Semua Bab Karena Suamiku Anak Bungsu : Bab 11 - Bab 17

17 Bab

Bab 11 Pergi

“Kenapa diam saja, Arif? Silahkan bawa istrimu pergi dari sini!” Bapak mertua melototi Mas Arif.Mas Arif menatap bapak dengan tatapan hampa, seolah ingin memelas bahwa istrinya tak bersalah. Aku tak sanggup menatapi ekspresi wajah Mas Arif.Aku mengalihkan pandangan, menatap Ibu yang masih memasang wajah berangnya. Lalu beralih menatap Mas Arif, matanya berkaca-kaca.Aku mengusap pelan punggung Mas Arif, memberikannya ketenangan.Mas Arif menatapku seraya tangannya menggenggam erat tanganku.“Baik, Pa, Bu. Arif akan bawa Fira dan Amira untuk pergi dari sini!” ujar Mas Arif lantang, membuatku sontak menatapnya.“Jangan sok berani kau, Rif. Bisa apa kau tanpa Ibu dan Bapak?” cibir Kak Aji, dengan raut wajah sinis.“Kalaupun pergi, pasti besok bakal balik!” timpal Kak Vivi dengan mulut lempemnya.“Ayo, Dek. Kita pergi dari sini.” Mas Arif menarik pelan tanganku. Aku segera mengikuti langka Mas Arif, berjalan menuju kamar.Dengan cekatan, Mas Arif membereskan semua barang-barang kami yan
Baca selengkapnya

Bab 12 Masalah Selesai

“Halo, Kak Sinta, akhirnya ketemu juga!” Aku menyapa Kak Sinta yang terlihat sedikit gugup.“Santai saja, Kak. Jangan terlalu takut, santai,” sambungku lagi, sengaja menyindir Kak Sinta. Bodoh amat, walau ada suaminya, aku tidak takut, karena perempuan seperti Kak Sinta harus dibuat kapok, biar tobat gibahin orang.Tanpa basa-basi, aku langsung memutar rekaman pembicaraanku dengan Kak Sinta. Aku tidak ingin menunggu Kak Sinta mengatakan yang sebenarnya, karena itu mustahil. Manusia seperti Kak Sinta akan terus mempertahankan kesalahannya, dan aku akan terus dijadikan kambing hitam dari mulut dosanya.Semuanya diam, fokus mendengar suara nyaring Kak Sinta dari handphone yang ku pegang. Ku perbesar volumenya, membuat suara Kak Sinta semakin terdengar cempreng. Ku lirik sekilas kea rah Kak Vivi, dadanya naik turun seperti menahan amarah yang meluap. Apalagi Kak Aji, tak kalah sangar tampangnya. Ah, terserahlah. Hanya Kak Dino yang menunduk, sepertinya menahan malu, malu karena perbuatan
Baca selengkapnya

Bab 13 Oh, Ibu

“Ariiif, Firaaaa!”“Ariiif, Firaaaa!”Aku terbangun mendengar suara memanggilku dan Mas Arif, diiringi gedoran pintu yang cukup keras.Aku meraih handphone di atas nakas, pukul 05.30 WITA.Aku menguap beberapa kali, mataku masih sangat berat. padahal aku baru saja berbaring sehabis salat subuh. Aku melirik ke samping, tak ada Mas Arif. Oh iya, tadi kan Mas Arif pergi salat di Masjid, tapi masa belum pulang?Aku segera beranjak bangun dari ranjang. Orang diluar masih terus memanggil dengan suara yang bertambah keras, sampai-sampai bayiku yang masih terlelap menggeliat beberapa kali. Maklumlah, rumah kontrakan ini cukup sederhana, tak ada plafon.Siapa yang memanggil dan menggedor pintuku sepagi ini?Aku menyambar jilbab instan dan segera memakainya, lalu bergegas menuju pintu utama. Sebelum membuka pintu, aku mengintip sebentar dibalik cela jendela. Sekedar melihat siapa gerangan di luar. Rupanya, orang diluar tak asing di mataku.“Fira!!!”Aku terhentak saat orang di depanku memanggil
Baca selengkapnya

Bab 14

"Bu, maafkan Arif yang selama ini selalu menjadi beban Ibu sama Bapak,” sahut Mas sendu. Nada suaranya bergetar, bertanda jika hatinya sedang tidak baik-baik saja.Ku lirik suamiku sekilas, wajahnya memerah. Dan alhasil, bulir bening jatuh dari pelupuk matanya. Mas Arif menangis. Ya, suamiku menangis.Aku kembali mengusap pelan punggung lelaki yang sangat aku cintai setelah Abbah.Mas Arif mengusap matanya yang basah, berusaha menguatkan hatinya. Lalu menengadahkan wajahnya, kembali menatap Ibu dan Bapak bergantian. Suamiku meraih tangan Ibunya, menggenggamnya erat sembari berujar.“Bu, Pak, jauh di lubuk hati Arif, sangat ingin membahagiakan Ibu dan Bapak sampai kapan pun,”Bapak masih belum bergeming. Ibu memalingkan wajahnya sebentar, lalu kembali menatap suamiku. Tatapannya berubah, seperti menatap suamiku dengan penuh kasih sayang.“Tapi, mengapa tindakanmu tidak mencerminkan ucapanmu, Rif?” sahut Bapak, akhirnya bersuara.Ingin sekali aku menjawab ucapan Bapak, namun ku urungkan
Baca selengkapnya

Bab 15

“Bapak dan Ibu mau kita berpisah, Dek,” ucap Mas Arif pelan namun sangat jelas terdengar.Deg!Jantungku serasa berhenti serentak, dadaku terasa sangat sesak, seolah tak ada udara yang masuk. Ucapan Mas Arif berhasil membuatku terdiam beberapa saat.“Dek,” Mas Arif meraih tanganku, menggenggamnya perlahan. Berhasil menyadarkanku kembali.Aku menoleh, menatap Mas Arif.“Kenapa, Mas?” ucapku kemudian.Mas Arif menoleh, seakan tak ingin menatap langsung mataku. Giliran sekarang suamiku yang diam.“Mas! Jelasin! Kenapa?” aku terus mendesak Mas Arif.Suamiku masih diam, seolah sangat berat untuk bicara. Aku yakin jika yang akan diucapkan Mas Arif sangatlah meyakiti aku sebagai istrinya.“Mas!” aku memanggilnya sekali lagi, kali ini suaraku semakin meninggi. Mas Arif terhenyak, menatapku.“Dek! Pelan-pelan dong ngomongnya!” ucap Mas Arif sembari menautkan telunjuk di bibirnya.“Makanya cepat jelasin, kenapa orang tuamu mau kita berpisah,” balasku tak mau kalah.Mas Arif menarik napasnya lal
Baca selengkapnya

Bab 16

Sejak mendengar percakapan ibu di pasar dua hari yang lalu, hati ku tak tenang. Pikiran ku berkecamuk, membayangkan suamiku akan menikah lagi. Aku yakin, kalau ibu dan anaknya yang lain akan terus memaksa suamiku menikah lagi.Hari ini aku pulang dari toko lebih awal. Amira aku titipkan di Mbak Wati. Sengaja, karena pikiran ku semakin kacau. Berbagai hal buruk terpampang jelas dalam bayangan ku.Sampai di rumah, Mas Arif tidak ada. Sepertinya belum pulang semenjak pergi dari subuh membantu iparnya, Kak Ali. Tapi hatiku berkata lain, sepertinya Mas Arif ada di suatu tempat, makanya belum pulang sampai saat ini. Aku lalu bergegas ke rumah ibu.Saat aku sampai, terlihat banyak sandal di teras rumah. Sepertinya lagi ada acara ngumpul bareng.“Assalamualaikum,” ucapku begitu sampai di depan pintu.“Walaikumsallam,” terdengar suara Kak Ani menjawab salam ku.Suasana yang begitu hening, seperti sedang membahas sesuatu yang sangat penting. Dan semua saudara Mas Arif hadir. Semuanya dengan pos
Baca selengkapnya

Bab 17

Semenjak insiden di rumah ibu mertua, aku uring-uringan di rumah. Sudah beberapa hari aku tidak ke toko, membiarkan semuanya di hendel Firman. Karena begitu terus sedari awal. Mas Arif juga aku larang untuk bekerja ataupun membantu Kak Ria. Aku hanya takut kalau Mas Arif akan tergoda juga oleh bujukan dari orang tuanya pun saudaranya. Mengingat sebegitu keras usaha mereka untuk memprovokasi Mas Arif.Hari ini keluarga Mas Arif datang ke rumah. Ada bapak dan ibu mertua, pun anaknya yang lain. Tapi Kak Aji dan istrinya tak tampak. Oh, mungkin Kak Aji lagi di sekolah mengingat ini masih jam 9 pagi.Aku menyambut hangat keluarga Mas Arif. Mempersilahkan mereka duduk di sofa ruang tamu. Setelah menyalami bapak dan ibu mertua, aku pamit ke dapur menyiapkan minuman. Para kakak iparku sibuk mengelilingi seantero rumah, entah sedang memeriksa ataupun mencari sesuatu.“Oh, ada kulkas juga ya kamu!” sahut Kak Ria tiba-tiba dengan tegas dan terkesan menyindir sembari membuka kulkas ku dan mengama
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status