Home / Romansa / Gara-Gara Utang / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Gara-Gara Utang: Chapter 11 - Chapter 20

41 Chapters

Bab 11

Nadia sedang duduk santai di halte sambil menunggu bus yang akan membawanya pulang. Nadia terkesiap kaget saat tiba-tiba Alvin ada di depannya."Om, ngapain ke sini?" tanya Nadia waspada."Mau nemuin keponakan om lah, ngapain lagi."Alvin tersenyum tetapi malah membuat Nadia bergidik ngeri.Nadia berdiri saat dari kejauhan melihat bus tujuan rumahnya. Namun, gadis itu merasa kesal saat Alvin mencekal tangannya. Di halte sore ini sudah sepi dan sedari tadi Nadia hanya sendiri di tempat itu. Alvin lalu menyeret tangan Nadia menjauhi halte sebelum bus berwarna hijau itu sampai di sana."Lepasin Om, lepasin, jangan bawa aku. Memang aku salah apa sama Om. Om sadar nggak sih, Om itu udah nyakitin aku.""Cuma kamu yang bisa b
Read more

Bab 12

Mobil melaju membaur dengan berbagai kendaraan di jalan raya yang membuat kemacetan. Nadia memberikan alamat rumahnya pada Awan. Dengan handal, dosen muda itu mengendarai mobilnya menuju rumah Nadia."Sampai sini aja, Pak," ucap Nadia saat mobil Awan hampir sampai di gang menuju rumahnya."Rumah kamu di sebelah mana?""Rumah saya masuk gang, Pak. Saya jalan kaki saja dari sini.""Nanggung Nad, biarkan saya antar sampai rumah. Saya hanya bertanggung jawab untuk mengantar kamu selamat sampai tujuan. Lagipula, mobil bisa masuk gang. Bisa saja lelaki yang mengaku sebagai om kamu tadi menunggu di tempat sepi dan memaksa kamu untuk mengikutinya."Nadia menunduk lalu mengangguk setuju. Gadis itu kemudian memberi tahu arah rumahnya lebih detail.Semakin dekat, hati Awan makin berdebar kencang. Akankah pertemuan itu segera terjadi? Sekarang kah, waktunya untuk mereka bertemu?Awan menghentikan laju kendaraannya tepat di jalan depan rumah berca
Read more

Bab 13

"Tuh, mukanya merah, berarti bukan cuma sekedar dosen ya ..."Wajah Nadia makin tersipu saat Astri menggodanya. Nadia menutupi wajah denfan kedua tangan sambil menhgelengkan kepala."Enggak Mi, beneran. Pak Awan itu cuman dosen aku. Lagian juga baru tadi aja kami ketemu secara dekat. Selama ini cuma sekedar interaksi biasa antara mahasiswa sama dosennya.""Yakiiin?" Senyuman Astri mengembang melihat sang putri yang salah tingkah."Iiih Mami, kalo nggak percaya tanya aja sama Salsa. Pak Awan emang baik tapi ya gitu, jarang ngomong. Auranya kayak dingin gitu, Mi.""Kalau dingin dipanasin dong, Sayang.""Mamiii, seneng banget sih godain aku.""Hahaha, iya, iya, mami percaya. T
Read more

Bab 14

"Mas, apa tidak bisa aku mendapatkan hatimu sedikit saja? Aku tahu, aku bukan wanita yang sempurna dan sebaik mantan istrimu. Bahkan, dia juga pasti wanita yang sangat cantik sehingga kamu tak bisa berpaling sedikit pun darinya. Tapi Mas, kita sudah bersama berbulan-bulan lamanya. Aku juga memperlakukan Dafa dengan baik. Aku menyayanginya sama seperti aku menyayangi anakku sendiri." "Maaf Ai, aku sudah memberikan seluruh hatiku padanya. Aku tak mungkin membaginya lagi pada wanita lain. Aku menikahimu karena keinginan ibuku. Maaf kalau hal ini menyakitimu." "Aku tahu Mas, kita dijodohkan. Jujur saja, aku juga sama sekali belum mencintaimu. Aku menerima dirimu sebagai pengganti almarhum mas Jaya karena aku berpikir anakku pasti membutuhkan sosok seorang ayah. Yang kuharapkan kutemukan pada dirimu. Iya, kamu memang baik pada putriku, aku akui itu. Maaf, jika aku men
Read more

Bab 15

Suasana hening dini hari sebuah apartemen tiba-tiba dikejutkan oleh teriakan sang pemilik apartemen tersebut."Ibuuu ... "Lelaki itu bangun sambil terengah seolah habis berlari puluhan kilometer. Tangannya masih menggapai ke depan dan keringat dingin tampak memenuhi sekujur tubuhnya. Telapak tangannya meraup kasar wajah tampan perpaduan dari wajah ayah dan ibu kandungnya.Jantung berdegup kencang bila mengingat mimpi yang hadir dalam lelapnya tadi. Apakah dia terlalu berpikir dalam tentang sang ibu hingga terbawa ke alam mimpi. Saking rindunya dia pada ibu yang telah melahirkannya. "Dafa," panggil seorang wanita berparas cantik. Wajahnya masih sama seperti berpuluh tahun yang lalu seolah tak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Ataukah memang i
Read more

Bab 16

Nadia bergegas keluar dari ruangan Awan tapi kakinya serasa tak berpijak. Telunjuk tangan kanannya tampak bermain di sekitar dagunya. Pikirannya masih melayang pada sikap Awan yang tak biasa. Mereka tak seakrab itu hingga Awan sampai meminta Nadia untuk tinggal di apartemennya. "Ada apa sama pak Awan, ya? Aneh banget sikapnya kayak gitu. Lagi kesambet kali ya, makanya pak Awan bersikap aneh. Kalau fansnya pak Awan sampai tahu, hiiii. Aku nggak bisa bayangin sampai diserang sama mereka. Apalagi kalau sampai ada yang bertingkah bar-bar." Brukk. Nadia bertabrakan dengen seseorang hingga bokongnya mencium lantai yang dingin. Gadis itu meringis sambil memegang area tubuhnya yang sakit. "Aww, sssh, sakit." "Maaf, maaf, aku nggak sengaja," sahut seseorang sambil mengulurkan tangan pada Nadia. Nadia mendongak dan dilihatnya seorang pemuda yang tersenyum manis padanya. Tanpa menerima uluran tangan pemuda itu, Nadia berdiri sendiri sambil bersungut kesal. Pe
Read more

Bab 17

"Apaan sih malah kedip-kedip kayak orang cacingan gitu," sungut Nadia. "Hehe." "Malah ketawa sekarang. Apanya yang lucu, Sal?" "Hahaha," tawa keras Salsa memenuhi ruangan kelas yang dihuni tiga puluh mahasiswa itu. Beberapa pasang mata tampak menoleh ke arah kedua sahabat itu yang memaksa Nadia mengangguk sambil tersenyum meminta maaf. Nadia memukul pelan lengan Salsa yang masih saja menutup mulutnya menahan tawa. Nadia merengut sebal sambil bersedekap tangan. Gais itu memalingkan wajahnya dari sahabat karib yang selalu menemaninya itu. "Hehehe, maaf Nad, abisnya kamu lucu banget, kalian lebih tepatnya." Nadia memicingkan mata  sambil mengangkat sebelah alisnya.
Read more

Bab 18

"Ibu, jangan pergi, jangan tinggalin Dafa. Huhuhuhu." Ismail meraup kasar wajahnya. Saat ini, lelaki itu sedang menunggui Dafa di rumah sakit. Sudah dua hari, putra semata wayangnya menderita sakit typhus. Berhari-hari Dafa tak mau makan. Dia hanya mau bertemu dengan Astri, sang ibu. Bahkan, bujukan Mirna pun tak digubris anak kelas satu SD itu. "Harus kemana aku mencarimu As, kamu nggak kasihan sama anak kita? Dafa butuh kamu. Sedangkan aku tak tahu harus kemana untuk menemukanmu. Aku sudah menghubungi keluargamu tapi mereka sama sekali tak tahu kamu kemana. Aku pikir, kamu kembali ke rumah orang tuamu. Tapi ternyata, kamu tak ke sana. Aku merindukanmu As, walau aku tahu sudah tak berhak lagi untuk itu." "Dafa, cepat sembuh Na
Read more

Bab 19

Sepulang kuliah, Nadia berjalan bersama Salsa menuju parkiran. Kedua gadis yang telah lama bersahabat itu, tampak asyik bercanda sepanjang jalan menuju tempat Salsa memarkirkan mobilnya. "Kamu aku anterin aja ya, Nad." "Nggak usah Sal, aku nggak mau ngerepotin kamu." Salsa berhenti dan menahan tangan Nadia agar berhenti berjalan. "Nad, aku kan sahabat kamu. Nggak ada salahnya kalo kamu ngerepotin aku. Aku yang nawarin kok. Atau, kamu ngarepnya dianterin sama pak Awan ya," Salsa mulai menggoda Nadia yang langsung memerah pipinya. "Apaan sih Sal, nggak ada ya, pemikiran kayak gitu di otak cantik aku." "Hahaha, narsis amat, Neng. Jadi gimana, mau kan aku anterin? Aku juga nggak buru-buru amat, kok. Ntar aku kirim pesan sama mama kalo aku pulangnya telat." "Duh, aku nggak enak dong sama mama kamu." "Justru mama aku malah seneng. Tahu sendiri kan, mama itu paling heboh kalo ketemu kamu." "Iya sih, kadang aku heran sama sikap mama kamu." Salsa mendekatkan diri pada telinga sahabatn
Read more

Bab 20

Astri dan Nadia duduk berhadapan di meja makan dengan empat buah kursi itu. Nadia tampak lahap menyantap masakan Astri yang sangat dia sukai. "Habis makan, kamu cepetan mandi, ya." "Emang mau ke mana, Mi?" "Mumpung masih agak siang, kita ke makam papa, mau?" "Mau, Mi. Ya udah, nanti aku mandinya sepulang dari makam aja gimana?" "Nanti kesorean, Sayang. Kamu bisa-bisa masuk angin lho." "Hehe, iya deh Mi." Selesai makan, Nadia bergegas ke kamarnya untuk menyimpan ransel yang dipakainya kuliah kemudian mengambil handuk dan beranjak ke kamar mandi. Lima belas menit di kamar mandi, Nadia keluar dengan baju yang sudah terganti. Handuk membungkus rambutnya yang basah. "Sudah selesai, Nad?" "Bentar Mi, aku ngeringin rambut dulu." "Ya udah, mami tunggu di depan ya." "Oke, Mi. Aku nggak lama kok." Nadia memasuki kamar dan mengambil hair dryer agar rambutnya tidak terlalu lembab. Sepuluh menit kemudian, gadis itu sudah keluar kamar dengan mencangklong tas kecil berisi ponsel dan domp
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status