All Chapters of Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu): Chapter 11 - Chapter 20

47 Chapters

Part 11 Rencana

ACARA DI RUMAH IBUMU#pura_pura_tak_tahuPart 11 Kenapa aku harus pura-pura tak tahu? Itu karena, jika aku skak langsung mereka, pasti aku kalah. Mas Feri akan mengusahakan semua cara mengambil harta yang tercantum namanya. Tentu kekuatan keluarga dan istri barunya. Intinya, aku harus pura-pura hingga setelah kuambil alih semuanya, setelah itu mereka kulempar dari rumahku. Sebuah usaha ekstra karena harus memikirkan matang-matang. Jika lengah sedikit saja, hartaku pasti beralih. Aku juga harus banyak bertanya karena kurang mengerti hukum pernikahan jika terjadi perceraian, tentu masalah harta intinya. *** Tidak ada suara ketukan pintu dari dalam.  Tuti sembunyi di toilet dan sampai pagi hingga ada seseorang yang masuk menggunakan toilet.  Tersenyum puas, da
Read more

Part 12 BPKB Mobil

 Lagi-lagi kakak ipar tukang minta yang datang. Belum bebas dari mertua dan pelakor, ini orang datang lagi. Lama-lama pemandanganku bisa suram. Hatiku semakin sakit dan sulit meredam amarah.  "Gimana, Sar? Mau dijualkan suamiku mobilnya Feri? Tenang deh, bakalan dicari pembeli yang tepat dan harga tak terlalu turun dari pasaran. Kalian kan tau Mas Haris dulu kerja marketing mobil bekas." Belum juga menjawab tapi omongan mbak Imar sudah panjang lebar.  "Sama Haris saja, Fer. Kalau sembarangan orang takutnya nanti tertipu."  Ibu mertua bermuka dua juga ikutan merayu mas Feri. Pasti ada maunya. Lah mertua mata duitan. Satu keluarga tidak ada yang benar. Baik hanya untuk menguntungkan saja. "Tapi, Mas, mobil itu mau kutawarkan ke bos perusahaan tempat aku mengambil
Read more

Part 13 Memanfaatkan Situasi

 "Kok diam, Mas?" tanyaku. Mas Feri masih terlihat diam tanpa menanggapi perkataan adiknya. Tadinya ia tak seperti ini, emosi karena dianggap lalu telah menggadaikan BPKB mobil kami tanpa minta izin. "Mas Feri, yakin mau melaporkan kami? Sebaiknya urus dulu istrimu." Nada bicara mbak Imur mulai miring. Ini ancaman halus. Matanya melirikku sinis. Huh! Mau cari gara-gara dia, pinjam uang baru mulutnya manis. "Kenapa aku yang diurus? Kalau BPKB belum kuterima berarti kalian resmi tersangka kasus penipuan." Tak gentar sedikit pun, aku tetap menggertak mbak Imur dan mas Hendri. "Sudah lah, Sar. Kalau kamu mau laporkan Imur dan Hendri, berarti Ibu juga terbawa, lah Ibu yang pinjamkan ke mereka," tukas ibu tak suka mendengar gertakanku. Dasar keluarga benalu. Harta bukan punya mereka tapi seperti memiliki. Ini namanya
Read more

Part 14 Satu Langkah Awal

 Gawat, pelakor ngapain juga sok cari perhatian bawa kopi segala. Mana Naswa sedang minta tanda tangan lagi. Tidak tidak tidak! Aku harus bertindak.  'Ayo Sarah, cari akal,' bathinku mensugesti diri. "I-iya, Tante. Ini hanya dari kampus," jawab Naswa gugup. Aku tahu ia merasa khawatir jika Tuti mendekat hingga surat itu terbaca. "Nas, di sini atau di sini?" tanya mas Feri menujuk dua sisi di lembaran bagian bawah kertas. Mukanya tetap mengernyit karena sedang sakit kepala. Dari raut wajahnya, aku yakin ia tak membaca isi surat tersebut. "Di sini, Pa, yang ada nama Papa," jawab Naswa menujuk lagi ke kertas. Jantungku disco melihat Tuti semakin mendekati mas Feri. Dengan senyum manis seolah ini rumahnya yang sedang menyajikan kopi untuk suaminya.  
Read more

Part 15 Pasang Wahjah Seakan Tak Bersalah

 "Oke deh, Mas. Aku pesan warna hitam aja. Tapiiii, BPKB mobilmu kapan dapatnya?" Sedang bicara, perlahan tanganku dikeluarkan dari bawah bantal. Plastik kecil bekas dua macam bubuk panas, kuselipkan di sarung bantal agar aku tak tinggalkan bukti kejahatan.  "Iya, Sarah. Aku suka warna hitam karena mirip mobil pejabat. Teman-temanku pasti kagum jika aku mengendarai mobil itu. Tentu kamu juga bangga sebagai istriku."  Bangga? Justru aku akan membuangmu laki otak selangka*gan. Kamu kira aku bisa bangga seperti dulu? Siap-siap saja kubuang kelaut, eh salah, ke got saja lah agar ada bau comberan. Huh! Kok otakku jadi konslet dengan api amarah ini. Bahkan aku sadar jika perbuatan ini bar bar. Ya mau bagaimana lagi, jika aku tak melakukan kekerasan fisik, belum puas rasanya.  Mau bersikap elegan dan mai
Read more

Part 16 Pov Feri

ACARA DI RUMAH IBUMU#pura_pura_tak_tahuPart 16 ( pov Feri ) Huh! Sial! Kok terasa panas sekali. Ingin rasanya mandi es malam ini. Sudah kusiram dengan air dingin kulkas, tetap saja masih panas. Justru kaget dengan dingin mendadak. Namun rasa panas tak kunjung hilang. Sekarang cara terakhirku ya dioleskan dengan minyak goreng. Dulu waktu aku kecil. Ibu ngulek cabe. Tak sengaja saat ibu buang air bekas cuci tangan sekaligus cuci cabe, aku tersiram. Panas. Ibu mengambil minyak goreng lalu mengoleskan ke badanku. Hasilnya rasa panas itu perlahan menghilang. Kok tidak kepikiran dari tadi ya. Efek rasa panas di senjata pusaka dari lahir, otakku jadi lemot.  Pintu kamar mandi kukunci. Kusibakan sarung penutup tubuh bagian bawah. Minyak goreng disiramkan ke senjata pusaka kebangganku. Mengurut lembut aga
Read more

Part 17 Oh Tidak!

ACARA DI RUMAH IBUMU#pura_pura_tak_tahuPart 17 ( Oh tidak! ) Pagi ini aku dan Naswa pergi ke notaris. Mas Feri belum bangun, mungkin saja kecapekan bergadang, ini efek dari bubuk pedas racikanku. Puas! rasa puas bercampur dengan rasa kasihan. Namun, rasa kasihan tenggelam mengingat apa yang ia lakukan di belakangku. Bisa saja malam itu kuketuk lagi pintu kamar saat mereka sedang bercumbu. Niat diurung karena tak peduli lagi dengan mas Feri. Semenjak kulihat ia ijab kabul di rumah ibunya, saat itu ia sudah kubuang dari hati. Rasa kecewa dan marah ini hanya ingin membalaskan mereka. Semua terdengar mudah. Tapi itulah kenyataanya, aku sudah tak menginginkan mas Feri lagi. "Dua minggu lama juga sertifikatnya selsai, Nas," ucapku melihat Naswa sekilas sedang menyetir mobil. Kami baru dari notaris dan dalam perjalanan pulang.&n
Read more

Part 18 Menyentil Batin

 Mbak Imar sudah berada di belakang ibu mertua berdiri melihat kami. Ia berteriak terkejut mengetahui jika lelaki buta berbaju hitam ini hanya seorang dukun abal-abal. Entah dari mana mereka bertemu hingga ia bisa dibawa ke rumahku. "Hey!" Mbak Imar mendekat. "Benaran kamu dukun palsu?" Kini mbak Imar sudah berdiri di depan lelaki itu. Matanya melotot. Semelotot apapun mata mbak Imar, tetap saja lelaki itu tak bisa melihat. Lah dia buta. "Maaf, Mbak. Anu ..., mm aku, aku hanya ingin cari uang buat makan saja. Tolong jangan laporin aku ke polisi." Si dukun palsu menyatukan telapak tangan memohon. Raut wajahnya kalut. "Ugh!" Mbak Imar mendorong kepalanya. "Beraninya kamu membohongiku?" Kali ini pukulan melayang ke lengan lelaki itu. "Ampun, Mbak. Ampun!" &n
Read more

Part 19 Kukembalikan Suami Pada Posisi Semula

ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 19 ( Kukembalikan kamu pada posisi semula, Mas ) Malam ini mbak Imur dan mas Hendri datang. Sedangkan mbak Imar sudah pulang dari tadi sore. Ia terlihat sewot dan bahkan pulang pun tak pamitan padaku. Masa bodoh, toh ia sudah kuceret sebagai saudara ipar. Dan sebentar lagi mereka semua kusingkirkan. "Gini, Mas, Sar. Kami mau kembalikan BPKB mobil Mas Feri. Tapi ...." Mbak Imur tak melanjutkan kata-katanya, justru ia menatap mas Hendri. Mas Hendri malah mengangguk kecil seperti memberi isyarat. "Tapi apa, Mbak?" tanyaku. "Tapi, kami mau minta uang lima juta buat bayar adminastrasinya karena batal menggadaikan, Sar." Astaga naga, mereka yang gadaikan kok malah aku yang bayar administrasinya? Lagian di mana-mana, tak akan ad
Read more

Part 20 Mulai Berhasil

ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 20 ( satu langkah berhasil, mulai membantah ) Pagi ini dengan duduk sambil minum secangkir kopi di teras, ingin melihat mas Feri berangkat kerja. Sengaja kulakukan karena ingin menikmati ia berangkat kerja dengan motor buntut. Itu satu-satunya yang ia punya murni dari hasil ia kerja. Jika dijual pun paling laku lima jutaan.  "Ugh! Kok susah kali engkolnya, mesinnya belum juga nyala," gumam mas Feri sambil mengengkol motor. "Uhg!" Mas Feri mengulangi engkol motor. Terlihat kesulitan hingga pagi ini ia berkeringat. "Mungkin bensinnya habis kali, Mas," ujarku lalu mulai bangkit ingin mendekatinya. "Nggak, Sar. Udah kucek masih banyak kok."  Berulang kali ia mencoba. Tapi motor i
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status