Home / Romansa / A MAN IN A TUXEDO / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of A MAN IN A TUXEDO: Chapter 21 - Chapter 30

60 Chapters

BAB 20: Menghapus Kenangan Manis

Vincent tersenyum menanti jawaban Stela. Gadis itu masih diam tak berkedip selama dua menit.“Gemesin banget sih kamu,” ucap Vincent sambil mengelus pipi chubby Stela.“Nggak ada syarat lain, Vin? Masa mau pinjam laptop dan kamera doang harus terima cinta lo sih? ‘Kan nggak keren,” tawar Stela dengan suara pelan sekali.“Syaratnya gampang kok. Tinggal jawab yes or no.” Vincent mengedipkan mata.“Harus banget nih?”Vincent mengangguk yakin dengan senyum masih mengembang. Belakangan ini dia menjadi banyak tersenyum, seakan ada yang merasukinya.Mampus. Gue harus gimana nih? Nggak dijawab, dia nggak mau kasih dan kalau nggak dikasih gue— batin Stela meronta-ronta.“Jadi?” Vincent memiringkan kepala dengan mata berkedip pelan.“Ya Allah. Lo kok jadi begini sih? Kayak orang kerasukan tahu. Serem gue lihatnya.” Stela pura-pu
Read more

BAB 21: Kembali Seperti Semula

Keesokan pagi sekali, Stela mengendap-endap keluar dari kamar kemudian mengetuk pintu kamar Vincent. Setelah menunggu lima menit, pintu terbuka. Pria itu melihatnya dengan kening berkerut sambil sesekali menguap.OMG, bangun tidur aja udah ganteng kayak gini. Stela mendadak cengo melihat Vincent berdiri sambil mengucek mata.“Siapa ya?” tanya Vincent bingung.Stela menggenggam erat laptop dan kamera yang ada di pangkuannya.“Saya Auristela Indira, psikiater pribadi yang merangkap sebagai sekretaris pribadi Bapak.” Stela mengulas senyum di bibirnya.Vincent kembali masuk ke kamar sebentar, lalu kembali lagi dengan membawa selembar foto. Dia mendekatkan foto itu ke wajah Stela memastikan gadis itu tidak berbohong.“Saya benar-benar psikiater Bapak. Kamar saya di sana,” jelas Stela menunjuk ke arah kamarnya.“Saya mau mengembalikan laptop dan kamera yang saya pinjam tadi malam.” St
Read more

BAB 22: Rasa Yang Tertinggal

Sepuluh menit mengamati Bastian, Stela bisa menarik kesimpulan ada sesuatu yang disimpan oleh pria itu. Pertemuan di gedung Nusantara Senayan bukanlah pertemuan pertamanya dengan Vincent. Dia belum mendapatkan clue apa-apa tentang anggota dewan termuda itu. “Terima kasih atas kesediaan Pak Bastian untuk interview dua bulan lalu, karena itu rating acara naik drastis untuk slot malam,” ucap Stela tersenyum kepada Bastian. “Ah, itu karena stasiun televisi milik Pak Vincent sudah terkenal.” “Bapak bisa aja. Ini karena Bapak yang menjadi idola kaum emak-emak dan milenial sehingga banyak yang menonton acaranya,” puji Stela berusaha terlihat wajar. “Kalau begini ada traktiran dong, Mbak Auristela?!” canda Bastian. “Boleh, Pak. Nanti bisa saya tagih kepada bos,” balas Stela sambil mengerling ke arah Vincent. “Silakan pesan, Pak. Saya yang traktir,” imbuh Vincent. Bastian menggosok kedua tangan lalu mengambil
Read more

BAB 23: Menjaga Jarak

Stela mondar-mandir di kamar, begitu pulang dari kantor. Dia masih memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh Vincent, setelah makan siang bersama dengan Bastian. Gadis itu menyangkal semua dan tetap bersikeras mengatakan tidak pernah ada hubungan apa-apa di antara mereka, selain hubungan profesional. Tarikan napas berat terdengar dari hidungnya. Stela butuh teman bicara yang bisa dipercaya saat ini. Uda Garry? Santi? Kepalanya langsung menggeleng memikirkan kemungkinan curhat kepada siapa. Gadis itu mengetuk-ngetukkan ujung jari telunjuk kanan di pelipis, memikirkan harus berbicara dengan siapa? Dua menit kemudian, bola matanya terangkat ke atas bersamaan dengan jari telunjuk. “Candra,” gumamnya. Stela bergegas turun ke lantai bawah menemui Candra. Dia mencari ke taman belakang, ruang kerja Vincent, ruang santai dan depan rumah. Pria itu tidak ditemukan. Stela mendesah ketika gagal menemui Candra. “Kamu cari siapa?” Terdengar s
Read more

BAB 24: Menghindar

Stela terpekur mendengarkan pertanyaan Candra. Hening, bukan karena tak tahu harus menjawab apa? Tapi ingin kembali merenungi dan menyelami hati. Benarkah tidak ada perasaan lebih kepada Vincent?Perlahan kepalanya bergerak ke kiri dan kanan. “Nggak boleh ada perasaan lebih, Can. Gue ini psikiater profesional,” tegasnya kemudian.Candra mendesah masih menatap lekat Stela. “Jika pak Vincent bukan pasien kamu, apakah kamu akan melihatnya sebagai pria?”Bola mata Stela terangkat ke atas dengan bibir saling berimpitan. Dia kembali menggelengkan kepala dengan cepat. Menepis sebuah rasa yang menyelinap di hati.“Kalau memang tidak ada perasaan dengan pak Vincent...” Candra memberi jeda sesaat, sebelum melanjutkan perkataannya. “Masih ada harapan untukku dong?”Kening Stela berkerut seiringan dengan sorot mata bingung. “Maksudnya apa nih? Gue nggak ngerti. Beneran!”Candra mengibaskan tang
Read more

BAB 25: Jawaban dan Penyangkalan

Mata elang Vincent memandangi netra cokelat milik Stela bergantian. Sebuah senyuman terukir di bibirnya ketika mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tadi.“Dari cara kamu membalas tadi, jelas ini bukan yang pertama kali kita berciuman. Saya benar, ‘kan?” ujar Vincent kemudian.Stela memejamkan mata lama. “Nggak! Ini baru pertama kali.”“Masa sih?” Vincent tersenyum nakal.“Beneran. Gue ... Saya nggak bohong, Pak.”“Tapi kamu membalasnya, Stela.”“Apa ada alasan untuk nggak membalas ciuman dari pria tampan seperti Bapak?” Saking paniknya Stela sampai mengeluarkan kata-kata seperti itu.Raut wajah Vincent berubah seketika. “Apa maksud kamu?”“Maksudnya ... Saya membalas karena Bapak ganteng, jadi ya kenapa nggak dinikmati aja?” Stela berbohong. Hatinya sakit ketika harus melontarkan kalimat itu.Pega
Read more

BAB 26: Sebuah Foto yang Menyakitkan

Stela melihat mata sipit Candra bergantian. Dia menggigit bibir bawah ragu apakah harus mengatakan apa yang sedang dirasakannya atau tidak.“Gue ... Gue merasa bersalah sama Pak Vincent, Can,” ungkap Stela setelah diam beberapa saat.“Kenapa?”“Rasanya gue jahat, karena udah bohongin dia.” Stela menundukkan kepala lesu.“Hanya itu saja? Tidak ada yang lain?”Stela menggelengkan kepala.“Sekarang jujur sama aku, Stela. Anggap aja aku ini kakak kamu atau orang yang bisa kamu percaya.”Gadis itu mengangkat kepala perlahan, lalu melihat Candra dengan kening berkerut.“Kamu beneran nggak ada perasaan apa-apa sama Pak Vincent?” selidiknya.Stela diam, tidak menjawab pertanyaan Candra.“Sekarang kamu ragu, ‘kan?” Candra menarik napas berat, kemudian berkata lagi. “Sebaiknya kamu pikirkan dulu baik-baik. Jangan sampai menyesal
Read more

BAB 27: Recall A Past Event

Perlahan kepala Stela mundur ke belakang setelah pagutan bibir terlepas. Mata cokelatnya terbuka dan memandangi wajah Vincent yang tidak lagi meringis kesakitan. Sebuah senyum getir tergambar di parasnya.“Maafkan saya, Pak. Saya hanya ingin buat Bapak tenang,” ucap Stela galau di tengah perasaan yang campur aduk.Tangan Vincent terangkat ke atas, membelai lembut rambut Stela. Apa yang telah dilakukan gadis itu mampu menyita perhatiannya dari foto yang sempat membuat kepalanya sakit.“Apa yang kamu lakukan tadi menunjukkan hubungan kita bukan sebatas pasien dan psikiater, Stela.”Stela mengalihkan pandangan ke arah foto Kirania yang terjatuh di lantai. Dia beringsut, lalu mengambil foto itu dan menyembunyikannya di saku celana jeans. Khawatir jika Vincent melihatnya lagi.“Masa sih, Pak?” Stela tersenyum awkward.“Buktinya kamu peluk dan cium saya barusan.”“Itu karena say
Read more

BAB 28: Identitas Terbongkar

Dengan langkah gontai, Stela menyusuri lorong rumah sakit. Kepalanya tertunduk sehingga mata memandangi marmer yang tersusun menutupi lantai. Pupus sudah harapannya melakukan terapi recall a past event yang menurutnya efektif mengembalikan ingatan Vincent.Bruuk!Tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Stela segera menegakkan pandangan dan melihat seorang pria dengan rambut pendek tertata rapi, sedang melihatnya dengan kening berkerut.“Mbak Stela?” sapa pria itu.“Pak Bastian Ervin?”Mata Stela membulat saat melihat Bastian ada di rumah sakit. Pria itu tidak sendirian, ada seorang pria lagi bersamanya. Dari penampilan rapi dengan setelan jas mewah, sudah bisa ditebak yang disampingnya itu adalah asisten pribadinya.“Sedang apa di sini, Mbak Stela?” tanya Bastian tersenyum ramah seperti biasa.Stela kembali mengalihkan penglihatan kepada Bastian, kemudian tersenyum renyah.“Saya b
Read more

BAB 29: Menyusun Rencana

Beberapa bulan kemudianSejak pertemuan dengan dokter ahli saraf Vincent, tak banyak yang dilakukan oleh Stela. Dia hanya bisa mengawasi pria itu dan memikirkan cara bagaimana agar ingatannya kembali. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah membawa Vincent ke Inggris.Stela berusaha menjaga jarak dengan Vincent, khawatir pria itu kembali merasakan kedekatan mereka sebelumnya. Beruntung dia tidak menceritakan tentang kejadian beberapa bulan lalu di video. Gadis itu juga bersikap sewajarnya, karena tak ingin Vincent curiga.“Udah rapi ini. Gue cabut sekarang ah,” gumam Stela setelah memutar tubuh di depan cermin. Sore ini ada janji menonton film dengan Garry.Ketika membuka pintu, dia melihat Candra berdiri di depan kamarnya.“Astaga! Bikin kaget aja lo,” celetuk Stela terkejut.“Sorry. Aku baru mau ketuk pintu, ternyata kamu udah buka pintu duluan,” balas Candra sambil melihat Stela dari atas ke ba
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status