Segala rasaku telah pudar seiring dengan kebohongan yang telah diciptakan oleh Mas Reihan. Rasa sakit yang hampir saja sembuh, kini harus rela menganga lagi dengan luka baru.Aku terdiam ketika Mas Reihan sampai dan mengajakku makan bersama keluarga besarnya. Rasanya bak luka yang di siram air garam ketika dengan sengaja aku melihat foto-foto Pak Sobri terpampang di sana, dan itu artinya Mas Reihan memang ada hubungan dengan semua kejanggalan ini."Mas, kita perlu bicara setelah ini," ucapku ketika kami telah selesai makan.Mas Reihan menatapku lekat, sepertinya ia belum sadar dengan kejanghalan yang ia lakukan. Untuk melakukan sebuah kobohongan, nyatanya dia belum selihai itu."Bu, Huma pamit, ya." Aku mencium punggung tangan Bu Salma penuh takzim."Iya, Nak. Hati-hati, jangan lupa mampir kalau ada waktu senggang, ya," jawab beliau. Membuat hatiku semakin teriris sakit, entah Bu Salma ada hubungannya dengan semua ini atau tidak tapi
Baca selengkapnya