Semua Bab Mandi Keramas Setiap Pagi: Bab 11 - Bab 20

31 Bab

ATM diblokir

Panggilan telepon terputus, Evan menjatuhkan bobotnya di sofa. Lidya dan Luna yang melihat itu seketika ikut duduk di sebelah Evan. Evan memijit pelipisnya, ia tidak pernah menyangka kalau akan terjadi seperti ini. "Van ada apa?" tanya Lidya. "Butik kebakaran, Ma." Evan menjawab seraya mengusap wajahnya. Seketika dua wanita yang ada di sebelahnya terkejut. "Apa?! Kok bisa sih, Mas. Sudah ketemu apa belum pelakunya?" tanya Luna. Sementara Evan hanya menggeleng. "Ini pasti ulah Asty," tuduh Lidya. Sontak Evan dan Luna menoleh. "Nggak mungkin, Ma. Asty tidak akan berbuat jahat seperti itu." Evan mengelak, ia tidak yakin jika Asty berbuat jahat seperti itu. "Apanya yang nggak mungkin, jelas-jelas dia bersedia pergi dari rumah ini dan mau menyerahkan butik yang dikelolanya. Kalau tidak ada rencana tidak mungkin Asty mau pergi," kekehnya. Lidya tetap menuduh Asty sebagai pelakunya. "Luna, ayo ikut mama." Lidya bangkit dari duduknya, dan tentunya diikuti oleh menantunya itu. Evan men
Baca selengkapnya

Niat Buruk yang Gagal

Setibanya di rumah Rena meletakkan barang belanjaannya di atas meja, beruntung Rena membawa uang, jadi mereka tidak perlu mengembalikan barang yang telah diambil. Evan kembali memijit pelipisnya, ia sudah menduga jika itu adalah ulah Asty. "Ini pasti ulah Asty, pasti dia yang sudah memblokir kartu ATM aku," gumam Evan. Ia menyenderkan kepalanya di sandaran sofa. "Untung aku bawa uang, coba kalau enggak. Mau ditaruh di mana muka kita." Suara Rena mampu membuat Evan tersadar dari lamunannya. "Maaf, aku juga nggak tahu kenapa ATM aku bisa keblokir," ucap Evan. Rena menghela napas. "Apa ini ulah Asty.""Sepertinya iya." Evan mengangguk. "Ren, aku mau tidur sebentar ya, capek banget." Evan berucap seraya merebahkan tubuhnya di sofa. "Mas tidur di kamar saja, biar lebih nyaman," sahut Rena. "Ya sudah." Evan bangkit dari duduknya. Ia mencium kening Rena lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Sementara itu, Rena memilih untuk ke dapur. Di lain tempat, Asty sedang sibuk dengan laptopnya.
Baca selengkapnya

Perbuatan Gila Evan

Perkelahian tidak bisa dihindari lagi, Asty hanya bisa berharap semoga orang yang membantunya bisa mengalahkan orang-orang jahat tersebut. Setelah cukup lama berkelahi, ketiga orang itu akhirnya terkapar tak berdaya. Dengan sisa tenaga yang masih ada, mereka melarikan diri."Sudah tidak perlu dikejar." Asty mencegah orang tersebut, saat hendak mengejar para penjahat itu. "Kamu baik-baik saja kan?" tanya orang tersebut. "Iya, terima kasih ya atas bantuannya," jawab Asty. "Sama-sama, nggak nyangka ya kita bisa ketemu lagi. Gimana kabar kamu?" tanya orang tersebut. "Alhamdulillah baik kok, kamu sendiri bagaimana." Asty balik bertanya. "Alhamdulillah aku juga baik, eh ini kamu mau kemana?" tanyanya lagi. "Aku mau ke kantor, kamu sendiri mau kemana, Van." Asty juga kembali bertanya. "Aku mau ke kantor kamu, katanya papa ada janji sama kamu. Tapi tadi papa ada urusan yang lain, jadi aku yang gantiin," jawab Vanno. Yang tak lain adalah putra dari Haris, sahabat kedua orang tua Asty.
Baca selengkapnya

Kecurigaan Erik

Vina menangis, ia tidak menyangka jika Evan kembali melakukan itu padanya, mungkin dulu Vina sangat menikmatinya, bahkan ia tidak peduli dengan perasaan kakaknya. Namun sekarang, Vina merasa jijik dengan hal itu, ia sudah bertekad untuk menjadi istri yang baik, tapi ternyata niatnya telah ternoda. "Terima kasih ya, Sayang. Kamu memang hebat, pantas saja Erik mau menikahimu." Evan mengusap kepala Vina, dengan kasar ia menepis tangan Evan. Ia merasa jijik dengan pria yang baru saja menjamah tubuhnya. "Uh, galak banget sih. Lain kali lagi ya." Selesai berpakaian, Evan bergegas pergi meninggalkan Vina yang masih terisak. Vina memukul-mukul tubuhnya sendiri, ia benar-benar jijik. Evan sudah menodainya, sebagai seorang istri, Vina gagal menjaga kehormatannya. Dengan deraian air mata, Vina berjalan masuk ke dalam kamar mandi, lalu berdiri di bawah shower. Ia menyalakannya, guyuran air membasahi seluruh tubuhnya. Sementara itu, Evan sudah tiba di rumah. Dengan senyum mengembang ia berjala
Baca selengkapnya

Suami Tak Berakhlaq

"Vina, Vina, Vina!" teriak Erik. Entah kenapa emosinya tiba-tiba memuncak. Dengan tergesa-gesa Vina berlari menuju ke kamarnya yang ada di lantai atas. Setibanya di kamar terlihat Erik sedang berdiri dengan sorot mata yang tajam. Vina tidak tahu apa kesalahannya, sehingga membuat suaminya itu marah. "Ada apa, Mas." Pelan Vina bertanya. "Katakan yang sejujurnya, apa ada pria lain yang menyentuhmu selain aku, setelah kita menikah." jawaban yang Erik berikan mampu membuat Vina terkejut. Deg, jantung Vina seakan ingin loncat, ia tidak tahu harus menjawab apa. Sementara bayangan saat Evan menjamahnya kembali menari-nari di otaknya. Tubuh Vina mendadak gemetar, bahkan keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Bukan niat hati ingin merahasiakan hal itu, tapi Vina terlalu takut untuk berkata jujur. "Kenapa diam." Suara Erik mampu membuat Vina terlonjak kaget, wanita itu menoleh sekilas. Bibir Vina bergerak, entah apa yang akan ia sampaikan, tetapi lidahnya terasa kelu. Lagi-lagi ketakut
Baca selengkapnya

Evan Kembali Berulah

Satu minggu telah berlalu, selama seminggu Evan menghabiskan waktunya bersama dengan Rena. Kandungan Rena yang mulai membesar membuat wanita itu lebih manja dan selalu ingin berada di dekat Evan. Setelah membujuknya, akhirnya Rena mengijinkannya untuk pulang terlebih dahulu. "Aku pulang dulu ya, nanti malam aku ke sini lagi." Evan mencium kening Rena, tak lupa mengelus perut buncit wanita itu. "Jangan lama-lama loh. Iya, sekalian cariin mangga muda ya," ujar Rena. "Iya, Sayang. Apa sih yang nggak buat kamu." Evan kembali mencium kening Rena. "Ya udah aku pulang dulu ya." Evan melangkah keluar rumah. Rena mengantarkannya sampai teras. "Evan, Evan, dasar laki-laki bod*h, mudah banget ditaklukan. Bisa-bisanya langsung percaya kalau ini anaknya." Rena tersenyum sinis seraya mengusap perutnya. Setelah mobil yang Evan kendarai hilang dari pandangan mata, Rena berniat untuk masuk ke dalam. Namun, ia urungkan niatnya saat melihat ada sebuah mobil yang sangat dikenalnya masuk dan berhent
Baca selengkapnya

Rumah disita

Buk, sebuah pukulan yang cukup keras mampu membuat Evan jatuh tersungkur. Entah kebetulan atau apa, Erik dan Vina datang, mendengar teriak Asty, sontak keduanya bergegas naik ke lantai atas. Kini perkelahian Erik serta Evan tidak dapat dihindari lagi. Erik yang memang geram dengan kelakuan sepupunya itu, tanpa rasa ampun memukuli Evan. "Dasar bajing*n, dulu kamu menodai Vina. Sekarang kamu juga berniat untuk menilai mantan istrimu sendiri." Erik memukul wajah Evan yang mulai babak belur. "Erik sudah, biarkan dia pergi." Asty menyuruh adik iparnya itu untuk membiarkan mantan suaminya pergi. Jujur, meski Evan sudah berbuat senonoh, tetapi di hati kecil Asty masih menyimpan rasa kasihan. "Pergi kamu." Erik mendorong tubuh Evan keluar dari kamar Asty. "Kamu akan merasakan akibatnya nanti." Sebelum pergi, Evan menyempatkan diri untuk mengancam Erik. Sementara itu, Erik hanya tersenyum sinis. "Kakak nggak apa-apa kan?" tanya Vina dengan raut wajah khawatir. "Aku nggak apa-apa, terima
Baca selengkapnya

Kejutan untuk Evan

"Untung rumah mama masih ada, coba kalau enggak. Bisa-bisa kita jadi gelandangan," ujar Lidya seraya membuka pintu rumahnya. Kini Evan dan Lidya terpaksa meninggalkan rumah mewah itu, lantaran telah disita. Evan baru teringat jika dirinya mempunyai hutang di perusahaan milik Asty. Dulu sering menggunakan uang itu untuk bersenang-senang dengan Rena ataupun Luna. "Kamu jadi ke rumah Luna?" tanya Lidya. "Jadi, Ma." Evan mengangguk. "Aku pergi sekarang, Ma." Setelah berpamitan, Evan bergegas masuk ke dalam mobil dan melaju meluncur ke rumah Rena. Dalam perjalanan ke rumah Rena, Evan masih saja memikirkan rumah yang telah disita. Ia yakin jika itu ulah Asty, mantan istrinya itu pasti dendam karena dirinya pernah berniat untuk menyentuhnya, dalam arti ingin melakukan hubungan suami istri seperti dulu. "Asty, aku masih mencintai kamu, aku nggak rela jika kamu menikah dengan pria lain," gumamnya. Evan mengusap wajahnya, setelah itu kembali fokus untuk menyetir. Tidak butuh waktu lama,
Baca selengkapnya

Karma Mulai Berlaku

"Mas Evan." Rena hendak bangkit, tetapi dengan cepat pria itu melarangnya. Pria itu bangkit serta meraih kemejanya yang tergeletak di lantai, lantas segera memakainya. Usai berpakaian pria berkemeja biru itu berjalan mendekati Evan yang sedari tadi sudah menahan emosinya. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin memberi pelajaran untuk pria yang telah menyentuh Rena. "Ada apa, kamu tidak perlu kaget seperti itu. Memang ini yang biasa Rena lakukan," ucap pria itu. "Maksud kamu apa bicara seperti itu," sahut Evan. Dadanya sudah naik turun menahan amarahnya. "Biar Rena saja yang menjelaskannya nanti, Sayang aku pulang dulu ya, kalau urusanmu sudah selesai. Kita main lagi seperti tadi." Pria itu bergegas keluar dari kamar Rena. Evan hendak mengejarnya, tetapi dengan cepat Rena mencegahnya. "Berhenti, Mas." Rena meraih lingerie miliknya dan bergegas memakainya. Setelah itu ia berjalan mendekati Evan, pria yang berhasil Rena tipu mentah-mentah. "Kita bicara di sini saja." Rena menuntun Evan
Baca selengkapnya

Terbongkarnya Kejahatan Rena

Dua minggu telah berlalu, Asty dan Vanno berencana untuk segera melangsungkan pernikahan. Jika sudah sah, mau ngapain aja sudah halal, Asty berharap semoga Vanno bisa menjadi imam yang baik. Pernah gagal dalam menjalin pernikahan, membuat Asty merasa sedikit trauma. "Wah, Kakak cantik banget." Vina memuji kecantikan kakaknya yang telah selesai dimake-up. Asty tersenyum. "Kamu juga cantik.""Kita turun sekarang ya, Kak. Kak Vanno dan tamu undangan sudah menunggu," ujar Vina. Asty hanya mengangguk, setelah itu dengan dibantu Vina dan dua orang yang ikut merias. Asty turun ke bawah, jangan ditanya jika jantungnya deg-degan seperti mau copot. Dengan pelan Asty berjalan menuruni anak tangga, para tamu undangan mengalihkan pandangannya pada Asty. Begitu juga dengan Vanno, matanya seperti tidak mau berkedip melihat kecantikan wanita yang sebentar lagi akan ia halalkan. Setibanya di bawah, Vina mengantarkan kakaknya untuk duduk di sebelah Vanno. Tanpa menunggu lama, ijab kabul akan segera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status