Semua Bab Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! : Bab 71 - Bab 80

83 Bab

Bab 71

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 71Aku sedang menata baju untuk bekal Rumi menginap di rumah Ayahnya. Sebuah tas berukuran sedang sudah penuh dengan baju dan buku pelajaran Rumi. Aku tak mau anakku kekurangan apapun di sana, kehabisan baju misalnya. Satu tas rasanya masih kurang untuk membawa perlengkapan Rumi. Kuambil satu tas lagi untuk tempat baju-baju sisanya. Dengan semangat aku kembali menata baju yang masih bertumpuk di atas ranjang.Dua tas berukuran sedang yang teronggok di atas pembaringan ini membuat hatiku ngilu. Bagaimana jika ia tak lagi mau kembali bersamaku? Bagaimana jika ia memilih untuk tinggal bersama ayahnya? Bagaimana jika ia akhirnya membenciku? Ah aku tak sanggup membayangkannya. Mataku perih. "Nggak perlu segitunya, Nak," lirih Ibu saat aku termangu menatap dua wadah yang terbuat dari kain tebal itu. Ibu duduk di sebelahku di atas ranjang. "Alina nggak mau dia di sana kekurangan apapun, Bu. Setelah ini Alina juga akan mengajaknya belanja makanan kesukaanny
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-24
Baca selengkapnya

Bab 72

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 72Malam yang syahdu menambah nikmat perjumpaaanku dengan Rabbku kali ini. Hati yang benar-benar pasrah memohon petunjuknya, berusaha melepas semua beban di hati dan meminta diberikan yang terbaik sekalipun memang harus kembali dengan Mas Yusuf. Aku sudah pasrah jika memang hati ini harus legowo dengan kesalahan yang Mas Yusuf buat. Dengan linangan air mata aku meminta keteguhan hati untuk memutuskan jalan yang akan aku ambil. Sejak kemarin Mas Yusuf selalu menggangguku dengan pesan whatsappnya yang meminta untuk bertemu. Ia ingin membahas soal kelanjutan hubungan kami sebab sudah sebulan lebih waktu berlalu tetapi kami hanya saling diam. Setelah mendapat wejangan dari Ibu kemarin membuat pikiranku sedikit terbuka. Ya, memang seharusnya wanita banyak legowo untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangganya. Begitu juga denganku, tak ada salahnya mencoba memberi kesempatan kepada Mas Yusuf. Tetapi aku tak serta merta mengiyakan, aku masih harus banyak berdo
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-25
Baca selengkapnya

Bab 73

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 73Rumi mengayunkan tangannya yang sudah berada dalam genggamanku. Senyumnya tak pudar sejak roda mobil mulai melaju hingga kami berjalan menuju pintu masuk kafe. Senyum yang sebulan ini tak lagi terbit dari wajahnya yang mulai tirus. Mungkin aku juga harus berterima kasih kepada wali kelasnya karena sedikit banyak sudah membantuku berbicara dengan Rumi terkait masalah ini. Ada perubahan dalam sikapnya meskipun tak banyak. Semilir angin sore hari sukses mengibarkan kerudung instan milikku. Terpaan sejuknya menggeser sinar mentari yang semakin bergerak ke barat berganti dengan timbulnya sinar senja mega kemerahan yang indah.Suasana kafe lumayan lengang. Terlihat dari parkiran kendaraan yang tak sebegitu banyak memenuhi ruang kosong di depan bangunan klasik yang menjadi tempat janjian kami untuk bertemu. "Ma, lihat kerudungku, apa sudah rapi?" Rumi menghentikan langkahku. Ia memintaku untuk memeriksa penampilannya. Aku menurut. Kusejajarkan tinggi bad
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-27
Baca selengkapnya

Bab 74

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 74Pameran di mall telah selesai. Butik mulai buka seperti biasanya. Ketiga karyawanku mulai kembali sibuk menata baju-baju bekas pameran ke tempatnya semula. Usaha keras mereka tak kusia-siakan. Sedikit menambah nominal gaji mereka di akhir bulan rasanya tak berlebihan. Apalagi mereka bertiga berusaha dengan giat tanpa adanya aku di sana. Mereka mampu kupercaya ketika diriku sedang terpuruk dengan masalah keluarga. Hari ini, aku bertekad untuk bangkit. Sudah kuputuskan untuk tak lagi menerima Mas Yusuf sebagai pasangan hidup. Biarlah urusan Rumi bisa kujelaskan pelan-pelan. Aku yakin seiring berjalannya waktu ia pasti bisa menerima keputusan yang kuambil ini. Aku kembali ke butik setelah mengantar Rumi pulang ke tempat Ibu. Kuputuskan untuk tak lagi mencari asisten rumah tangga. Biarlah hanya Zahra yang mengerjakan semuanya. Karena aku sudah enggan dengan kehadiran orang baru dalam kehidupanku. Mobil baru saja kuparkir di halaman butik. Seorang laki
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya

Bab 75

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 75"Mbaak," rengeknya setelah berhasil duduk di kursi kosong di depanku. Ia lantas menangis tersedu-sedu tanpa memperdulikanku yang kebingungan melihat tingkahnya. Kuletakkan ponselku lalu kutatap wajahnya penuh tanda tanya. "Kamu kenapa?" Aku yang sedang bingung makin mencondongkan tubuh agar bisa melihat dengan jelas ekspresi wajahnya saat ini. "Mas Azam, Mbak," lirihnya lagi sambil terisak. Kedua tangannya menangkup wajahnya menghalau air mata yang terus mengalir dari kelopak matanya. "Kenapa Mas Azam?" tanyaku ikut panik. Tangisnya membuatku ikut merasakan bagaimana perasaannya saat ini. "Mas Azam tiba-tiba saja memutuskan pertunangan kami, Mbak," jelasnya lirih. Suaranya hampir tak terdengar karena diiringi dengan tangisan. "Bagaimana bisa? Alasannya?" tanyaku penasaran. Sebab tak mungkin lelaki seperti Mas Azam tiba-tiba saja memutuskan hubungan tanpa sesuatu yang jelas dan besar. "Alasannya dia tak siap dengan perjodohan ini, Mbak. Menurutk
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-01
Baca selengkapnya

Bab 76

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 76Mataku nanar memandang surat yang baru saja diantar oleh pengacaraku. Tak kusangka kini aku resmi menjadi janda. Tak pernah terbersit dalam benakku aku akan menyandang status ini. Sungguh sakit melihat surat itu tertera namaku di atasnya. Air mataku sudah lelah mengalir saat mataku mulai terasa berat. Sejenak kurebahkan badanku agar kembali segar saat menjemput Rumi nanti. Perlahan mataku mulai terpejam menelan luka yang kembali terasa perih karena status resmi yang baru saja kudapatkan. Beruntungnya aku tinggal di perumahan yang tak banyak orang ikut campur atas masalah pribadi yang sedang kunikmati. Jika mereka membicarakanku dibelakangku, itu terserah mereka. Dering ponsel membuatku tersentak kaget. Segera kuraih benda yang kuletakkan di atas nakas itu. Tertera nama wali kelas Rumi dalam layar ponsel yang bergetar. "Waalaikumsalam, Bu," jawabku cepat. "Arumi belum dijemput ya, Bund? Sudah lewat setengah jam tapi dia masih nunggu di sekolah."M
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-03
Baca selengkapnya

Bab 77

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 77Tak mau merasa kepedean aku lantas kembali bertanya untuk memastikan. "Berubah status? Status apa?" tanyaku cepat. "Iya. Dia sendiri sekarang.""Memang dulunya gimana? Jadi pacar orang lain?""Enggak. Jadi istri orang lain.""Istri?""Iya.""Janda dong?""Iya, janda.""Aku juga janda sekarang?""Iya, kamu.""Aku? Maksudnya?" tanyaku tak mengerti. "Iya kamu.""Kenapa sama aku?"Mas Azam tak lagi membalas ucapanku. Ia malah tersenyum tipis sambil memandangku sendu. Duh kesambet apa ini orang. Aku tak lagi meneruskan pertanyaanku. Kuputuskan untuk sibuk menghabiskan kue dalam tanganku saja. Namun perasaanku mendadak tak enak. Tiba-tiba aku merasa ada yang sedang mengamatiku.Kepalaku mendongak melihat apa yang dilakukan oleh manusia di sebelahku ini. Seketika mata kami beradu. Bibirnya tersungging tipis menampakkan deretan giginya yang rapi. Duh. Aku geragapan. Mendadak salah tingkah mendapati dirinya tengah memindai wajahku sedemikian rupa. "Kam
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-04
Baca selengkapnya

Bab 78

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 78Aku menatap nanar plafon kamar tidur yang bercat putih. Lampu yang sudah berganti temaram tak kunjung membuat mataku memejamkan mata. Pikiranku terus kembali mengingat apa yang Ibu sampaikan tadi sore selepas Bapak menggendongku ke kamar. "Perceraian seharusnya tak membuatmu menjadi trauma. Hidup terus berlanjut. Masa depanmu masih panjang. Rumi juga masih kecil. Jangan kerdilkan pikiranmu dengan rasa trauma." Ibu menatap mataku dalam. Aku merasakan ketulusan dalam ucapannya. "Alina belum sanggup, Bu." Kepalaku menunduk, mataku nanar menatap ujung kuku yang kumainkan. "Belum sanggup bukan berarti tidak mau. Hanya saja kamu butuh waktu untuk menyembuhkan luka itu. Lihatlah bagaimana Azam menantimu hingga ia rela melepas gadis yang baru saja dijodohkan dengannya."Pikiranku kembali mengingat apa yang pernah Adelia tanyakan dulu. Juga keputusan Mas Azam untuk membatalkan pertunangannya dengan Adel setelah rumah tanggaku diterpa badai. Jadi semuanya ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-05
Baca selengkapnya

Bab 79

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 79Suasana rumah sunyi senyap. Tak ada penghuni selain aku sendiri dalam rumah. Zahra sudah berangkat ke butik satu jam yang lalu. Hanya ada aku yang sedang sibuk melihat tingkah ikan dalam kolam yang tampak lucu. Mataku sibuk mengikuti gerak ikan mengitari tiap sudut kolam. Sesekali ikan yang lebih besar itu menerobos kolong jembatan yang sengaja dipasang di tengah kolam. Dan ikan yang kecil terus saja mengikutinya. Saling mengejar satu sama lain. Meskipun sedikit adu kekuatan tapi ikan yang lainnya masih terus saja saling mengikuti. Gelombang air tercipta saat aku melempar sejumput makanan ikan dalam kolam. Langsung saja ikan-ikan itu saling berebut mendahului ikan yang lainnya agar bisa mendapatkan jatah. Seketika bibirku tersungging melihat tingkah mereka yang aktiv. Mataku nanar menikmati pemandangan di hadapanku karena mengingat kembali cerita Zahra soal masa lalunya. Sungguh aku tak ingin menjadikan Rumi sebagai korban keegoisan kedua orangtuan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-06
Baca selengkapnya

Bab 80

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 80"Aku harus cepat ke butik, Mas. Tapi," ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sebentar lagi jam jemput Rumi juga. Aku bingung. "Kenapa?""Harus jemput Rumi kan sebentar lagi, semoga aja perempuan itu mau nunggu. Siapa ya kira-kira?" tanyaku bingung. "Biar kamu aku antar ke butik, terus aku yang jemput Rumi. Gimana?" tawarnya seraya menatapku dalam. "Apa ngga ngerepotin Mas Azam?" sungkanku. Sejak kemarin lagi-lagi aku merepotkannya. Ini semakin membuatku tak enak hati. "Enggak lah, aku ngga repot. Kamu tenang aja." Mas Azam memanggil satu pelayan hanya dengan satu ayunan tangan dan tak butuh waktu lama pelayan datang menghampiri kami. Kami segera pergi setelah Mas Azam membayar bill yang diberikan oleh pelayan tersebut. Kali ini aku berjalan mendahului Mas Azam karena tak mau kejadian seperti tadi terulang kembali. Selama dalam perjalanan Mas Azam hanya diam saja. Tak seperti ketika berangkat yang tak henti mengajakku bicara. "Mas ngg
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status