Home / Romansa / Gara-Gara Utang / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Gara-Gara Utang: Chapter 21 - Chapter 30

41 Chapters

Bab 21

"Dafa, nanti kalau besar Dafa cita-citanya jadi apa?""Dafa pengen jadi guru atau pengajar, Bu. Di sekolah Dafa, gurunya baik-baik dan sabar. Nggak pernah marah sama anak-anak. Dafa senang sekolah di sana, Bu."Astri mengusap lembut rambut hitam putranya. Lelaki kecil yang baru masuk TK itu masih asyik berceloteh tentang teman-teman dan gurunya di sekolah.Astri berusaha sebisa mungkin menjawab semua pertanyaan yang diajukan Dafa. Terkadang, pemikiran anak itu begitu kritis sehingga apa pun yang dilihatnya membuat rasa ingin tahunya semakin besar.Makin bertambahnya usia sang anak, makin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Dulu, sebelum sekolah hanya perlu uang untuk jajan dari pedagang keliling yang kebetulan lewat depan rumah. Sedangkan saat sudah sekolah seperti sekarang, tentu harus ada uang saku walau tak seberapa.Astri bukan bermaksud menyalahkan keadaan anaknya yang semakin besar dan membutuhkan banyak biaya. Hanya saja, dia menyesali diri sendiri yang tak bisa membantu perek
Read more

Bab 22

"Assalamualaikum," Astri mengetuk pintu sambil mengucap salam di sebuah rumah yang lumayan mentereng di desa itu. Sudah sepuluh menit Astri menunggu, tapi sang pemilik rumah tak kunjung membuka pintu. Astri menghembuskan napas panjang kemudian berbalik pergi. Ketika hendak menutup pintu pagar rumah tersebut, seorang wanita paruh baya tampak tergopoh-gopoh menghampirinya. "Astri ..." panggilnya. Astri menoleh ke arah suara yang baru saja memanggilnya lalu menyalami wanita paruh baya itu yang adalah Hamidah, sang pemilik rumah. Hamidah memindai penampilan Astri dengan tas ransel besar di tangannya. "As ... kamu mau ke mana?" tanya Hamidah penasaran. Dia tak mengetahui bahwa Halimah telah mengusir Astri dari rumah. Astri menunduk ke arah ransel di tangan kirinya. Wanita berumur tiga puluhan itu tersenyum tetapi tak sampai ke mata. Terlihat jelas kalau Astri memaksakan senyumnya. Mungkin tante Halimah belum tahu berita pengusiranku oleh ibu. Biarlah begini saja. Aku tak mau sampai ta
Read more

Bab 23

"As, tante rasanya masih tak percaya kalau kamu dan Ismail berpisah. Apa tak ada jalan lain? Kamu tetap menjadi istrinya meski kalian tak bersama untuk sementara waktu."Astri menghela napas panjang. Seandainya saja hal itu bisa ia lakukan. Astri sangat mencintai anak dan suaminya. Namun, mungkin kebersamaan mereka hanya tak selama yang dulu Astri bayangkan.Hamidah mengusap pelan bahu Astri. Luka perpisahan itu terlihat jelas di mata istri - ralat mantan istri keponakannya."As, kalian baru bercerai secara agama. Bahkan, kalaupun kamu dan Ismail sudah bercerai secara resmi, kalian bisa rujuk kembali. Kasihan Dafa, kalau kedua orang tuanya harus berpisah. Tante tak bisa membayangkan bagaimana perasaan anak itu."Setetes bening luruh membasahi pipi Astri. Sakit. Terlalu sakit rasanya harus berpisah dengan orang-orang yang ia cintai. Akan tetapi, Astri terpaksa oleh keadaan. Jika saja bisa, Astri ingin selalu bersama keluarga kecilnya. Namun, Halimah tak akan mungkin tinggal diam karena
Read more

Bab 24

Astri sedang berdiri menunggu angkot sepulang dari pasar pagi itu. Nadia di sampingnya sudah mengelap keringat berulang kali. Kadang, kaki kanannya terhentak kesal tanpa ia sadari. Astri hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah putrinya."Mi, lama amat sih angkotnya.""Kan dari tadi juga penuh terus, Nad. Kamu bilang nggak mau desak-desakan dalam angkot.""Iya sih Mi, tapi cuacanya tambah panas nih, Mi.""Jangan manja, ih. Biasanya juga suka panas-panasan.""Iya sih, tapi ini tuh panasnya super duper hot, Mi. Lagian aku panas-panasan nggak sampe yang keringetan banget.""Udah, sabar dulu aja. Nanti kalau ada lagi angkotnya kita pulang."Nadia mengipas-ngipaskan tangannya mengurangi gerah yang dia rasa. Gadis itu mengeluarkan ponsel sambil menunggu angkot yang agak lengang.Grep. Nadia terbengong sesaat sebelum gadis itu berteriak kencang."Jambreeet. Toloooong! Hape saya dijambret."Orang-orang di sekitar mereka pun membantu mengejar jambret itu. Kejar-kejaran pun tak terelakkan. H
Read more

Bab 25

Beberapa hari ini Awan tampak semakin sering memerhatikan Nadia. Salsa yang menyadari hal tersebut tentu bertanya-tanya. Apalagi Nadia juga tak menampik perhatian itu."Nad, kalian ada hubungan apa sih? Aku lihat makin hari kamu makin akrab sama pak Awan."Nadia mengedikkan bahu mendengar ucapan Salsa yang sarat akan rasa penasaran itu."Cuma dosen sama mahasiswanya aja kok Sal, emang kamu pikir aku sama pak Awan punya hubungan khusus?" Nadia sedikit melirik Salsa lewat ekor matanya."Abisnya kalian tuh suka diem-diem saling pandang. Trus, wajah kamu kayak tersipu malu gitu kalau ketahuan merhatiin pak Awan. Jadi, nggak salah dong kalau aku bilang kalian sama-sama punya perasaan terpendam."Nadia memukul pelan lengan sahabatnya. Dengan lebaynya, Salsa mengaduh membuat Nadia mencebikkan bibir."Jangan ngaco Sal, ntar kalo ada yang denger bisa salah paham. Apalagi kalo pacar atau istrinya pak Awan denger. Aku nggak mau ya, sampai ada gosip yang enggak bener.""Iya, iya, maaf. Tapi, kalo
Read more

Bab 26

Salsa saat ini sedang bersantai di belakang rumahnya bersama dengan seorang lelaki. Dering telepon genggam di dekatnya menarik perhatian lelaki itu. Seorang remaja mendekati mereka berdua dan menyadarkan Salsa bahwa ponsel miliknya berdering sedari tadi. Dahi Salsa terlipat saat melihat pemilik nama yang sedang meneleponnya. Mami Nadia calling ... Ada apa tante Astri menelepon? Atau Nadia ada perlu tapi pake ponsel maminya? Batinnya bertanya-tanya. "Kenapa, Sa? Angkat tuh teleponnya siapa tahu penting." "Iya nih kak Salsa, berisik tahu dari tadi bunyi terus." "Iya, iya, ini mau diangkat." Salsa menggeser layar ke arah kanan lalu menempelkan benda canggih itu ke telinganya. "Halo, assalamualaikum Tante." "Cieee, tumben kakak ucapin salam," ledek remaja itu yang mendapat pelototan Salsa. "Waalaikums
Read more

Bab 27

Awan maju untuk menyalami Astri. Senyuman tulus ia ulas dari bibirnya. Tak lupa, dosen muda itu mencium punggung tangan Astri. "Salam kenal, Bu." Suara yang meneduhkan keluar dari mulut Awan. "Iya Nak, apakah kamu yang mengantar Nadia pulang tempo hari?" "Iya Bu, maaf tidak sempat mampir. Waktu itu saya ada pekerjaan lain." "Tidak apa-apa. Terima kasih atas pertolonganmu saat itu." "Sama-sama Bu, mari Ibu ikut kami mencari Nadia." "Memangnya Nadia hilang?" tanya Dafa tiba-tiba. "Aku kira tasnya hanya jatuh saja di sini. Jangan-jangan dia diculik." "Abang jangan nakut-nakutin gitu dong. Kasihan tante Astri pasti sangat sedih." "Bukan abang mau nakut-nakutin Sa, tapi coba aja pikir pakai logika. Nadia nggak pulang ke rumah dan aku menemukan tas berisi ponsel ini di sini. Kalaupun ada yang jambret kayak kemarin, pasti is
Read more

Bab 28

Astri terpaku melihat perempuan itu. Sangat berbeda jauh dari beberapa tahun yang lalu. Wanita yang selalu berpenampilan glamour dan berpakaian modis kini hanya memakai daster lusuh. Bahkan, tak sadar Astri sampai ternganga. "Dinara," ucapnya ragu karena merasa kalau wanita di hadapannya itu mirip dengan istri Alvin tapi ia juga ragu kalau wanita itu benar-benar Dinara. Dinara yang ada di hadapannya berubah seratus delapan puluh derajat dibanding beberapa tahun sebelumnya. "Ada apa mbak Astri datang ke sini? Mau menertawakan nasibku yang buruk?" sinis wanita itu menatap tajam Astri. Astri mundur ke belakang selangkah merasa kaget dengan sambutan yang diberikan oleh istri Alvin. Sekarang, Astri yakin jika memang wanita itu adalah Dinara. Nada suara Dinara yang selalu ketus jika berbicara dengannya meyakinkan Astri.  "Ini juga ramai-ramai bawa pasukan apa maksudnya? Mbak Astri mau mengeroyok aku?"
Read more

Bab 29

Dinara mengetuk pintu bercat putih yang menjulang tinggi di depannya. Lama tak ada yang membukakan pintu. "Mana sih ini orang-orangnya lama amat," gerutunya. Terdengar suara dari dalam rumah yang meminta mereka untuk menunggu sebentar. Tak lama pintu terbuka dan menampakkan wanita tua yang sepertinya asisten rumah tangga di sana. "Ada apa ya, Bu?" tanya wanita itu tanpa mempersilahkan mereka masuk. Bahkan dia berdiri di depan pintu setelah menutupnya seolah menghalangi mereka untuk melihat apa saja di dalam. "Aku mau ketemu sama majikan kamu," ketus Dinara. "Mau ketemu bu Susanti apa bu Melisa?" "Aku mau ketemu sama pak Budi. Ada perlu." "Maaf Bu, tapi pak Budi sedang ada urusan di luar." "Urusan apa? Katakan aku ke sini, penting." "Maaf Bu, tapi saya mengatakan yang sebenarnya kalau bapak tidak a
Read more

Bab 30

Nadia melenguh pelan merasakan sakit pada kepalanya. Diingatnya kembali apa yang baru saja menimpanya. Dia berjalan masuk gang hendak pulang dan tiba-tiba saja pandangannya tertutup oleh sebuah kain hitam. Gadis itu merasa dibawa ke dalam sebuah mobil yang entah membawanya ke mana. Nadia bangun dari posisinya saat ini dan mengecek pakaiannya. Gadis itu sangat bersyukur karena tak ada apapun yang berkurang. Nadia memandang sekeliling yang sangat asing di matanya. Sebuah kamar dengan tempat tidur kayu yang saat ini ditempatinya. Lemari di sudut ruangan dan kamar mandi dalam. Sebuah meja rias sederhana juga ada di sana. Nadia turun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Sempat diliriknya suasana di luar yang menunjukkan hari semakin sore. Nadia teringat akan Astri. "Mami pasti khawatir banget sama aku. Apa maksud mereka menculikku?" gumamnya pelan. Nadia keluar dari kamar mandi dan ada
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status