Semua Bab ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU: Bab 1 - Bab 10

54 Bab

Part 1 Terkejut

ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 1 Terkejut"Jadi putrimu pulang hari ini, Yun?" tanya Jeni, tetangga sekaligus sahabatku dari kecil."Iya, Jen. Ini sudah tahun ketiga semenjak Mila nikah, tapi baru lebaran sekarang ia pulang," jawabku senang sambil menenteng belanjaan dari warung. Ada ayam dan ikan lele. Sengaja masak enak menyambut putriku. Bahkan, aku hanya sekali bertemu cucu secara langsung, dan itu pun berkunjung kala Mila melahirkan."Kamu tu beruntung punya mantu PNS, dari keluarga berada lagi. Beda ma anakku yang suaminya kuli bangunan. Untung Susi jual gorengan di pasar hingga bisa bantu suaminya kalau tak ada proyek."Mila putriku satu-satunya yang menikah dengan anak keluarga berada di kampung sebelah. Mertuanya punya toko jamu di Bekasi hingga rumah mereka di kampung hanya dikontrakkan saja selama ini. Karena musibah toko mereka terbakar, lebaran ini mereka balik kampung, pun suami Mila yang disetujui mutasi balik kampung. Alhamdulillah aku bisa bertemu putriku lagi
Baca selengkapnya

Part 2 Anakku Seperti Tertekan

ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 2 Anakku Seperti TerkananInnalillahiwainnailaihirojiun ....Air mataku berhasil berjatuhan mendengar kabar tentang cucusatu-satunya telah meninggal dunia. Ditambah keadaan Mila pulang seperti babuyang memakai pakaian lusuh. Bahkan warna kain lap di dapurku lebih bagusketimbang warna bajunya kini. Apa yang dialami Mila sehingga di seperti ini? Kemana suaminya hingga ia datang sendirian?“Ayok duduk, Nak.” Kuajak Mila duduk. Air matanya masihberjatuhan dengan isakan tangis. Aku tahu betapa terlukanya ia atas kehilangan anaknya.Aku saja yang sekali saja bertemu langsung dengan cucu, juga sedih teramatdalam.“Jangan menangis lagi. Ada Ibu di sini.” Aku menyodorkantisu berusaha menenangkan Mila.“Maaf ya, Bu. Mila baru bisa pulang sekarang.” Suara Mila terdengarparau karena menangis.“Kamu tak salah, Nak. Jangan merasa bersalah hingga menjadibeban di hati.”Aku harus menenangkan hati Mila dulu barulah ditanya apayang terjadi sebenarnya. Melihat badannya
Baca selengkapnya

Part 3 Terburu-buru Seperti Ketakutan

ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 3 Terburu-buru Seperti Ketakutan“Kamu sudah besar dan bisa menentukan pilihan hidup dengan langkah apa yang kamu tempuh. Jika kehidupan itu tak baik dan kamu tersiksa, jangan takut melawan dan keluar dari belenggu itu. Jika bukan kamu yang bertindak, orang lain tak akan bisa membantu. Jangan sia-siakan hidup dalam kesengsaraan. Kamu masih muda dan berhak cari kebahagiaan lain, Nak.”Mila langsung beralih menatapku. “Ibu bicara apa sih? Akubaik-baik aja dan nggak ada masalah kok.” Sekali lagi Mila menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi.Meskipun ia menyangkal beribu kali, namun hatiku tak bisa dibohongi. Aku yang melahirkannya dan tentu tahu sikapnya. Jika ia menyangkal, pasti ada sesuatu.“Apakah tak ada pakaian lain? Kamu nggak pernah beli baju disana?” Kusentuh lengan bajunya yang entah berwarna putih susu atau krem.“Oooh, ada kok, Bu. Tadi terburu-buru dan takut ketinggalan pesawat,” jawabnya seperti berusaha tersenyum.“Kamu udah berencana
Baca selengkapnya

Part 4 Mengantarkan Mila

ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTUPart 4 Mengantarkan Mila“Ta-tapi, Bu. A-aku bisa naik ojek atau naik angkot aja. Sebaiknya Ibu lanjutkan kerja, bukankah Ibu juga mau jualan.” Mila menahan tanganku kala aku melangkah ke luar.“Kamu ini kenapa? Kamu larang Ibu datang ke rumah mertuamu. Ada apa denganmu, Mila?” Rasanya tak tahan dengan sikap putriku seperti ketakutan jika aku berhubungan dengan suaminya dan keluarga suaminya. Bisa dilihat wajahnya pucat.“Nggak ada apa-apa kok, Bu. Aku ... mmm aku hanya nggak mau bikin Ibu repot. Lagian di rumah mertuaku masih berantakan dan aku nggak enak aja.”Astaga! Alasan apa lagi ini? Tidak enakan karena rumah mertuanya berantakan. Terus tak mengabari anaknya meninggal karena mertuanya tak mau membebani aku masalah ongkos pesawat yang mahal. Tak sempat ganti baju karena takut ketinggalan pesawat. Dan ada lagi, yaitu Haris tak bisa mengantarkan karena sibuk, tapi kenapa di saat lapar ia bisa menghubungi istrinya seperti di dunia ini hanya Mila saja
Baca selengkapnya

Part 5 Di Rumah Mertua Mila

Part 5 Di Rumah Mertua MilaSekilas saja aku bisa merasakan kalau Mila diperlakukan tidakbaik di rumah ini. Ibu Ida mertuanya, berdandan dengan pakaian bagus danperhiasan melingkar di leher, pergelangan tangan dan beberapa jari tangannya.Mirip dengan toko emas berjalan. Sementara putriku, pakaian lusuh bahkan badankurus kering.“Eh, Bu Besan,” sapa bu Ida, lalu melangkah mendekat.Cuih! Dia sok ramah.Aku masih diam menatapnya dengan gejolak emosi ingin rasanyamenamparnya. Akan tetapi Mila langsung memegang tangaku seolah memohon agar akujangan cari keributan. Sorotan mata Mila membuatku tak tega kalau tidak menurutinya.Namun, bukan berati aku diam. Aku akan bicara dengan Haris agar tinggal saja dirumahku agar Mila bisa jauh dari mertuanya yang berlagak seperti majikan yangsuka memerintah-merintah pembantu.‘Oke, aku akan lihat permainan kalian,’ batinku. Kulihat difoto di dinding, ada seorang lelaki berpakaian seragam polisi. Aku tahu, ia adalahkakak iparnya Mila.Kalau aku bertindak
Baca selengkapnya

Part 6 Dipersulit

Part 6 Dipersulit“Tapi, Nak. Kalau kalian tinggal di rumah Ibu, setidaknyabisa menemani Ibu yang tinggal sendirian. Lagian kalian bisa pasang AC.” Aku berusahamembuat Mila dan Haris menerima tawaranku.“Bu Yuni, rumah kami cukup besar dan nyaman kok. Kalau Ibumau, Ibu bisa berkunjung setiap hari ke sini.” Bu Ida berucap terdengar sangatbaik.“Iya, Bu. Lagian kita tinggal juga tak jauh kok.” Haris jugamenolaknya.Kutatap wajah Mila. Ia masih memperlihatkan senyum sepertitak ada beban. Pasti ada yang disembunyikannya hingga tak mau cerita denganku. Hatikutak akan puas sebelum mengetahui apa yang terjadi.Ya Tuhan, kali ini aku buntu ide. Bagaimana caranya membuatMila bicara terbuka. Ia bukan seperti Mila yang aku kenal. Namun, siapa punyang melihatnya kini, pasti tak akan percaya kalau ia menantu di rumah ini. Pastidisangka pembantu.“Mil, tadi aku beliin baju baru. Ada di kamar. Masa kamupakai baju jelek. Aku udah bilang buang baju ini tapi kenapa masih dipakai?”Hah? Haris seolah tah
Baca selengkapnya

Part 7 Anakku

Part 7 AnakkuTak lama kemudian, Mila keluar sudah memakai jaket dan menenteng tas kecil. Meskipun pakaiannya sudah berbeda, tapi lumayan lebih bagus daripada sebelumnya.“Ayok, Bu.” Mila sudah duduk di belakangku.Aku melaju motor. Dalam perjalanan masih tak ada sepatah kata pun dari mulut putriku, sama seperti siang tadi kala aku mengantarkannya. Entah sedang memikirkan apa, atau rasa takut melanda dirinya. Aku akan mendapatkan informasi tentang apa yang dialaminya, kenapa malam ini ia menangis.‘Nak, ada Ibu di sini. Jangan pendam kesedihanmu. Ibu akan selalu bersamamu.’ Bahkan air mataku berhasil berjatuhan tanpa dilihatnya karena aku duduk di depan bawa motor.Sampai di rumah, motor dimasukan ke dalam. Lalu mengunci pintu. Kubuka jaket dan meletakkan kunci di meja. Mila langsung masuk kamarnya dan masih dalam keterdiaman.Aku langsung menghubungi Haris setelah masuk kamarku. Tujuan ingin memberitahu kalau Mila ada di sini, serta ingin dengar tanggapannya. Tadi Mila seperti takut
Baca selengkapnya

Part 8 Dijemput

Part 8 Dijemput“Kamu kenapa, Nak?” Aku masih memeluknya dengan rasa hatiingin menjerit menagis. Tak kuat rasanya melihat putri satu-satunya bersikapaneh.“Ibu kok nanya? Aku baik-baik aja kok.”Aku melepaskan pelukan. Menatapnya dengan dekat. Kali iniada seuntai senyum diperlihatkan. Tetapi sorot matanya terlihat sedih.“Kenapa kamu duduk di teras ini subuh-subuh?” Kuulangibertanya kala ia sudah bisa diajak bicara. Padahal di sekitar masih gelap.“Aku sedang menunggu anakku ....” Tiba-tiba dia terdiamdengan ekspresi terbengong melihat ke halaman rumah.“Anakmu?” Rasanya aku tak percaya kalau ia menyebut menungguanakknya yang telah meninggal.“Eh, kok gelap ya, Bu? Sekarang jam berapa?” tanyanyabangkit dari duduk. Pun aku ikut berdiri.Apakah ia baru tersadar dari sebuah halusinasi tentanganaknya? Atau ..., ya Allah, aku tidak mengerti kenapa anakku seperti ini. Initak pernah terjadi sebelumnya hingga sebuah pemandangan yang menyayat hati.“Mila, kamu ... kamu sebaiknya sholat dulu d
Baca selengkapnya

Part 9 Emosi Menyelimuti Diri

Part 9 Emosi Menyelimuti Diri“Ibu Yuni, apakah Mila baik-baik aja?” tanya Bayu.“Semoga baik-baik aja,” jawabku mengalihkan pandangan padakantong sambil mengeluarkan daging dari sana.Anakku tidak baik-baik saja. Aku yakin itu. Firasatku mengatakan,ada beban batin yang dirasakan Mila.“Aku harap Mila baik-baik aja. Aku hampir aja takmengenalinya.”“Ini uangnya Bayu.” Aku menyodorkan uang pembelian dagingpada Bayu.“Makasi, Bu Yuni. Kalau perlu bantuan, jangan ragu cari atautelpon aku.” Bayu berlalu meninggalkan lapakku.Bukan aku tak mau cerita, tetapi status Bayu bukan keluargadan aku juga tahu ia ada rasa pada Mila. Hanya tak ingin menambah masalah.Bagiku membuat Mila hidup senang sudah lebih dari cukup. Sekarang yang tersulitadalah, Mila tertutup hingga aku sulit bergerak mencari tahu.Aku terus berpikir. Apa yang akan dilakukan biar putrikubaik-baik saja. Haruskah aku mengadu ke polisi? Ini bukan kasus KDRT. Haruskahaku menyuruh Mila cerai? Aku tak yakin karena ia terlihat patuh
Baca selengkapnya

Part 10 Keributan di rumah besan

Part 10 Keributan di rumah besan“Yang pelan, Bu,” ucap Mila di belakangku kala motor ini melajuagak kencang.Hatiku sangat panas. Rasanya tak bisa ditolerensi lagidengan apa yang mereka lakukan pada Mila. Aku masih hidup dan bisa melakukanapa saja demi kebahagiaan putriku satu-satunya. Kapan perlu aku buat keributanbesar di rumah mertuanya.“Diam aja! Pegang yang kuat,” jawabku ketus, karena tak sukadengan caranya terlihat seperti wanita lemah yang mau saja diperbudak. Apa diatidak punya mulut untuk membantah?“Tapi, Bu ....”“Aku menikahkanmu dengan Haris bukan untuk dijadikan budakkeluarganya!”“Aku, aku melakukan karena memang mau, Bu.”Aku hentikan motor, lalu menolehnya ke belakang. “Janganciptakan banyak kebohongan demi menutupi nasib burukmu setelah menikah. Apayang kamu takutkan hingga seb*gok ini?”“Bu, sebaiknya kita tak usah permasalahkan kenapa akumelakukan ini. Ibu lebih baik istirahat di rumah. Bukankah Ibu baru pulang daripasar?”“Cukup!” teriakku.“Bu, aku mohon. Aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status