“Enak aja bocah, aku sudah dua puluh tahun, sebentar lagi juga dua puluh satu.” Dia melirikku sekilas, lalu membuang muka lagi. Kami jalan mengelilingi kompleks ini. Kompleks yang kubilang cukup elit. Semuanya tertata rapi. Masing-masing rumah bergaya minimlalis dengan desain yang berbeda di setiap unit. “Gaji dosen itu banyak, ya, Mas?” tanyaku. Melihat kawasan ini sepertinya pengasilan orang di sampingku bisa mencapai dua dijit. “Dikit. Makanya nggak usah jadi dosen.” “Tapi, kayaknya rumah Mas Abi mahal.” “Ada bisnis.” “Yang hidroponik itu, ya?” Dia mengangguk. Bisnis tanaman hidroponik itu milik keluarga Mas Abi yang sebelumnya dibangun oleh orang tuanya, kemudian dilanjutkan oleh kakaknya. Setelah itu, kini dikelola oleh Mas Abi. Dia memang tidak memegang langsung, melainkan mengawasi setiap keberjalanannya. “Enak, ya, hidup Mas Abi. Sekolah nggak usah mikirin biaya, orang tua masih ada, kaya lagi. Nggak usah mikir lagi untuk masa depan, pasti terjamin,” ucapku sambil terus
Baca selengkapnya