Semua Bab Karena Kita Orang Miskin: Bab 31 - Bab 40

49 Bab

Bab 27

Karena Kita Orang Miskin (27)Aku langsung mendorong Mas Bambang untuk melepaskan diri dari pelukannya. Lantas berdiri kikuk sembari menanti langkah Mas Dadang yang kian mendekat. Entah apa yang ada dalam benaknya kini, tak mampu kutebak dari rautnya yang datar. Namun, aku bisa pastikan bahwa suamiku itu telah salah paham.Mas Dadang berdiri di sisi lain ranjang Mas Bambang. Mata kami sempat bertemu sesaat sebelum suamiku membuang pandang ke tubuh Mas Bambang. Detak jantungku semakin riuh karenanya."Abang udah baikan?" tanya Mas Dadang."Lumayan, Bro. Untung kamu semalem nggak ikut. Kalo ikut pulang bareng aku, bahaya!" balas Mas Bambang."Bahaya gimana, Bang? Tabrakan beruntun, ya, katanya?" Lagi, Mas Dadang bertanya."Hmm." Mas Bambang mengangguk.Selanjutnya, mereka berbincang cukup lama. Aku diabaikan. Entah sengaja atau tidak.Mas Dadang pun sepertinya tak mau berbicara banyak denganku dulu. Buktinya, saat aku izin untuk pulang lebih dulu, dia hanya memberikan anggukan sebagai j
Baca selengkapnya

Bab 28

Karena Kita Orang Miskin (28)Tengah malam, aku terbangun saat tangan Mas Dadang membelai lembut rambutku."Ayah?"Melihatku terbangun, Mas Dadang menghentikan kegiatannya. Belum sempat ia berdiri, kutarik tangannya dan membenamkan diri dalam pelukannya. Kutumpahkan semua tangis yang sengaja ditahan sejak pagi tadi."Ibu nggak akan khianatin Ayah. Ibu sayang, Ibu cinta sama Ayah. Ayah cuma salah paham," kataku di sela tangis.Mas Dadang diam. Tak menjawab kata-kataku atau bergerak barang sedikit. Sementara aku masih saja terus berusaha meyakinkannya."Yang Ayah lihat, nggak seperti itu kenyataannya. Ibu nggak ada apa-apa sama Mas Bambang. Ibu datang ke rumah sakit karena nyariin Ayah."Mas Dadang sepertinya terkejut akan penuturanku itu. Buktinya, tubuhnya sedikit mengendur dari pelukanku."Ibu gelisah nungguin Ayah nggak pulang-pulang. Tiba-tiba ada yang nelpon pake nomor Mas Bambang ngasih tau dia kecelakaan. Ibu panik. Ibu kira Ayah juga kenapa-kenapa." Tangisku semakin pecah mengi
Baca selengkapnya

Bab 29

Karena Kita Orang Miskin (29)Aku menatap Mas Dadang meminta jawaban. Haruskah kujawab telepon itu? Atau membiarkannya saja."Angkat aja, Bu. Speaker!" perintah Mas Dadang."Assalamualaikum," sapa Mas Bambang."Waalaikumsalam." Aku menjawab datar."Ada apa, ya, Mas?" tanyaku kemudian."Dadang ada, Ratna? Kalau boleh, saya mau bicara sama dia."Aku meminta pendapat Mas Dadang lewat tatapan. Mas Dadang menjawab dengan anggukan."Maaf saya nelpon ke nomor kamu. Nomor Dadang nggak aktif soalnya," lanjut Mas Bambang.Segera saja kuserahkan ponsel ke Mas Dadang. Suamiku itu lantas mematikan speaker dan berjalan ke ruang depan. Meninggalkan aku yang berniat melanjutkan kegiatan memasak makan siang.Entah apa yang Mas Dadang bicarakan dengan Mas Bambang. Biarlah, aku tak mau terlalu ambil pusing. Yang penting kesalahpahaman antara aku dan suamiku sudah berakhir.Bertepatan dengan aku selesai memasak, Mas Dadang pun selesai berbincang dengan Mas Bambang. Kami lalu makan siang bersama anak-anak
Baca selengkapnya

Bab 30

Karena Kita Orang Miskin (30)Aku terbangun saat merasakan sentuhan pada bagian atas tubuh. Kepalaku masih berat saat mataku mulai terbuka perlahan. Di depanku ada orang.Astaghfirullah ... Mas Hamdan sedang menggerayangi tubuhku.Refleks, kudorong tubuhnya."Astaghfirullah ... Mas ngapain di sini? Pergi, Mas!"Segera kubetulkan kancing baju yang sudah terbuka semua.Bukannya pergi, suami Mbak Lulu malah menyeringai dan berjalan semakin mendekat ke arahku. Aku yang ketakutan melihat itu, terus saja mundur hingga tubuhku tertempel di dinding kamar. Dengan cekatan, Mas Hamdan mengunci tanganku dengan sebelah tangannya dan membekap mulutku dengan tangan lainnya."Saya sudah lama nunggu momen ini. Akhirnya, hari ini saya bisa milikin kamu juga," bisik Mas Hamdan.Aku berusaha memberontak, tapi tak bisa. Aku kalah kuat darinya. Akhirnya, hanya gelengan yang bisa kuberikan seraya menatap matanya dengan tatapan memohon."Sudahlah, nikmati saya apa yang akan saya kasih, Ratna. Kamu juga pasti
Baca selengkapnya

Bab 31

Karena Kita Orang Miskin (31)Usaha yang aku dan Mas Dadang rintis, berjalan semakin baik dari hari ke hari. Pesanan catering pun semakin banyak. Mulai dari catering untuk makan siang guru-guru di beberapa sekolah, hingga catering untuk beberapa kantor di sekitar tempat tinggal kami.Tentunya aku kewalahan dalam menangani pesanan seorang diri. Aku sengaja memanggil beberapa orang untuk membantuku memasak. Begitu juga untuk membantu Mas Dadang berjualan pada sore hari karena usaha warung makan mobil kami semakin banyak peminatnya."Bu, gimana kalau kita buka cabang baru?" Mas Dadang meminta pendapatku setelah satu tahun usaha kami berjalan dan mulai ramai."Tapi, Yah, untuk beli mobil baru, kita nggak punya uangnya, Yah. Belum cukup," jawabku."Kita ambil di bank dulu aja, Bu. Lumayan, loh, Bu. Nanti ada kenalan Ayah yang urus." Mas Dadang memberi solusi.Sebenarnya, aku enggan untuk mengambil pinjaman di bank. Aku khawatir kalau nantinya kami malah tidak bisa melunasinya. Lagipula, bu
Baca selengkapnya

Bab 32

Karena Kita Orang Miskin (32)"Apa yang mau kamu bicarakan, Pri?" tanyaku setelah menyiapkannya minuman. Aku sengaja mengajak Supri berbincang di lantai tiga rumah yang berfungsi sebagai atap dan tempat jemuran karena berupa ruang terbuka. Aku tak mau perbincangan ini terganggu kalau kami mengobrol di ruang tamu rumah.Maklum, lantai satu rumah kami yang dijadikan tempat produksi makanan, membuatnya dilalui banyak orang. Kalau seperti permintaan Supri tadi bahwa ingin bicara penting secara empat mata denganku, di atas sinilah tempat yang cocok. Di sini aman dari lalu lalang orang yang berpotensi menguping pembicaraan kami.Supri tampak menghela napas berkali-kali. Sepertinya dia sedang menimbang apa yang akan diucapkannya. Aneh, padahal tadi dia tampak serius dan sedikit bersemangat saat bilang ingin berbicara empat mata denganku."Pri ...."Supri terlihat salah tingkah saat aku menegurnya."I-iya, Bu?""Jadi, apa yang mau kamu sampaikan?"Supri menunduk sebentar sebelum memulai kalim
Baca selengkapnya

Bab 33

Karena Kita Orang Miskin (33)Kupersilakan Supri pulang setelah mendapatkan semua informasi yang dimilikinya. Aku akan menunggu Mas Dadang malam ini. Kalau sampai besok suamiku itu tak jua ada kabarnya, akan kuperintahkan Supri untuk mencaritahu lebih dalam tentang apa yang terjadi."Ingat, Pri, tolong rahasiakan hal ini dari siapa pun! Saya percaya kamu orang baik," pintaku sebelum Supri pergi dengan motornya."Baik, Bu. Insya Allah saya akan jaga amanah Ibu." Supri mengatakan itu setelah mengancing helmnya."Saya pamit, Bu. Assalmualaikum," lanjutnya seraya menyalakan mesin motor. Lantas pergi dari rumahku. Sedangkan aku langsung mengunci pintu setelahnya.Aku menunggu kedatangan Mas Dadang sampai jam sebelas malam. Mataku sudah tak sanggup lagi untuk tetap terjaga setelahnya. Sebelum benar-benar terpejam, aku sempat menelepon Mas Dadang. Namun, nomornya tidak aktif.Seperti biasanya, aku terbangun setelah alarm--yang kusetel aktif sebelum adzan Subuh--berdering. Segera kubangunkan
Baca selengkapnya

Bab 34

Karena Kita Orang Miskin (34)"Maksud Ibu gimana?" Mas Dadang masih pura-pura tak tahu. Padahal, aku yakin dia mengerti bahwa aku sudah tahu semua kebohongannya."Nggak usah pura-pura bodoh, Yah!" Aku sedikit membentak.Wajah Mas Dadang kembali menanpakkan gurat ketidakpercayaan. Mungkin dia terkejut karena ini memang baru pertama kalinya aku meninggikan suara di depannya. "Kalau Ibu nggak jelasin, gimana Ayah mau ngerti?"Aku diam tak menanggapi."Bu ...." Mas Dadang menyentuh pundakku. Aku berusaha melepasnya dengan menggerakkan bahu."Tolong jangan bersikap kayak gini!" pinta Mas Dadang.Rasanya dadaku penuh sesak karena menahan emosi."Kalau Ayah nggak ngebohongin Ibu, nggak mungkin Ibu bersikap kayak gini!" Aku berbicara tanpa memandang Mas Dadang.Berkali-kali kuseka sudut mata dengan pergelangan baju yang kukenakan. Menahan air mata ini rasanya sangat sulit meski telah beberapa kali aku menengadah dan mengerjap agar ia tak tumpah. Namun, sepertinya semua itu sia-sia belaka. Ak
Baca selengkapnya

Bab 35a

Karena Kita Orang Miskin (35a)Mas Dadang meminta pendapatku setelah memutuskan sambungan telepon dengan kakaknya."Pergi aja, Yah. Ibu izinin, kok," jawabku.Sebenarnya, aku juga ingin ikut, tapi ini sudah terlalu larut. Aku takut meninggalkan anak-anak itu sendiri di rumah. di sana, aku juga belum tahu bagaimana situasi di sana. Jangan sampai kedatanganku nanti malah menambah masalah.Kuantar Mas Dadang sampai teras. Lalu, kunci pintu setelah mobilnya menjauh dari rumah. Selanjutnya, kembali ke kamar untuk istirahat.Namun, di kamar, aku malah tidak bisa memejamkan mata. Pikiranku sibuk menerka apa yang sebenarnya terjadi. Sakit apa sebenarnya ibu mertuaku itu?Aku tetap terjaga sampai pukul dua dini hari. Kegundahan hatiku tak kunjung hilang meski entah berapa ratus kali aku telah mencoba menghalaunya dengan melafazkan kalam Allah. Berkali-kali kuucapkan doa yang sama, semoga ibu mertuaku kembali sehat dan bisa melewati masa kritisnya.Pagi hari, aku bangun kesiangan. Entah berapa
Baca selengkapnya

Bab 35b

Karena Kita Orang Miskin (35b)Mas Dadang menoleh, lantas balik bertanya, "Ibu tau dari mana Ayah ke bagian dokter kandungan?"Kuceritakan saja pertemuan dengan Bu Siti kemarin pada Mas Dadang."Oh, Bu Siti. Pantas, kayak ada yang negur Ayah, tapi Ayah cuekin karena buru-buru harus balik ke ruangan Ibu.""Iya, Yah. Bu Siti ngirain Ibu lagi hamil, masa.""Aamiin.""Loh, kok, diaminin, Yah?""Emang nggak boleh, ya, Bu? Anak-anak sudah pada besar, loh. Sudah bisa nambah adik. Ayah juga udah kangen gendong bayi," bisik Mas Dadang seraya menggelitiki pinggangku.Tanpa kuduga, obrolan itu menjadi pengalih perhatian Mas Dadang dari kesedihannya. Karena setelah itu, Mas Dadang malah menyuarakan keinginannya untuk menambah momongan. Aku menanggapinya dengan bercanda menolak keinginannya itu. Hal itu malah semakin membuat Mas Dadang terus menggodaku.Tak lama, terdengar salam dari depan rumah. Itu suara anak-anak. Memang ini sudah waktunya pulang sekolah.Seperti biasa, anak-anak akan langsung
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status