Home / Urban / Gemintang / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Gemintang: Chapter 21 - Chapter 30

45 Chapters

Bab 21

      Hari ini kelas Revian & Jiandra ternyata menjalani kelas olahraga gabungan, ini biasa dilakukan ketika dua kelas mendapatkan materi yang sama. Kini semua murid tengah mengitari lapangan yang ukurannya cukup luas tersebut. “Rev..,” panggil Jiandra, mereka berlari beriringan. “Kenapa, Ji?” “Nanti sore kamu les nggak?” “Iya, ada tugas gambar. Aku takutnya nggak bagus jadinya,” “Ya udah, abis les aku ke rumah kamu,” “Bener nih?” “Hahaha, kamu gimana sih. Kan tadi katanya pengen dibantuin,” “Hehehe, ya udah. Aku tunggu nanti,”       Revian tersenyum. 3 bulan menjalin hubungan dengan Jiandra, jujur hari-harinya jadi lebih berwarna. Banyak hal baru yang biasanya tak dapat ia lakukan dengan dengan para sahabatnya. “Kamu masih jauh sama kak Naren?” “Hm?” “Masih jauh, ya?”       Revian hanya tersenyum kecil. “Maaf ya, gara-gara
Read more

Bab 22

      Sejak mamanya memutuskan untuk kembali dengan sang Papa—praktis kehidupan Narthana kini membaik, ia merasa hidupnya lebih sempurna dari sebelumnya. Apalagi sejak dua minggu lalu ia sudah berjumpa dengan kakeknya—Dimitri, jujur saja awalnya ia takut meski kedua orangtuanya terutama sang Mama meyakinkan bahwa sang Kakek sudah antusias ingin bertemu cucunya.“Kakek?” saat itu Narthana dipertemukan dengan Kakeknya di sebuah coffee shop selepas ia pulang sekolah.    Pria paruh baya itu menoleh, di netra Narthana jelas sosok tersebut tampak gagah dengan setelan kemeja biru tua, celana bahan dan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Kulitnya sudah mengeriput dan rambutnya pun memutih, namun tak mengurangi pesonanya.    Narthana yakin, dulu di masa mudanya sang Kakek berwajah rupawan dan menjadi idaman banyak perempuan.“Duduk, Nak,” seulas senyum terulas di wajahnya.
Read more

Bab 23

“Bener nih nggak ngajak kita?” Elenio membantu Johnny untuk packing.“Kan kamu lagi sibuk skripsi terus adikmu juga udah kelas 12, bentar lagi masa ujian. Lagian Papa nggak lama, 3 hari disana terus pulang,” Johnny memasukkan lotion ke tas kecil.“Ah, bilang aja Papa mau berduaan aja sama Mama,” Revian masuk ke kamar Johnny, di tangannya terdapat rendang kaleng yang sudah dibungkus rapi dengan bubble wrap dan kantung plastik putih.   Johnny memang sengaja membawa rendang kemasan untuk Jilaine, biasanya Jila selalu minta dikirim makanan Indonesia terutama rendang, abon dan sambal.“Haha, nah tahu. Udah ah, yang paling utama biar studi kalian nggak keganggu. Lagian ini cuma beneran sebentar, nanti kalau long holiday baru Papa ajak kalian. Jadi kita bisa kelilingin US,” jelas Johnny.“Bener ya, Pa. Janji lho,” Revian berniat menautkan kelingking
Read more

Bab 24

“Dev..,” diluar kebiasaan Sena menghubungi Devina di jam kerja.“Ya, kenapa Mas?” Devina mengapit ponselnya diantara pundak dan telinganya.“Bisa jemput Jivan nanti sore? Kebetulan supir yang biasa jemput dia lagi kusuruh buat keperluan kantor,”“Boleh, Mas. Hari ini juga saya nggak ada lembur,”“Makasih ya, Dev,”   Devina menepati janjinya, ia membawa sedan abu metalik yang biasa digunakannya menuju sekolah Jivan. Saat ia sampai, anak-anak sekolah baru saja keluar dari gerbang utama, suasana begitu ramai dan Devina memilih menunggu di minimarket yang letaknya tak jauh dari sana.“Ya, Kak? Kenapa?” tanya Jivan saat teleponnya tersambung.“Hari ini Kakak yang jemput, pesan dari Papamu,” dari dalam mobil, Devina bisa melihat jelas sosok Jivan yang tengah berada di depan gerbang utama.“Mobil Kakak warna apa?” remaja itu mene
Read more

Bab 25

“Giat banget lo belajarnya, Sha,” diluar kebiasaan Arusha masih tetap belajar di jam istirahat, di sebelah kirinya terdapat cracker dan sebotol air putih. “Lo mah, gue rajin diheranin. Gue males diomongin juga,” tanggap Arusha. “Beneran nggak mau ke kantin?” ajak Jivan. “Males, ah. Pasti rame juga,” Arusha menggelengkan kepalanya. “Kalau mau sepi sih di kuburan, Sha,” sahut Jivan asal. “Mulut lo, Van. Udah sana, gue disini aja,” Arusha setengah mendorong Jivan menjauh dari mejanya.    Sepeninggal Jivan—Arusha melanjutkan kembali belajarnya yang sempat tertunda, sebenarnya ia begini bukan tanpa alasan. Dirinya berusaha mengalihkan fokus dari kecemasan yang selalu melandanya belakangan ini. Pikirannya yang terlalu memikirkan banyak hal.    Ia melirik jam tangannya, 15 menit lagi jam istirahat akan selesai. Arusha beranjak dari kelasnya dan menuju rooftop sekolah. Tak membutuhkan waktu lama, i
Read more

Bab 26

Elenio membawa tas berisi laptop dan buku yang hendak dikembalikan ke perpustakaan, agendanya hari ini untuk menyicil skripsinya yang sudah digarap 2 bulan belakangan ini.“Baru dateng lo?” Elenio berjumpa dengan Alastair di pintu perpustakaan.“Iya, udah ngebul gue kerjain dari tadi. Mau ngadem dulu,” Alastair menunjukkan raut wajah lelahnya.“Ngadem apa nyebat?” sindir Elenio.“Tau aja lo, udah kerjain yang rajin sana,” Alastair mendorong pundak Elenio.   Mereka berpisah dan Elenio masuk ke perpustakaan. Ia titip barang di loker lalu membawa laptop dan ponselnya. Meja favoritnya ternyata kosong, meja yang terletak di pojokan dekat dengan ruang multimedia.   Elenio terdiam sesaat ketika melihat laptop yang tak asing lagi untuknya dan tepat berada disamping mejanya.“Nio?” suara itu menyapa pendengaran Elenio.   Ya, suara itu miliki Dhi
Read more

Bab 27

   Bel rumah Keenan berbunyi nyaring, berkali-kali dan dalam jeda waktu yang dekat. Sukses membuat si pemilik rumah keluar dari persembunyiannya.“Siapa sih itu? Kok berisik banget,” gerutu Keenan.“Sepertinya teman-teman Bapak,” ujar salah satu maid.   Dugaan si pembantu benar adanya, sosok Satya, Johnny dan Sena sudah berdiri dengan senyum jahil terulas jelas di wajah mereka.“Pakeeeet !!!” teriak Sena dengan suara nyaringnya.   Keenan membuka pintu dan menunjukkan wajah tak suka.“Maaf, nggak terima sumbangan,” ujar Keenan.“Anjirlah, yang punya Sagara peliiitt !!!” Johnny memajukan bibirnya.“Ayo kita spill ke media, Keenan Sagara—ternyata sosok yang pelit dan sombong,” ucap Satya.“Nista lo pada, ini dateng kenapa nggak bilang dulu,” Keenan akhirnya membuka pintu lebar-lebar.
Read more

Bab 28

“Pak Johnny Kivandra?” suara seorang perempuan menyapa pendengaran Johnny.“Iya, mohon maaf ini dengan siapa?”“Saya Erika, Pak. Wali kelasnya Revian,”    Perasaan Johnny mulai tak enak, sesuatu pasti terjadi pada anak bungsunya itu.“Ada apa, Bu?” Johnny masih berusaha terdengar tenang.“Revian terlibat perkelahian dengan temannya—Naren, Pak. Sekarang anak Bapak berada di ruang BK, dimohon kehadirannya sekarang di sekolah,”   Johnny terkesiap sesaat—perasaan tak enaknya tadi ternyata benar adanya.“Baik, Bu. Saya akan segera kesana sekarang,” Johnny memutus sambungan teleponnya, ia raih jas dan kunci mobilnya.   Saat ia keluar dari ruangannya, sang sekretaris menghadangnya.“Maaf, Pak. Ada berkas yang harus ditandatangani,”“Nanti saja, saya ada urusan mendadak,” Johnny berl
Read more

Bab 29

“Enak?” Sena menatap Devina yang tengah mencoba cream soupnya.   Hari ini mereka tengah melakukan test food untuk catering di acara pernikahan keduanya nanti.“Enak, Mas. Tapi kayaknya lebih enak kebab deh,” Devina menaruh mangkuk plastik tersebut di meja.“Gitu, ya. Mau coba yang lain?” kali ini Sena yang meraih piring berisi waffle yang diatasnya dihiasi eskrim.“Mas aja yang coba,” Devina memberi kode agar Sena yang menghabiskannya.“Jadi perkiraan buat berapa tamu, Bu?” tanya salah satu pegawai catering. “Buat 600 undangan, Mas,”“Untuk seluruhnya, Bu?”“Iya, enaknya berapa macam ya jenis makanannya?”“Mungkin 6 sampai 7 jenis cukup, Bu,”  Setengah jam berlalu, akhirnya Devina dan Sena memutuskan menu yang akan mereka sajikan untuk p
Read more

Bab 30

     Satu minggu lagi. Ya, 7 hari lagi ia akan menikah dengan Sena. Kini semakin dekat dengan hari H, semakin banyak yang harus dipikirkan oleh Devina—mulai dari fitting gaun pengantin untuk terakhir kalinya, membagikan undangan pada teman-temannya hingga mengecek dekorasi untuk gedung.    Pekerjaannya di Sagara belakangan ini pun cukup banyak sehingga membuatnya sering lembur dalam beberapa hari, Sena tak melarangnya untuk tetap bekerja meski setelah menikah nanti namun tentu saja Devina harus punya skala prioritas. Setelah resmi jadi nyonya Erdanta, jelas yang diutamakannya adalah Sena dan Jivan.   Devina meregangkan tubuhnya yang mulai pegal karena duduk sedari tadi, matanya lelah melihat layar laptop dan juga ipad yang sesekali ia pakai untuk tambahan catatannya. Perempuan itu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 18.00, ia beranjak dari kursinya dan bergegas menuju pantry untuk membuat kopi
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status