Semua Bab Tak Kusangka Istriku Presdir: Bab 21 - Bab 30

35 Bab

21. Kejutan Besar

"Ya, udah. Aku tambahin uang belanja kamu, tapi ... kamu pulang, ya?" Alan merajuk."Baik, tapi ada syaratnya." "Apa syaratnya?""Segera aku kasih tau syaratnya. Oh, ya. Besok pagi tolong antarkan aku ke undangan. Nanti aku kirim alamat tempatku jadi ART sekarang.""Iya, Yang."'Baiklah semua sudah siap, undangan sudah disampaikan ke Mami dan Lian melalui Siska. Persiapan sudah diatur Event Organizer ternama. Juga konsumsi sudah dipesan untuk jumlah tamu kurang lebih dua ribu orang.'***Pukul enam pagi Melly dan keluarganya sudah bersiap pergi untuk acara perayaan puncak Melby Corporation. Keluarga Melly diantar oleh Pak Cahyadi yang baru saja selesai membersihkan mobilnya. Tinggal Melly yang sedang menunggu dijemput suaminya.Melly berdandan yang beda dari biasanya. Ia memakai gamis berwarna peach berlapis tille asymetrys dengan aksen payet di area dada, model lengannya balon, kepalanya ditutupi pasmina polos
Baca selengkapnya

22. Rumah Mewah Majikan

"Baiklah, tidak perlu berlama-lama lagi. Untuk menyampaikan sambutan dan mengesahkan pembukaan kita panggilkan saja beliau—“Lampu sorot diputar-putar, degup jantung Melly sudah berloncatan ke sana kemari karena pertama kalinya ia akan tampil di hadapan sekian banyak orang. Ia berulang kali menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan."Ini dia … CEO … dari Melby Corporation … Mellyyy Saaabiraaa." Semua lampu dan mata tersorot padanya, riuh penonton pun bertepuk tangan.Alan terkesiap saat mendengar nama yang sangat dikenalnya disebut-sebut serta lampu tertuju pada wanita di sampingnya. Ia memegang pergelangan tangan Melly saat berdiri. "Yaang?"Melly melepas tangannya, kemudian berjalan ke atas panggung. Ia melirik sekilas dengan senyuman dan tatapan tajam ke arah meja Siska dengan penuh kemenangan.Lampu sorot mengikuti langkah Melly sampai atas panggung, kemudian semua lampu dinyalakan sampai seisi gedung terang benderang. Se
Baca selengkapnya

23. Menyingkirkan Benalu

"Ini rumah siapa, Pi, kok Melly ngajak kita ke sini? Apa relasi kenalannya atau partner kerjanya?" tanya Mami mertua pada suaminya yang sedang memarkirkan mobil.Hakim hanya tersenyum berbinar, sepertinya ia memiliki prasangka yang benar. "Masuk aja dulu, Mi, nanti juga kita tahu," ujarnya."Wow ...." Begitu ekspresi Lian ketika memasuki rumah besar nan mewah."Kamu yakin Melly ngasih alamat ini?" tanya Siska."Iya, ini ... sesuai, kan?" tunjuk Lian pada secarik kertas."Ini, kan, rumah yang aku bilang tempat Melly kerja jadi babu!" ketusnya."Serius kamu, Sis? Jangan-jangan Melly jadi sukses karena dibiayain majikannya. Diih enak banget dia, modal orang lain aja belagu!" decak Lian. Mereka berdua lantas turun dari mobil.Mereka semua masuk ke rumah mewah itu bersamaan, beberapa staf asisten dan chef pribadi sudah berbaris di pintu masuk dan membungkukkan badannya masing-masing. Salah seorang kepala asisten turut memandu
Baca selengkapnya

24. Pembalasan Bagi Siska

"Aku punya syarat buat kamu. Dan … kembalinya aku atau enggak itu tergantung keputusan kamu!" tegasnya pada Alan."Mbak Lian ... tolong kembalikan sertifikat rumah milikku!" pekik Melly tiba-tiba."Hhah?! Ta-tapi—" Lian gelagapan dan tak tahu harus menjawab apa."Tapi apa maksud kamu, Lian!" pekik papinya."I-itu, Pi. Aah, itu ... surat-suratnya. Eemm ....""Surat-suratnya kamu kasih ke Debt Collector? Gitu maksudnya?" sambung Melly."Apa!" teriak Papi yang geram. Papi langsung bangkit dari duduknya dan akan segera menyerang Lian, tetapi sigap ditahan oleh Mami dan Dilan yang menghadangnya. Lian menunduk menutupi kepala dengan kedua tangannya, lalu dilindungi oleh Siska."Astagfirullah, Liaaaaan!" Papinya yang geram bukan kepalang, akhirnya melampiaskan emosi dengan menangis."Papi malu punya anak kaya kamu, Li. Papi benar-benar kecewa sama kamu! Sekarang juga kamu pergi dari rumah Melly!" perintah Hakim dengan
Baca selengkapnya

25. Dia yang Ditinggalkan

"Urusan kita belum selesai, Siska. Aku akan sampaikan besok di kantor," ujar Melly tegas. Intonasinya kembali seperti seorang bos yang akan memecat karyawannya.Siska tak menjawab. Ia hanya membungkuk hormat, lalu kembali melangkah ke luar dengan hentakan cepat.Melly tak menoleh lagi. Ia hanya duduk menyeruput teh bunga telang, menelannya dengan tenang, lalu kedua sudut bibirnya melebar dibarengi binar mata kemenangan. Ia menyeringai."Biarkan aja Lian, Mel. Sekali-kali dia mesti dikerasi. Harusnya, dulu Papi didik dia dengan mandiri dan enggak dimanja berlebihan karena dari kecil hidupnya serba kecukupan, mau apa pun pasti dituruti," kata Hakim dengan perasaan menyesal."Gak ada orang tua yang salah, Pi, hanya kurang komunikasi aja. Dan Mbak Lian cuma butuh perhatian khusus makanya dia mengalihkannya ke hal-hal kaya gitu. Semua orang tua pun pasti mau manjain anaknya kalau kondisi memungkinkan. Eh ... kok, Melly malah nasehatin Papi. Maaf ya, Pi
Baca selengkapnya

26. Karyawan Menjengkelkan

"Alaaaannnnn! Kamu gak bisa kaya gitu sama Kakak! Kamu berdosa, loh, sama Kakak!" teriaknya dari teras rumah.'Masih bisa bilang dosa? Lalu, apa yang dia lakukan selama ini, mencibir, menghujat, menghina, menentang suaminya sendiri, berhutang riba tanpa izin suaminya, aaah terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu.'"Bu Meelllyyyyy ... Lyyyy ... Lyyyyy ...," teriak Bi Sum yang sudah membentangkan lengannya."Bibiiiii ... gimana kabarnya, Bi?" Melly memeluk Bi Sum."Baaik, baik, Bu. Masyaallah, Bibi kangen buanget sama Bu Mel.""Sama, Melly juga kangen, Bi. Maaf, ya, Melly ninggalin Bibi di sini.""Jangan pikirin Bibi, Bu Mel. Sekarang rumah ini sepi gak ada yang ngomel-ngomel lagi walaupun Bibi udah kebal sama omelannya." Dengan serunya Bi Sum bercerita. Belum selesai di situ … cerita Bi Sum masih sangat panjang sekali, tetapi Melly terlalu lelah dan meminta Bi Sum untuk melanjutkan cerita keesokan harinya.Hari senin
Baca selengkapnya

27. Siang Hari yang Gelap

Setelah menjemput Alea, Melly mengajaknya jalan-jalan ke mal karena ia belum pernah membawanya berekreasi atau sekedar jalan-jalan mengitari sudut kota. Hari itu ia akan full menemani putri kecilnya seharian. Alea bisa membeli apa pun yang belum pernah ia miliki sebelumnya.Alea berlarian ke sana kemari di dalam mall mengambil satu ruas tali yang mengikat kencang balon yang diberikan oleh seorang pramuniaga dari stand yang mengadakan berpromosi. Lalu, ia masuk ke salah satu toko mainan terbesar di mall itu."Alea mau itu, Bun?" Ia menunjuk mainan istana lengkap persis yang dimiliki Rachel."Kamu gak mau mainan lain? Di sana banyak yang lebih bagus, loh, Al," bujuk Melly.Alea menggeleng. Anak-anak memang cenderung ingin memiliki mainan yang sama dengan teman sepermainannya."Oke. Kamu mau yang lebih besar?" Melly menunjuk mainan istana yang sama, tetapi dengan ukuran lebih besar dan properti lebih lengkap."Iiiih … aku mau, aku m
Baca selengkapnya

28. Di Mana Anakku?

"Yang, Alea mana, Yang? Dia baik-baik aja, kan?"Alan merasa berat hati untuk menjelaskan semuanya. "Alea baik-baik aja kok, Bun. Tenang dulu, ya. Kamu harus banyak istirahat.""Di mana Alea? Aku mau ketemu Alea, Yang. Dia pasti di sini, kan? Dia masih sama aku tadi." Melly mencoba beranjak dari tempat tidurnya dengan gelisah.Melihat hal itu, Alan lekas menarik tubuh istrinya yang sempoyongan dan menenggelamkan ke pelukannya. "Alea lagi tidur di kamarnya, Bun. Kalau kondisi kamu lebih baik, kamu bisa ketemu sama Alea secepatnya."Melly merasa tenang setelah mendengar itu. Ia menghela napas dalam-dalam. Pikirannya yang cemas sudah mulai mereda. Alan kemudian membaringkan tubuh istrinya kembali ke ranjang.Beberapa waktu berlalu, Melly tak bisa memejamkan mata walau sudah lama berbaring. Kepalanya terus dihantui ketakutan tentang bagaimana jika dia tak bisa melihat lagi. Bagaimana dengan kehidupannya yang akan datang? Anak-anaknya? Orang t
Baca selengkapnya

29. Video Pengintai

"Maaf tidak bisa, Bu. Karena ruangan dewasa dan anak dipisah sesuai prosedur rumah sakit," papar perawat ramah itu."Saya akan bayar berapa pun. Tolong lakukan untuk saya, Sus!" Melly meminta dengan tegas."Maaf, Bu, saya tidak berani tanpa seizin dokternya," jawab Suster."Kalau gitu, tolong sambungkan saya dengan dokter yang merawat anak saya sekarang juga!""Ta-tapi—"Suster tega dengan keadaan saya begini?!" Melly menunjuk matanya, "lalu, saya tidak bisa melihat anak saya?" ujar Melly merajuk. Ia menitikkan air mata."Gimana kalau sampe terjadi sesuatu sama anak saya, sedangkan kondisi saya begini dan tidak bisa menjaganya, Suster mau saya salahkan!" tanya Melly sedikit mengancam.Perawat itu bimbang. Di satu sisi ia juga seorang ibu yang bisa merasakan apa yang dialami Melly. Di sisi lain itu bukan wewenangnya untuk memindahkan pasien dengan peralatan lengkap yang tersambung ke tubuhnya."Saya akan coba hub
Baca selengkapnya

30. Code Blue

“Enggak ... itu kesalahan aku, Yaaang! Pak Cahyadi … Alea … jadi begini karena aku ...." Ia menangis sesenggukan sampai terdengar ke luar ruangan. "Tenang dulu ya, Bunda. Pak Cahyadi udah diurus sama Mala. Dia juga udah mewakilkan belasungkawa untuk keluarganya."Melly terdiam. Tangisnya berangsur mereda. Ia lebih tenang dalam pelukan suaminya. Segera ia menghampiri putrinya yang masih terpejam tak sadarkan diri dengan meraba-raba sekitar kamar sampai akhirnya bisa menyentuh Alea.Melly mencari posisi wajah putrinya, memindahkan sentuhannya ke bagian atas kepalanya yang dibalut perban. Ia merendahkan dirinya mendekati wajah Alea ingin mencium, tetapi terhalang selang ventilator. Ia hanya bisa memandang dalam angan-angan melalui sentuhannya.Ia mencoba naik ke ranjang putrinya untuk tidur berdampingan seperti yang biasa mereka lakukan di rumah. Salah satu tangannya berpindah ke atas tubuh Alea. Ia ingin merasakan memeluk dan menggendongnya lagi se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status