Home / Romansa / DENDAM BERKALANG NODA / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of DENDAM BERKALANG NODA: Chapter 41 - Chapter 50

53 Chapters

Bab 41. Berjuang Sendiri

Hari mulai gelap, Laura berjalan sedikit berjinjit dia baru saja selesai membereskan rumah dan pergi membuang sampah ke gang depan, sebelum berbelok kembali menuju rumahnya dia menoleh ke pintu rumah ibunya. Keadaan di tempat itu masih sama seperti biasanya, Tempat itu sepi senyap, Laura melihat pada pintu yang terbuka sedikit. Hal ini aneh karena biasanya pintu itu tertutup rapat. Laura yang masih berada di bibir pintu yang terbuka sedikit itu lalu mendorongnya perlahan. "Liam..." Panggilnya pelan, memanggil nama adiknya. Tak ada sahutan. "Ibu?" Laura mulai terlihat agak curiga dengan suasana yang terasa sangat hening itu. Laura menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghela dengan pelan sambil mendorong p "Bu...," Panggil Laura lagi dengan gemetar dia sedikit ketakutan, karena jika berbicara dengan ibunya biasanya maka sumpah serapah yang di terimanya. "Ibu.., apakah kau berada di dalam?" Namun, tidak ditemukan olehnya balasan apa pun, membuat Laura sedikit was-wasa dan curiga.
Read more

Bab 42. Bertemu Malaikat?

"Hei!" Panggil pria itu dengan segera, menghentikan jalan sambil memalingkan tubuh dan wajahnya, menatap Laura dengan penuh selidik. Laura cukup mengenalnya tetapi enggan untuk peduli, dia terus saja berjalan untuk mencapai jalan utama, sebentar lagi mungkin grab yang dipesannya tiba, hingga pria itu berbicara sambil membentak, "hei anak sialan! Kau tuli ya?! Ke mana kau akan membawa Kak Lina?!" Pertanyaan yang di lontarkan dengan nada tinggi itu dengan perasaan yang sudah bercampur emosi. "Bukan urusanmu!" balas Laura dengan sikap acuh sambil memperbaiki letak lengan ibunya di leharnya, dia sungguh tidak peduli akan apa yang dikatakan oleh pria tersebut. "Anak tidak tahu diri?! Beraninya kau mengabaikan aku?! Anak pembawa sial! Begini kah sopan santunmu pada orang tua?!" kata, pria setengah baya itu yang segera mengayunkan tangan kanannya, kemudian melemparkan botol miras ke arah Laura. Laura yang memiliki firasat buruk, segera memalingkan wajahnya dengan perlahan, kemudian dia
Read more

BAB 43. Membasmi Benalu

Mendengar perkataan berupa makian yang dilontarkan oleh Paman Laura, membuat telinga Laura panas, akan tetapi Clair kembali bicara secara tegas kepada Laura, " Jangan kau dengarkan ucapan sampah dari pria mabuk yang gila ini." Laura terdiam sesaat kemudian menganggukkan kepalanya perlahan, dia pasrah sudah dengan kekacauan yang terjadi. "Kenapa kamu hanya melotot padaku. Pergilah! tidak perlu berterima kasih, aku akan mengurusnya!" ucap Clair yang semakin menekan kepala pria itu, dengan sangat kuat. Mendengar perkataan dari Clair, Laura mengangguk pelan, "bagaimana pun juga, meski aku tidak tahu dia siapa, akan aku ingat jelas jasanya di malam ini, aku pasti akan membayarnya," dalam batin Laura. Di tatapnya seaat wajah lelaki ini, dia berusaha menyimpannya di memorrynya, siapa tahu suatu saat dia bisa bertemu dengan laki-laki ini lagi. Laura tanpa bicara segera berjalan kembali dan meninggalkan Clair, pria tampan dalam stelan semi jas gelap itu. Clair tak bersuara hanya matany
Read more

BAB 44. Drama Sepanjang Jalan

Tidak lama kemudian, pintu mobil yang tertutup rapat, dengan perlahan di dorong oleh seseorang, kaki panjang dengan celana hitam, menggunakan sepatu kulit berwarna cokelat menginjakkan alas ke tanah. Segera pria itu keluar dan menutup kembali pintu mobil, Laura masih tidak bisa begitu jelas melihat wajah dari seseorang yang datang menghampiri dirinya. Kemudian, tiba-tiba saja ketika Laura masih mencari, bola matanya membelalak lebar, menatap tajam seseorang yang berjalan mendekati dirinya. "Laura..." Panggilnya dengan suara serak dan tatapan yang begitu dalam. Laura terpana, terlihat cukup panik, dia bingung harus bagaimana ketika pria itu semakin mendekat. Hingga pria gagah yang sangat di kenalnya itu, menatap wajah Laura dengan tatapan dalam. "Om...Om Bian?" "Laura Biarkan Om Bian membantumu." "Om Bian, ada apa datang kemari?" tanya Laura dengan sorot mata waspada. Dia begitu jelas sangat tidak menginginkan pertemuan tersebut. Bian menyipingkan matanya, memperhatikan tub
Read more

BAB 45. Mencari Muka

"Menyingkirlah! Jangan mengganggunya!" bentak Clair seakan tak mengenal Bian "Aku yang akan mengurusnya." Bian terdiam, tetapi kemudian dia mengerti saat Clair memberi isyarat agar dirinya menyingkir. Laki-laki ini sedang membuat sebuah skenario dadakan. Clair berjalan ke arah Laura. "Nyonya, aku tak bisa meninggalkanmu sendirian. Aku bisa melihat kamu sangat kesulitan, bagaimana jika aku mengantarmu? Kau ingin pergi ke mana? Ke rumah sakit mana" dalam sekejap mata, Clair terlihat sangat lembut dihadapan Laura, tersenyum manis, kepada wanita itu. "Bukankah kau...." Laura terhenyak melihat wajah Clair pria yang sebelumnya telah membantu dirinya. Pria itu tersenyum sambil mengangguk, "Ya, itu aku yang kamu kira malaikat tadi." Ucap Clair dengan menyeringai. "Sebaiknya kita mengantarkan ibumu sekarang. Jangan terlalu banyak menimbang." Lanjut Clair lagi dengan ramah. Laura terdiam bingung, kemudian Laura memalingkan wajahnya kepada Bian, setidaknya dia lebih mengenal Bian dari
Read more

BAB 46. Semua Telah Berubah

Dengan segera Bian mengambil kemudi Mobil, dia menjalankan mobil warna siver miliknya dengan hati-hati. Bian beberapa kali menatap wajah Laura dari kaca mobil. Namun sama sekali wanita muda itu tidak menatap dirinya, Laura terlihat cemas akan kondisi dari ibunya yang sangat mengkhawatirkan. Nafas Laura setengah tersengal. "Laura, bagaimana kondisimu? Bagaimana dengan kandunganmu?" tanya Bian tiba-tiba yang menunjukkan rasa khawatir, pria itu mencoba untuk bicara, berharap dapat mencairkan suasana. Laura tak bergeming, dia tak berniat untuk menjawab pertanyaan Bian. "Laura?" "Apa Perdulimu?" Laura menyambar dengan kesal. "Aku hanya bertanya." Bian memelan ludahnya. Dahi pria itu berkerut, dan tatapan dari sepasang bola matanya tajam, terus memperhatikan Laura dari spion di atas kepalanya, memperhatikan wajah gadis kecilnya yang terlihat kelelahan itu. "Akh, senang rasanya tahu bahwa kalian berdua adalah orang yang saling mengenal dan tampaknya pernah begitu akrab." Seloroh Cl
Read more

BAB 47. Mencari Kesempatan

Laura terlihat sangat terburu, ingin langsung keluar dari dalam Mobil. Akan tetapi, Clair menghadangnya dengan merentangkan tangan, dia memberikan isyarat kepada Laura agar jangan bergerak."Tunggu saja di sini. Aku akan mengurus semuanya."Ucap Clair acuh tak acuh tapi jelas dia bersikap tulus dengan perkataannya. Mobil berhenti tepat di depan pintu utama rumah sakit, Clair membuka pintu, dan berjalan ke luar pria itu mendatangi petugas rumah sakit, mereka sedang bersama pasien yang pingsan.Di dalam mobil terlihat suasana yang begitu sunyi, tidak ada perbincangan apa pun, Laura hanya memalingkan wajahnya, menatap Clair yang memasuki rumah sakit cukup lama, tak kunjung keluar.Bian yang masih berada di tempat pengemudi, diam-diam pria itu memperhatikan Laura yang terlihat jelas sangat panik, ingin rasanya Bian mendatangi wanita itu dan mencoba untuk memenangkannya. Akan tetapi dia tersadar lagi bagaimana kondisi dirinya dan Laura saat ini.Hingga akhirnya, Clair kembali bersama denga
Read more

BAB 48. Rencana Menjebak

Melihat Laura yang tak menunjukkan sikap senang dengan perbuatannya, Bian mengerutkan dahinya. Dia mulai tak sabar sebenarnya. "Aku tak punya maksud apa-apa, aku hanya ingin membiayai perawatan Ibumu, apakah aku baru saja melakukan kesalahan?" jawab Bian dengan polos, seolah tidak mengerti arah keberatan Laura. Laura menatap wajah Bian dengan sangat tajam. "Aku memahami manusia licik seperti dirimu om, tidak akan ada hal baik yang kau lakukan dengan cuma-cuma! Jadi, sekarang apa maumu? Om Bian ingin aku melakukan apa untuk membalas budi, kau ingin aku bagaimana untuk membayar?" Sambut Laura yang langsung masuk pada intinya. "Laura..." Bian berusaha meraih pundak Laura, meski dengan kasar Laura menepisnya. Sekarang gadis ini terlihat tidak suka berbasa basi. "Jangan berkata begitu, aku tahu bayi di dalam kandunganmu itu adalah anakku, setidaknya beri aku kesempatan..." "Aku lupa jika anak ini adalah anak om Bian!" "Laura ada apa dengan dirimu? Kemana dirimu yang polos itu?
Read more

BAB 49. Menolak menjadi Peliharaan

"Aku tidak meperdaya dirimu, Laura sayang. Tetapi aku ingin nanti kamu melunasinya dengan jasamu saja, jadilah asistenku selama beberapa hari, maka aku akan menanggap hutang ini lunas!" ucap, Bian dengan lugas dan bibirnya yang menyunggingkan senyum. "Ck! Ternyata benar dugaanku, Om Bian. Tak ada yang tanpa pamrih darimu." "hey, bukankah kamu tak ingin berhutang apapun padaku, aku telah menawarkan bantuan secara percuma atas nama anak kita tetapi kamu jelas-jelas menolakku? Itu hanyalah satu-satu cara untuk membuatmu merasa tak berhutang budi padaku, jadi aku tetap bisa melaksana bagianku." Bian menggedikkan bahunya. Laura terdiam tetapi matanya sekarang menantang ke arah Bian. "Tawaran dari Om Bian ini terlihat sangat matang, begitu mudahnya om Bian memnberikan solusi padaku. Apakah sudah di rencanakan jauh-jauh hari?" tanya Laura kemudian sambil memicingkan matanya. Bian hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Laura, kemudian pria itu tersenyum kecut di hadapan seoran
Read more

BAB 50. Terobsesi

Bian merogoh kantong celananya, dan menelpon seseorang menggunakan smartphone yang dia genggam."Hallo An! Lunasi semua biaya pengobatan Ibu Laura, sekarang juga. Aku akan mengirimkan tagihannya padamu. " kata Bian dengan suara yang tegas.An Baibai tak punya waktu bertanya karena Bian sudah menutup panggilan. ***Laura yang sedang duduk di dalam Kamar pasien. Ibunya telah dipindahkan ke ruang rawat ini dan alat-alat medis itu satu persatu di lepas. Ibunya sudah jauh lebih baik dari sebalumnya, dia menatap wajah Ibunya yang tak kunjung membuka mata setelah di berikan obat tidur mungkin karena tadi ibunya bergumam-gumam tak jelas saat dia masu, suasana kamar yang senyap dan dingin, Laura terlihat sedih memandangi kondisi dari sang ibu."Ibu... maafkan aku, Bu! Maaf...." Ucap laura dengan suara yang lirih. Laura tidak pernah membenci ibunya sendiri, dia tak pernah benar-benar menyalahkan ibunya untuk apa yang telah
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status