Home / Lain / Memburu Wanita Penghibur / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Memburu Wanita Penghibur: Chapter 21 - Chapter 30

38 Chapters

Bab 20

Baru setengah perjalanan ditempuh dari Rossline Pananjung menuju hotel tempat Widya menginap bersama Sam, Minivan melintasi jalan tepian pantai Pangandaran yang sepi, di kiri-kanan jalan tergelar lahan kosong ditumbuhi pohon kelapa jarang-jarang dengan hamparan rumput liar dan semak belukar.   Tyo tak lagi cepat melajukan Minivannya, sedari ia duduk berdekatan dengan Widya, mata Tyo tak henti mengerling nakal pada Widya di sebelahnya. Kulit Widya yang belum bersih dari sisa keringat akibat suhu ruang rahasia menjadikan kaos putih ketat tanpa lengan yang dikenakannya terlihat transparan hingga memunculkan bayangan Bra di dalamnya. Rambut Widya tak beraturan kian menggugah gairah berahi Tyo. Tadi Tyo telah menyaksikan dengan mata sendiri, Widya nampak akrab sekali dengan Sam. Kenyataan itu sungguh sulit ia terima.   Sejak kali pertama jumpa dengan Sam, telah tumbuh benih cemburu direlung Tyo, terlebih sekarang setelah tahu Widya begitu mempercayai S
Read more

Bab 21

Masih didera rasa sakit disekujur tubuhnya setelah dipecundangi oleh Sam, Pengemudi dan temannya baru saja berhasil membebaskan Burhan dari ikatan.    "Kalian berdua tidak bisa membekuk Sam sialan itu?" umpat Burhan setelah tubuhnya terbebas dari ikatan.    "Apakah kamu dan Tyo tadi di dalam sana mampu membekuknya? Kalian berdua pun tadi dipecundangi Sam?" bela Pengemudi.    "Haish, Tyo sialan itu, jangan sebut namanya di depanku! Pengkhianat! Aku dijatuhkannya dari atas Minivan serupa karung kosong aaja. Di mana dia sekarang?"    "Dia membawa lari kendaraan kita."    "Aku tahu. Tapi kamu bisa mengetahui keberadaannya, bukan? Minivan itu ada GPS nya, kan?" Burhan mencak-mencak tak keruan.    "Oh, ya, ada," Pengemudi seperti baru tersadar.    "Lekas periksa di ponselmu!" titah Burhan.    "Dia belum jauh ternyata? Sekitar dua kilometer dari si
Read more

Bab 22

Hari menjelang sore, Sam sedang memperhatikan kotak besi di pangkuannya ketika Widya menggeliat bangun dari tidurnya.     "Sudah mandi, Sam?" tanya Widya tersipu malu Sam mendahului terjaga sedang dirinya belum mengenakan apa pun kecuali selimut yang menyembunyikan tubuhnya.    Sekembalinya ke hotel dari Rossline Pananjung, makan siang, Bercinta, kemudian mereka kelelahan-terlelap hingga sore menjelang     "Aku sudah bangun setengah jam lalu, tapi belum mandi," sahut Sam tanpa berpaling dari kotak besi.    "Bagaimana? Sudah menemukan cara membuka kotak besi-mu?" Widya bangun dari rebahnya dan tanpa menyertakan selimut untuk menutupi bagian dadanya ia duduk di belakang Sam turut memperhatikan kotak besi.    "Kamu sudah tahu, salah-satu sisi kotak ini ada seperti ini?" tanya Sam telunjuknya menuding dekat ke tengah-tengah permukaan kotak.    Widya memperhatikan tengah-
Read more

Bab 23

Sudah sepuluh menit Dance menunggu di ruang tamu yang luas dengan segala kemewahannya. Kursi tamu, seni lukis di dinding, guci keramik di sudut ruangan dan lain-lain yang menyemarakan ruang tamu itu sungguhlah serba mewah. Namun begitu dari semua yang nampak di ruang tamu tak satu-pun menarik perhatian Dance. Di balik dadanya, berkali-kali Dance mengumpat sebab baginya menunggu adalah penghinaan.    Andai bukan karena dorongan kepentingan perusahaannya, Dance tak akan sudi bertamu dan harus menunggu tuan rumah begitu lama. Dalam kamus hidupnya, Dance terbiasa ditunggu kolega bisnis, bukan menunggu. Akan tetapi untuk menemui yang seorang ini, Dance harus merelakan jiwa feodalnya terjajah oleh tuan rumah yang memang suka tidak suka, Dance sangat bergantung pada pengaruh ketokohan orang yang sedang dikunjunginya.    Setelah mendekati seperempat jam, Dance merasa lega pada akhirnya tuan rumah muncul meski masih mengenakan pakaian olahraga, lengkap den
Read more

Bab 24

Setelah berpuas diri berkecibak air Laut, menikmati panorama senja Pantai Pangandaran, rasa lapar adalah suatu kebiasaan menyergap siapa-pun yang telah menceburkan tubuhnya ke Laut. Pukul tujuh malam Sam dan Widya sudah bersiap menuju restorant di lantai dasar hotel setelah tuntas membersihkan diri dari air asin.    "Kita jadi pulang malam ini, Sam?" tanya Widya sebelum mengikuti Sam melewati pintu kamar.    "Kamu masih betah di Pangandaran?"    "Aku pikir kamu mau membuka kotak itu dulu? Setelah kamu bisa membukanya, kita pulang. Besok pagi juga tidak masalah, kan?"    "Kamu semangat sekali ingin membuka kotak itu?" Sam sudah berjalan menggandeng Widya menyusuri koridor hotel menuju restorant.    "Hematku kamu harus mengetahui isi kotak terlebih dahulu, Sam!?"    "Kenapa kamu berpikir begitu?"    "Entahlah? Naluriku saja mengatakan demikian. Ada sesuatu yang
Read more

Bab 25

Di dalam Sedan Mercy keluaran terbarunya dan tipe termewah di kelasnya, Dance tercenung di kursi belakang. Di depan, Toni sang pengawal andalan merangkap tugas sebagai pengemudi, membisu tak berani bersuara melihat Bos-nya sedang berwajah angker. Biasanya Dance dikawal Toni dan Burhan sekaligus ke mana-pun Dance bepergian, keluar kota atau sekedar keperluan perjalanan dalam kota seperti sekarang ini pulang dari rumah Om Haryo.    Pulang kantor lebih awal demi berkunjung ke rumah Om Haryo agar tidak kesorean, namun yang didatangi justru sedang berolahraga sore dan mengharuskan Dance menunggu. Kejengkelan Dance harus menunggu itu hingga sekarang menuju pulang belum juga mampu disingkirkan dari rasa ketersinggungannya. Rasa ingin selalu dihormati, dinomorsatukan, terlanjur mendarah daging dalam diri Dance.     Dalam perjalanan pulang, selain masih bersemayamnya rasa ketersinggungan oleh sambutan Om Haryo yang sulit ia terima, Dance juga masih be
Read more

Bab 26

Sam berdiri mematung menghadap kaca jendela kamar hotel di lantai tiga, dari sini pemandangan Laut lepas terlihat leluasa. Meski tak kehilangan ketenangannya, Sam mendadak dipaksa berpikir keras setelah menerima telepon dari Dance. Sam mengenal Dance seorang ambisius sekaligus pengecut. Ketika barusan Dance berani menghubunginya disaat dirinya sudah tahu siapa di balik kematian Mr. Ben, Sam berpikir Dance cukup berani telah menghubunginya meski dengan dalih terjadi kesalahpahaman.    "Sam, setelah menerima telepon barusan, nampaknya kamu sangat terganggu? Ada apa? Siapa itu?" tanya Widya bangkit dari duduknya di tepian pembaringan lalu turut berdiri menjejeri Sam.    "Dance. Bekas majikanku. Kolega Mr. Ben," sahut Sam, menoleh sebentar pada Widya.    "Dance? Yang...?"    "Yang mengutus Burhan membuntuti kita," terang Sam menyela.    "Apa yang membuatmu jadi nampak terganggu setelah menerima tel
Read more

Bab 27

Meski sulit diterima atas perlakuan Sam yang mengakibatkan kaki kanannya tak berfungsi sebagaimana mestinya untuk jangka waktu yang  dokter-pun tak bisa memprediksinya, Tyo tak bisa berbuat banyak selain menerima kenyataan namun ia bertekad akan membalaskan derita kakinya terhadap Sam.    Setelah keluar dari rumah sakit, Tyo juga harus bersabar duduk menyamping di kursi tengah Minivan agar kaki kanan yang menderita luka tembak dapat berselonjor seraya menunggu Burhan yang sedang berusaha menghubungi Dance namun tak kunjung tersambung. Berpuluh menit sudah mereka duduk di dalam Minivan yang parkir di halaman rumah sakit.    "Tadi Bos-mu mengharapkan aku segera menemuinya untuk melaporkan apa yang aku ketahui. Aku mengetahui apa yang ditemukan Sam dari gedung aneh itu, Burhan. Bos-mu menghendaki kita segera kembali ke Jakarta!" usul Tyo mulai bosan menunggu.    "Kamu tidak kenal Bos-ku, Tyo! Aku sudah bosan direndahkan oleh Bo
Read more

Bab 28

Sam dan Widya sempat beradu pandang saling melempar tanya melalui mata ketika permukaan 7 inci serupa kaca pada kotak besi telah membelah diri dan setelah terbuka sempurna, dari balik serupa kaca itu terdapat rongga sedalam 2 centimeter dan nampaklah sebentuk formasi tombol angka-angka menyerupai tombol layaknya yang biasa terdapat pada brangkas penyimpanan barang berharga.    "Apakah ini sebuah brangkas mini, Sam?" tanya Widya arah pandangnya kembali terpaku pada kotak dengan tatapan takjub.    "Entahlah?" Sam seperti enggan capek berpikir namun ia tak mau kalah oleh Widya, pandangannya terpaku pada kotak di hadapannya.    Antara tiga puluh detik setelah 7 inci serupa kaca itu terbuka, di sekeliling tepian 7 inci yang semula mengeluarkan cahaya redup berkedip, sempat berhenti menyala namun detik kemudian kembali menyala dan perlahan 7 inci serupa kaca itu bergerak hendak menutup kembali.    Widya dan Sam kembal
Read more

Bab 29

Seorang pria paruh baya namun nampak lebih muda dari usia sebenarnya berdiri tegak di hadapan Sam setelah ia membuka pintu kamar dan ia berdiri di mulut kamar tanpa membuka daun pintu sepenuhnya. "Selamat malam, perkenalkan, saya manajer hotel." Pria berpakaian rapih mendahului menyapa Sam, "saya sangat menyesal mengganggu waktu istirahat saudara." "Ada apa, pak?" sergah Sam mendadak tak sabar seakan telah mengetahui sesuatu yang buruk telah terjadi. Manejer hotel mencuri pandang berupaya meninjau ke dalam kamar seolah ingin memastikan ada orang lain selain Sam yang berdiri di hadapannya. "Saya berdua bersama kekasih saya." Sam menegaskan keberadaannya bersama Widya. Manajer hotel tersipu, matanya mencari-cari alasan, dan,"Mohon saudara berkenan waktunya sebentar saja untuk bicara empat mata dengan saya?" "Tidak bisa di sini saja?" Selidik Sam. "Tentu bisa. Maksud saya, bersediakah saudara menutup pintu kamar sejenak dan kita bicara di...!?" Dengan isyarat tangan yang sopan man
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status