Home / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Ibu, Aku Mau Ayah: Chapter 121 - Chapter 130

140 Chapters

Bab 121. Beri Saya Waktu

Adisti terkejut dengan pertanyaan yang Savitri ajukan. Dia bingung juga mau menjawab apa. "Ma, ga kepikir bawa apa-apa. Dapat kabar mengejutkan, aku ajak saja langsung ke sini." Vernon membantu menjawab. "Aku ga bicara sama kamu, Vernon. Aku bicara sama dia. Siapa namamu? Adisti?" Savitri menatap lagi ke arah Adisti. "Benar, Bu. Saya Adisti." Adisti maju dua langkah lebih mendekat. Sedikit degdegan juga, tapi Adisti harus bisa mencuri hati calon mertuanya. Dia bukan menantu idaman, jadi harus tahu bersikap. Varen yang ada di sebelah Savitri terus saja memandang Adisti. Jujur, tatapn itu membuat Adisti sedikit kikuk. Apa yang Varen lihat dari dirinya? Adisti merasa ini bukan kali pertama Varen melakukannya, mencermati Adisti lekat-lekat."Kamu yang membuat aku sampai sakit. Tekanan darahku drop. Gara-gara aku mikir Vernon. Kenapa bisa dia memilih kamu? Aku sama sekali tidak habis pikir." Savitri tidak mau berbasa-basi. Dia mengutarakan kegeramannya. "Sayang, tahan. Kamu masih dalam
last updateLast Updated : 2022-07-01
Read more

Bab 122. Perjuangan Mendapat Restu

"Ya. Seandainya Elita masih ada, dia pasti sebesar Cia. Pintar, lucu, lincah, dan cantik." Vernon membawa pikirannya pada keponakannya, anak Virda. Varen terdiam. Vernon benar. "Cia tidak mendapatkan kasih sayang utuh sejak dalam kandungan. Dia hidup ala kadarnya karena keadaan. Sedang Elita, segala yang terbaik dia dapatkan sejak dalam kandungan. Tapi Tuhan tidak mau dia lama di dunia ini. Apa salah, jika aku mewujudkan hidup yang lebih pantas Cia terima?" Panjang lebar Vernon bicara. Varen menarik napas dalam. Sejauh itu Vernon berpikir. Sama sekali tidak Varen duga. "Pa, apapun kesalahan yang terjadi di masa lalu Adisti, Cia tidak harus memikulnya. Dia layak mendapat kasih yang terbaik, perhatian penuh, agar tumbuh dengan baik, dan tidak akan mengulangi hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi padanya." Vernon melanjutkan. Varen memandang Vernon. Hatinya mulai lega, terbuka, tapi belum langsung mengiyakan. Dering ponsel Vernon terdengar. Vernon mengangkatnya. Dari nomor Hanny.
last updateLast Updated : 2022-07-03
Read more

Bab 123. Kabar Mengejutkan dari Rumah

Mata Adisti menatap Vernon, tak berkedip. Ya, tentu saja jika Vernon ingin menikahi Adisti, dia harus juga minta restu dari orang tua Adisti. Tapi, Adisti bahkan belum memikirkan itu. Dia terus menyisihkan bagian itu dari hidupnya. Dia belum siap menghadapi orang tuanya. Terlebih ayahnya."Sayang ..." Vernon menepuk pelan pipi Adisti. Lembut, halus, itu yang Vernon rasa di kulitnya."Mas membuat aku kaget, serius." Adisti berkata pelan."Kamu masih ragu?" tanya Vernon."Aku ga ragu dengan rasa sayang Mas Vey sama aku. Aku, aku ragu ... apa Ayah dan Ibu akan mau menerimaku lagi." Gundah mulai merambah hati Adisti."Dis, tidakkah kamu pernah berpikir kalau orang tuamu sangat rindu kamu pulang? Tidakkah kamu juga berpikir, mereka sudah memaafkan semua kesalahan yang lalu dan berharap kamu bisa mereka peluk lagi?" Vernon kembali meraih tangan Adisti dan menggenggamnya erat.Adisti ingin menangis mendengar yang Vernon katakan. Dia harus berani beranjak dari sisi gelap itu, mengalahkannya,
last updateLast Updated : 2022-07-04
Read more

Bab 124. Pulang Ke Rumah

Vernon ada di belakang Hanny. Dia pun terkejut mendengar Adisti berteriak. Bahkan dia mulai menangis dalam pelukan Ernita. Vernon berjalan mendekat. Dia menepuk punggung Adisti. Adisti mengangkat wajahnya dan melihat Vernon. "Mas Vey ..." Ernita melepas tangannya. Vernon yang ganti memberikan pelukan buat Adisti. Tangis Adisti berlanjut. Hatinya perih. Setelah sekian lama tidak ada komunikasi dengan keluarganya, kabar mengejutkan datang. Ayahnya tertangkap karena melakukan korupsi sampai masuk ke berita di TV. Sangat, sangat mengejutkan! "Aku harus pulang, aku harus pulang!" Adisti berkata sambil terus menangis. Dia bisa membayangkan ibunya akan panik dan kebingungan. Bagaimana nasib Ibu dan Adinda jika ayah ditahan? Adisti seharusnya ada bersama mereka. Adisti harus pulang! "Kamu beneran mau pulang?" tanya Vernon. "Iya, Mas. Aku harus ada buat Ibu dan Dinda. Mereka pasti ga karuan dengan situasi ini," jawab Adisti. "Ya Tuhan ... Ya Tuhan ...." "Kapan kamu mau berangkat?" tanya
last updateLast Updated : 2022-07-05
Read more

Bab 125. Pertemuan yang Memilukan Hati

Wanita itu tidak langsung menjawab. Dia tidak tega ingin mengatakannya. Melihat Adisti yang tampak sangat terpukul, rasanya lebih baik dia menutup mulutnya. "Bu, katakan sama aku. Apapun itu, kumohon kasih tahu aku," ucap Adisti. "Adinda, dia ... terjatuh dari lantai dua, kepalanya membentur aspal, tidak sadarkan diri. Beberapa jam kemudian dia meninggal." Dengan sedikit terbata wanita itu menyampaikan kisah tragis Adinda. Adisti tidak tahan mendengar itu. Dia menangis seketika. Vernon memeluk Adisti erat. Tubuh Adisti lunglai, seperti tidak ada daya. "Maaf, Disti. Maaf, harus seperti ini yang kamu dengar saat kamu pulang." Ada rasa perih di dada si ibu yang sudah mulai beruban itu melihat Adisti hancur hati. "Adis ... Adis ...." Vernon mengusap-usap punggung Adisti. "Ya Tuhan ... kenapa begini? Ya Tuhan ...." Adisti tak bisa menahan diri lagi. Lemas, sedih, dan kecewa, semua tumpah ruah di dadanya. "Bu ... di mana makam Dinda? Aku mau ... lihat ke sana." Di tengah isak tangis,
last updateLast Updated : 2022-07-06
Read more

Bab 126. Tatapan Mata Itu

Ibu berdiri, menatap Felicia dengan wajah tak percaya. Dengan mata berair dia berjalan menghampiri Felicia yang ada di sebelah Vernon. "Ini ... ini cucuku?" Ibu mengulurkan tangan dan meraih lengan gadis kecil, cantik dengan mata bulat lentik itu. Rambut hitamnya panjang lurus, tebal, dan indah. Ibu menoleh pada Adisti. "Ini cucuku?" "Iya, Bu. Felicia Lovelita. Aku memanggilnya Cia." Adisti melangkah mendekat dan berhenti tiga langkah jaraknya dari Ibu. "Cantik sekali." Ibu sedikit menunduk. "Nduk, ini Eyang Putri. Ini nenek kamu." "Nenek? Ini nenek aku juga?" Felicia mengarahkan mata pada Adisti. Adisti mengangguk. "Iya, Sayang. Ini Ibuku, nenek kamu." "Sini, Nduk, aku peluk kamu." Ibu merentangkan kedua tangannya. Sedikit ragu, Felicia maju. Dia membiarkan Ibu memeluknya erat sambil menangis. Haru bercampur sedih menjadi satu di hati Ibu dan Adisti. Itu pula yang Vernon rasakan. "Terima kasih, Tuhan. Kau pelihara putriku dan cucuku. Akhirnya aku boleh melihat mereka, memeluk
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 127. Masa Lalu yang Terkuak

"Adistya ...?" Varen tak berkedip memandang ibu Adisti. "Mas Varen?" Panggilan itu membuat Vernon dan Adisti mengerutkan kening. Mereka lekat-lekat menatap Adistya. Ibu Adisti mengenal ayah Vernon? "Ini kamu? Adistya? Ini kamu?" Tatapan itu, tatapan Varen, menghujam pada dua mata sayu Adistya. "Iya, Mas ..." Adistya seketika menumpahkan air mata. Dia menunduk dalam-dalam dan melepas tangisnya. "Ibu ... kenapa?" Adisti menjadi bingung. "Pa? Ada apa sebenarnya?" Vernon pun terlihat bingung dengan dua orang tua mereka. "Akhirnya aku melihat kamu lagi. Ke mana saja kamu selama ini? Aku tidak pernah mendengar kabarmu. Adis ... kamu ..." Varen bicara meskipun tidak tampak lagi wajah Adistya di layar kaca. "Papa, Papa kenal Bu Tya?" Vernon tidak sabar. Dia bertanya dan ingin segera mendapat jawaban. "Aku ... aku minta maaf ... Aku ... minta maaf, Mas." Adistya masih belum bisa menghentikan tangisnya. Suaranya tersendat-sendat karena sesenggukan. Suaranya begitu memilukan terdengar.
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more

Bab 128. Memandang dan Memeluk Lagi

Varen tersenyum dan mengangguk. Ada tatapan yang berbeda muncul di sana. Vernon merasakan rasa sayang mengalir dari sorot mata Varen. "Ya, benar. Mama kamu. Savitri Indah Swastika. Dia datang saat aku sedang gamang. Menjalani hidup hanya sekedar meneruskan waktu menunggu kapan harus pergi dari dunia ini. Tanpa tujuan dan juga tidak punya keinginan apapun." Varen menerawang jauh kembali lagi ke hari-hari yang lalu. Vernon mendengarkan. Sebenarnya sedikit banyak dia pernah mendapat kisah masa-masa pacaran kedua orang tuanya. Namun, bagian Varen terpuruk ini hampir tidak terbuka. Mereka menyimpan rapat kisah itu. "Awalnya aku mengiyakan saja saat dia bilang ingin mendampingiku dan ada di sisiku. Aku merasa hatiku sudah mati dan tidak akan bisa mencintai lagi. Mama kamu begitu sabar di sisiku, sampai aku kembali melihat setiap kehidupanku punya tujuan, setiap kejadian buruk tidak boleh membuat aku stag di satu titik. Masih ada hal baik menanti. Mama kamu berhasil. "Aku punya Virda, Vir
last updateLast Updated : 2022-07-09
Read more

Bab 129. Cinta Buat Kamu Tak Pernah Pudar

Felicia memegang erat tangan Vernon begitu ditatap lekat-lekat oleh sang kakek. Ini kali pertama dia melihat ayah dari ibunya. Pria yang disebut kakek itu, di mata Felicia sedikit menakutkan. Dia tidak tersenyum. Dia terlihat sedih dan tidak bahagia. Semuanya membuat Felicia merasa tidak nyaman. "Itu putrimu?" Prawira mengambil tiga langkah ke depan, mendekat ke arah Felicia, Vernon, dan Adistya. "Dia cucuku?" "Iya, Ayah. Felicia. Cucu Ayah." Adisti memperhatikan ayahnya berhadapan dengan gadis manis dan cantik. Detak jantung Adisti kembali memburu. Felicia memandang Prawira dengan rasa takut. Makin erat tangannya menggelayut di sisi Vernon. "Siapa namamu?" tanya Prawira. Datar, khas suara seorang ayah. "Cia," jawab Felicia pendek. Suaranya kecil terdengar. "Berapa umurmu?" Pertanyaan kedua. "Lima tahun," jawab Felicia masih dengan rasa takut. "Sebutkan nama ibumu," lanjut Prawira. "Adisti Kayshilla Dewina." Dengan tepat Felicia menjawab. "Dan ayahmu?" Pertanyaan masih berlan
last updateLast Updated : 2022-07-11
Read more

Bab 130. Antara Pergulatan Meja Hijau dan Perjuangan Cinta

Adisti kembali duduk di ruangan itu, berhadapan dengan ayahnya yang duduk berdampingan dengan sang ibu. Sementara Adisti duduk bersebelahan dengan Vernon dan Felicia ada di antara mereka. Vernon mengatakan apa saja yang dia dan Prawira serta Adistya bicarakan. Yang mengejutkan ternyata pembicaraan mereka juga langsung didengar oleh pengacara keluarga Vernon. Bukan pengacara asal, tapi pengacara yang memang cukup terkenal dan punya nama. Harapan seolah-olah terbuka. Di tangan seorang yang memang sudah diketahui sepak terjangnya, maka apa yang Prawira hadapi akan menemukan titik terang. "Besok kita akan bertemu lagi. Untuk masalah lain-lain, Bapak dan Ibu tidak usah pikirkan. Pengacara kami akan membereskannya. Tetapi saya minta maaf, setelah pertemuan besok saya harus kembali ke Malang. Pekerjaan tidak bisa saya tinggalkan terlalu lama." Vernon menyampaikan rencananya. "Jadi, Nak Vernon dan Adisti juga Cia akan pergi?" Adistya menatap Adisti dengan mata lebar. Dia belum rela jika put
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status