Sejak hari itu, hari dimana dunia Hye Jin runtuh, semangatnya hilang, hidup segan mati tak mau. Tatapan kosong, pikiran yang kalut, berat badan yang semakin turun, dan tubuh yang tidak terurus. Sejak hari itu jangankan untuk tertidur, makan pun tidak berselera. Kehidupannya hilang, saat satu-satunya cinta yang tersisa dalam kehidupannya yang berharga, telah hilang. Waktunya hanya untuk menangis di dalam kamar, di dalam kamar mandi sambil diguyur air dari shower. Menarik-narik rambutnya hingga rontok, membenturkan kepalanya ke dinding hanya untuk melampiaskan kebodohan dan kelalaiannya sebagai seorang kakak. Ia bahkan tidak segan menggores kulitnya dengan silet, tetapi goresan itu tidak cukup dalam untuk memutus urat nadinya. Pagi, siang, dan malam, tubuhnya berdiri di trotoar. Membagikan selebaran kehilangan, menghalangi langkah setiap orang yang ditemuinya di sana. Mencecar mereka dengan pertanyaan, “Apakah Anda pernah melihatnya? Dia Adikku! Tolong hubungi
Read more