keinginan adek-adek mas.”“Ya udah sana! Pikirin aja mereka! Sekarang Mas Har nggak boleh temui aku lagi!” Perempuan muda ini memaksa diri duduk sambil memegang pinggang yang terasa kian berat.Hari perkiraan melahirkan sudah dekat, harapan akan menata kembali hidupnya yang hancur punah sudah. Semua barang di kamar berterbangan jadi sasaran kemarahannya mengusir Harlan.“Hasna sama Hesti lagi butuh, Sayang. Mengertilah.”“Bisa-bisanya kamu bilang gitu, Mas?! Itu uangku! Bukan hasil kerjamu! Gara-gara Mas Har semua
Read more

Teror

Sepanjang malam tadi Rahma meminta dalam doa, agar hidup bisa lepas dari gangguan lelaki yang pernah menginjak harga dirinya. Ia dihantui takut dan resah atas komentar Harlan yang seperti sengaja mau menjatuhkan pekerjaannya.“Sudah, nggak usah dipedulikan, Ra. Toh yang liat malah ikut ngejek dia, kan?”“Iya, Mbak Din. Cuma aku nggak enak aja akun kita jadi gitu.” Saat Dini ke ruko hari ini, Rahma ceritakan tentang komentar itu.Meski sudah dihapus dan diblokir tetap muncul lagi akun baru dengan komentar serupa. Rahma mengikuti saran Dini tetap tenang tanpa merasa terganggu, tetap memposting artikel pendek juga promosi seperti biasa.Tindakan Rahma didukung followers, sebagian mereka balas komentar menyerang Harlan.Seminggu berlalu tak ada lagi terror itu. Harlan mungkin kapok, tapi Rahma tetap siaga, ia takut Harlan melakukan hal lain mengganggunya. *“Jangan diburu menikah, Mi. Prosesnya aja belum sukses. Biarkan Jay pelan-pelan menjalani.”Dimas kecewa rencana pernikahan tetap di
Read more

Keras Hati

Nadine membanting ponselnya sembarang, mengenai punggung ranjang, terpental ke lantai. Ia terbawa emosi sejak pagi menghubungi Dimas belum juga mendapat respon. Sampai mala mini pun menunggu tetap belum aktif ponselnya.Ia tidak bisa bersabar lagi menunggu bagai orang dungu. Seorang Nadine ingin apa yang dikehendaki direspons segera. Dimas benar-benar suka menguras emosinya.Perempuan yang mengenakan tanktop bertali kecil ini menyambar kunci mobil, menarik jaket jeans dari gantungan, dan mengenakannya sambil melangkah panjang ke luar.“Ke mana, Nadine?” Wanita berpakaian tidur itu mendekat, khawatir melihat wajah cemberut putrinya yang akan keluar rumah.“Ke rumah Jay, Ma,” jawab Nadine sambil lalu.“Ada apa? Ini sudah larut. Apa Jay sudah di rumah?” Ria mengejarnya sampai pintu depan.“Justru itu, Ma. Dia itu maunya apa, sih nggak respons panggilan aku?!”“Jangan bawa mobil dalam keadaan emosi, biar mama yang ngantar.”Nadine pun pasrah mamanya mengambil alih kunci mobil.“Awas dia k
Read more

Jiwa Psikopat

Harlan datang ke rumah Bu Tami dengan gaya khasnya, seolah lelaki tertampan sedunia.Kehadirannya disambut raut masam dua perempuan yang duduk di ruang tamu.“Woi! Kenapa lihat aku begitu? Mana Azka?” tanyanya sambil celingukan.Safea buang muka lantas gegas ke kamar. Ia sudah lama muak lihat wajah Harlan. Tidak mau lagi berurusan dengan lelaki yang menolak menceraikannya itu.“Azka lagi tidur. Kenapa? Tumbenan ingat rumah ini?” Bu Tami bersedekap.“Lah, lah? Apa maksud Ibu? Oh, pasti Ibu mau halangi aku temui Azka, hum?”Alis lelaki itu naik sebelah. “Aku rindu anakku sekarang. bukan rindu istri cantikku yang hobi manyun itu.”“Kenapa baru sekarang anggap Azka anak? Mana tanggung jawabmu setelah berapa lama hilang?”Seminggu sejak keributan parahnya dengan Safea, Harlan memang tak pernah muncul batang hidungnya, lalu sekarang datang seolah tak bersalah.“Itu urusan pribadi, Bu. Nggak perlu juga kali aku jelaskan.” Ia melewati begitu saja Bu Tami yang melarangnya ke kamar Azka.“Mau ap
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status