“Halo, Kak Sinta, akhirnya ketemu juga!” Aku menyapa Kak Sinta yang terlihat sedikit gugup.“Santai saja, Kak. Jangan terlalu takut, santai,” sambungku lagi, sengaja menyindir Kak Sinta. Bodoh amat, walau ada suaminya, aku tidak takut, karena perempuan seperti Kak Sinta harus dibuat kapok, biar tobat gibahin orang.Tanpa basa-basi, aku langsung memutar rekaman pembicaraanku dengan Kak Sinta. Aku tidak ingin menunggu Kak Sinta mengatakan yang sebenarnya, karena itu mustahil. Manusia seperti Kak Sinta akan terus mempertahankan kesalahannya, dan aku akan terus dijadikan kambing hitam dari mulut dosanya.Semuanya diam, fokus mendengar suara nyaring Kak Sinta dari handphone yang ku pegang. Ku perbesar volumenya, membuat suara Kak Sinta semakin terdengar cempreng. Ku lirik sekilas kea rah Kak Vivi, dadanya naik turun seperti menahan amarah yang meluap. Apalagi Kak Aji, tak kalah sangar tampangnya. Ah, terserahlah. Hanya Kak Dino yang menunduk, sepertinya menahan malu, malu karena perbuatan
Baca selengkapnya