Satu minggu lagi. Ya, 7 hari lagi ia akan menikah dengan Sena. Kini semakin dekat dengan hari H, semakin banyak yang harus dipikirkan oleh Devina—mulai dari fitting gaun pengantin untuk terakhir kalinya, membagikan undangan pada teman-temannya hingga mengecek dekorasi untuk gedung.
Pekerjaannya di Sagara belakangan ini pun cukup banyak sehingga membuatnya sering lembur dalam beberapa hari, Sena tak melarangnya untuk tetap bekerja meski setelah menikah nanti namun tentu saja Devina harus punya skala prioritas. Setelah resmi jadi nyonya Erdanta, jelas yang diutamakannya adalah Sena dan Jivan.
Devina meregangkan tubuhnya yang mulai pegal karena duduk sedari tadi, matanya lelah melihat layar laptop dan juga ipad yang sesekali ia pakai untuk tambahan catatannya. Perempuan itu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 18.00, ia beranjak dari kursinya dan bergegas menuju pantry untuk membuat kopi
Suara deru mesin motor terdengar dimana-mana, belum lagi dengan obrolan bercampur dengan tawa diantaranya. Tangan-tangan mereka pun meminum alkohol yang seharusnya belum boleh mereka nikmati karena usia. Arusha—kini menjadi salah satu dari mereka, ajakan Rea sejak satu bulan lalu jadi kesenangan baru untuknya. Apalagi sejak sosok Devina benar-benar menikah dengan Om Sena, Arusha merasa semuanya semakin tak berarti saja. Tak ada lagi yang peduli dengannya, apalagi dengan perasaannya. Ia merasa kini yang memahaminya hanyalah Rea dan arena adalah tempat yang paling nyaman untuknya melepas penat.“Lo mau coba lagi tanding?” tanya Rea dan lalu duduk disamping Arusha. Rea di sekolah dan diluaran begitu berbeda, gadis itu disekolah layaknya anak remaja yang tak macam-macam. Namun ketika diluaran begini dan terlebih di arena, Rea menunjukkan jati diri yang sesungguhnya—gadis pemberani dan keras kepala, ia
Gue mau ketemu sama lo, di tempat biasa. –Naren- Pesan itu Revian terima saat jam menunjukkan pukul 20.00. Ia bergegas keluar dari kamar sambil membawa ponsel, jaket dan kunci motornya.“Mau kemana, Rev?” tanya Johnny.“Ketemu Naren sebentar, Pa,” Revian pamit sambil mencium tangan Johnny.“Jangan terlalu malam pulangnya,” peringat Johnny.“Iya, aku pamit,” Revian meninggalkan Johnny di ruang keluarga. 30 menit kemudian, ia sudah sampai di kafe tempat biasa mereka berkumpul. Naren sudah menunggunya, cowok itu melambaikan tangannya dan mengulas senyum tipis.“Ada apa, Ren?” Revian duduk tepat di seberang Naren. Sejak kejadian pertengkaran di kantin itu, keduanya tak pernah saling berbicara lagi. Apalagi Naren berkata dengan jujur di ruang BK bahwa ia juga menyimpan rasa pada Jiandra, Revian memutuskan untuk menjaga
“Malam, Tan,” Jiandra memamerkan senyum manisnya saat Jilaine membuka pintu. Perempuan itu tampak terkejut karena Jiandra tak sendirian—gadis itu datang bersama Anindia, sang Ibu.“Ada tamu spesial ternyata, mari masuk,” Jilaine membuka pintunya lebih lebar lagi dan mempersilakan kedua tamunya itu untuk masuk.“Revian ada kan, Tan?” tanya Jiandra sambil melepas sepatunya.“Loh, emang kamu nggak kabari dia dulu?” Jilaine mengerenyitkan alis.“Nggak, Tan. Biar surprise hihihi,” Jiandra tertawa kecil.“Dasar, ada tuh di kamarnya. Sejam yang lalu baru aja pulang,” Mereka dipersilakan duduk di ruang keluarga yang nyaman, mata Anindia tak berhenti memperhatikan keadaan sekitar. Rumah ini besar dan nyaman, jelas mereka keluarga yang berada dan hidup dalam kecukupan.“Bagus kan, Bu? Rumahnya?” Jiandra menyodok pinggang Ib
Suasana ruang keluarga di unit Dafandra & Naren kini ramai dengan kehadiran Revian, Arusha, Narthana dan Jivan. Besok—Naren akan berangkat ke Tokyo, mereka memutuskan untuk mengadakan pesta perpisahan.“Jauh banget di Tokyo, Kak. Nggak disini aja kenapa,” ujar Jivan sambil mencomot pizza.“Menambah wawasan, Van. Bosen ah disini mulu,” Naren menuangkan cola kedalam gelas.“Bilang aja sekalian nyari cewek disana, Kak,” celetuk Arusha.“Bener juga tuh, dia mah dimana aja bakal laku,” tanggap Narthana.“Emang dikira gue barang dagangan apa, gue beneran mau belajar ya disana,”“Liat aja deh, kalau Naren sampai post jalan sama cewek kita ledekin aja,” Dafandra tertawa kencang.“Lo ngomporin aja anjir, temen bukan sih?” Naren mendorong pundak Dafandra.“Hahahha, nggak apa-apa kali studi sambil pacaran,”
“Anna?” Satya kaget kala mendapati manajer Sherianne datang ke Sadajiwa tepat saat kafe baru saja dibuka.“Hahaha, kaget lo. Liat gue,” Anna tertawa.“Abis lo kelamaan cutinya, Sherianne uring-uringan tuh nggak dimanajerin sama lo,” Satya menarikkan kursi dan mempersilakan Anna untuk duduk.“Sorry deh, hahaha lo tau pemulihan bumil susah ditebak. Ini gue juga berani setelah dapet baby sitter yang cocok,” jelasnya. Anna memang manajer sedari awal Sherianne berkarir sebagai model, meski 4 tahun lebih muda dari Sherianne—perempuan itu begitu cocok bekerja dan dapat diandalkan. Ia memutuskan cuti setelah kehamilan anak ketiganya sudah memasuki usia 7 bulan dan baru kembali setelah anaknya hampir berusia setahun.“Mau pesen kopi lo?” tanya Satya.“Iyalah, Sherianne mau kopi tapi buatan lo katanya. Sama 10 gelas buat fotografer sama staffnya,” jela
"Paaaaa !!!" pagi-pagi begini Narthana sudah menyeruak masuk ke kamar Satya."Kenapa, Nat?" tanya Satya, ia menyingkap selimutnya dan membiarkan Narthana masuk ke dalamnya. Dengan tinggi Narthana yang sudah melebihi Satya, sang anak memeluki Papanya dengan erat."Nat, masih aja peluk-peluk. Bulan depan sudah jadi mahasiswa lho," Satya terkikik."Biarin, kan aku anak Papa satu-satunya. Siapa lagi yang peluk Papa selain aku?""Mamamu? Adikmu nanti?" goda Satya."Adik?" Narthana menautkan alisnya."Memang kamu nggak mau punya adik?" tanya Satya lagi."Mau sih, Pa. Tapi kira-kira bedanya nanti 19 tahunan? Nanti disangkanya anak aku,""Biar ada yang nemenin Papa-Mama, kamu nanti kuliah pasti sibuk sendiri terus nggak lama kamu kerja, punya karir dan nikah deh,""Itu masih lama, Pa,""Waktu nggak kerasa Nat, dulu Papa juga mikir begitu. Rasanya baru kemarin Papa pacaran sama
"Kamu pindah sekolah aja, ya?" ujar Keenan saat mereka tengah sarapan bersama. Hari ini hari pertama Arusha sekolah setelah liburan kenaikan kelas kemarin, anak itu menaruh garpu dan pisau yang sedari tadi ia gunakan untuk menikmati rotinya."Yah, nanggung. Setahun lagi aku lulus," Arusha menatap Keenan lekat."Nanggung atau kamu nggak mau jauh dari gadis itu?" tanya Keenan. Arusha menghembuskan nafas panjang."Gadis itu punya nama, Yah. Rea,""Jadi kamu nggak mau pindah karena dia? Iya?" cecar Keenan."Yah, dia nggak seburuk itu," Arusha masih berusaha membela."Pengaruh dia baik setelah bikin kamu suka keluar malam dan balap liar?""Dia yang paling ngerti aku sekarang, Yah. Tolong jangan pojokin Rea terus," Keenan menaruh pisau dan garpunya, ia teguk sisa kopi di gelasnya dan beranjak dari kursinya."Kita berangkat sekarang, Ayah ante
"Kayak ABG aja jalan-jalan kemallgini," ujar Jilaine saat ia dan Johnny memasuki lobby."Haha, sesekali. Mumpung kamu lagi disini juga, kalau udah pergi ke NY kan kamu susah pulangnya," Johnny mengamit tangan Jilaine."Iya juga sih, kalau sama kamu kan paling nggak jauh dari ngopi,hunting foto,sama jalan-jalan ke alam," mata Jilaine sibuk melihat toko-toko yang berjejer."Kalausummernanti kita liburan berempat gimana? Mau?" tawar Johnny. Jilaine tertawa."Kok ketawa sih?" Johnny mengerenyitkan alis."Kamu dari dulu juga suka serba dadakan kalau ajak pergi, nggak berubah,""Jadi nggak mau nih?" bibir Johnny mengerucut."Hahaha, mau. Tapi bicarain dulu sama anak-anak, apalagi Revian kan baru masuk kuliah,""Oke, nanti aku bicarain sama mereka," mereka masuk ke salah satu toko sepatu.*
Sherianne baru menyelesaikan pemotretannya 15 menit yang lalu, ia masih terduduk di ruang ganti sambil menanti sang manajer menyelesaikan urusannya. Ia meraih ponselnya, tak ada kabar dari Satya ataupun Narthana. Sepertinya dua lelakinya itu cukup sibuk minggu ini. Hingga tiba-tiba ia merasakan seseorang hadir tepat di belakangnya dan mencium pipinya."Satya?" Sherianne mendongak kearah kaca yang memantulkan bayangannya dan Satya, lalu perempuan itu tersenyum manis."Kamu belum pulang?" Satya duduk disamping Sherianne."Belum, urusan manajerku belum selesai," tanggap perempuan tersebut. Satya meraih pouch yang biasanya berisi makeup yang dipakai oleh Sherianne."Micelar water kamu mana, deh? Kapas juga?""Buat apa? Kamu kan nggak pakai makeup, Sat," Sherianne mengerenyitkan alis."Bersihin makeupmu lah, Sher. Nggak bagus kalau wajahmu lama-lama pakaiheavy mak
"Nio !!!" suara khas Dhira terdengar di sepanjang lorong kampus, membuat siapapun yang ada disitu menoleh, termasuk sosok yang dipanggil oleh gadis tersebut--Elenio."Kamu kalau manggil pelan-pelan kenapa. Nggak malu diliatin anak-anak yang lain?" Elenio misuh-misuh. Dhira tertawa renyah."Nggak malu ah, lagian kamunya juga tetep noleh. Abis bimbingan?" tanya Dhira."Keliatannya gimana?" tanya Elenio balik."Galak amat deh, ya keliatannya tadi dari ruang dosen. Pasti abis bimbingan," tanggap Dhira."Udah tahu, kenapa masih nanya," Elenio melangkahkan kakinya, Dhira dengan susah payah menyamai langkah kaki Elenio yang panjang."Abis ini mau kemana?" Dhira sama sekali tak menyerah meski mendapatkan tanggapan tak enak dari Elenio."Mau makan sama Air & Rasen," sahut Elenio."Ikut dong," ujar Dhira."Di kantin belakang Teknik, Dhir. Kamu nggak apa-apa?" Dh
Kediaman Naratama suasananya selalu sama, rumah sebesar itu hanya ditinggali Jana, Deva dan putri mereka satu-satunya--Adara, ditambah beberapa maid dan satpam yang menjaga rumah. Jam baru menunjukkan pukul 21.30, namun suasana rumah sudah begitu sepi. Adara sudah terlelap di kamarnya, sementara Jana biasanya tengah menonton serial drama di ruangan yang memang khusus disediakan untuknya melepas penat. Sementara Deva berkutat dengan pekerjaannya.Ia memijat kepalanya yang terasa pening, sudah sejak dua jam lalu ia standbydi depan laptopnya."Istri saya dimana?" tanya Deva sekeluarnya ia dari ruang kerja."Nyonya masih di ruangannya, Tuan. Dari tadi belum keluar," ujarmaid. Deva mengangguk sekilas dan lalu menuju ruangan Jana yang terletak di lantai dua, ia membuka pintu berwarna putih tulang tersebut. Televisi yang menampilkan serial favorit istrinya tersebut ma
Jivan membuka buku Matematikanya, ia melirik ke sekelilingnya dan begitu kosong. Maklum ini jam istirahat dan semua memilih melepas penat entah untuk mengisi perut mereka yang kosong atau berolahraga ringan di lapangan. Biasanya ia akan menghabiskan waktu dengan Arusha, atau dengan Narthana dan Revian yang berada di kelas lain. Tapi kini semuanya berbeda, Narthana dan Revian kini sudah berstatus mahasiswa dan sibuk dengan perkuliahan, Arusha? Sejak masalahnya dengan sang Ayah, ia lebih memilih menjauh dari Jivan dan lingkungan lamanya. Terlebih saat Arusha mendapati bahwa Devina--lebih memilih dengan Papanya dibanding bertahan dengan situasi yang ada. Jivan melirik ponselnya, 15 menit lagi istirahat akan berakhir. Ia menutup bukunya dan melangkahkan kaki menuju kantin. Sesampainya disana, keadaan cukup ramai. Jivan memutuskan untuk membeli sekaleng soda dansnack."Gue duduk disini, boleh?
3 hari berlalu sejak Revian terakhir kali menghubungi Jiandra, ia sempat lupa karena kesibukannya di kampus. Tapi biasanya jika Revian tengah lupa menghubungi--maka Jiandralah yang akan menghubunginya terlebih dulu, entah viachatatauvideo call.Namun hingga kini, gadis itu sama sekali tak menghubunginya. Apakah jadwal sekolahnya sepadat itu?"Anak bujang Papa bengong aja, kenapa nih?" Johnny yang keluar dari kamarnya mendapati sang anak masih berjibaku dengan tugas, di meja ruang TV--Revian duduk bersila di lantai dengan laptop yang menyala--tak lupa ada segelas kopi disampingnya."Jangan ngopi mulu, nanti kamu makin susah tidurnya," peringat Johnny."Justru kalau aku nggak ngopi, yang ada aku ngantuk Pa," kilah Revian. Johnny menggelengkan kepalanya dan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Ia mengenggam mug putihnya yang selalu ia pakai untuk meminum air putih dan duduk
Berita tentang runtuhnya bangunan Sagara menghiasi media beberapa hari belakangan ini, Keenan tak bisa sepenuhnya fokus pada pekerjaan karena ia masih harus mengurusi hal yang berkaitan dengan insiden tersebut. Mulai tuntutan hukum dari keluarga korban, kompensasi yang ia harus berikan hingga tekanan dari dewan perusahaan untuk segera menyelesaikan masalah ini. Mereka berkata bahwa masalah ini harus segera diselesaikan, karena semakin lama masalah ini berlarut maka akan berpengaruh terhadap kredibilitas Sagara sebagai salah satu perusahaantour & travel ternama di Indonesia."Ayah mau kemana?" diluar dugaan--Arusha sudah berdiri dihadapan ruang kerja Keenan."Kok kamu disini, Nak?" Keenan menunduk menatap tinggi Arusha yang kini sudah hampir mencapai pundaknya."Abis Ayah di ruang kerja terus. Ini hari Minggu, Yah. Nggak mauquality timesama aku gitu?" rajuk Arusha sambil
7 tahun yang lalu... Keenan baru saja mengantarkan Arusha ke sekolah, ini selalu menjadi rutinitasnya setiap pagi sebelum berangkat ke kantor--kecuali ia ada urusan mendesak di kantor barulah ia menyuruh supir untuk mengantar anaknya tersebut. Di perjalanan menuju kantor, ponselnya berdering.Sissy...calling."Ada apa, Sy?" tanya Keenan--Sissy merupakan sekretarisnya."Pak, saya baru dapat kabar kalau proyek cabang yang di Bogor mengalami kecelakaan, Pak. Konstruksi bangunan runtuh," ujar Sissy."Yang bener kamu, Sy?" tanya Keenan tak percaya."Iya, Pak. Bapak diminta untuk mendatangi lokasi,""Oke, saya kesana sekarang," Keenan memutus sambungan teleponnya, ia pacu mobilnya dengan kecepatan tinggi dan menuju tempat yang dituju.*** 2 jam kemudian, Keenan sudah sampai di lokasi. Sejak 2 tahun lalu ia memang berencana untuk membangun cabang
"Kayak ABG aja jalan-jalan kemallgini," ujar Jilaine saat ia dan Johnny memasuki lobby."Haha, sesekali. Mumpung kamu lagi disini juga, kalau udah pergi ke NY kan kamu susah pulangnya," Johnny mengamit tangan Jilaine."Iya juga sih, kalau sama kamu kan paling nggak jauh dari ngopi,hunting foto,sama jalan-jalan ke alam," mata Jilaine sibuk melihat toko-toko yang berjejer."Kalausummernanti kita liburan berempat gimana? Mau?" tawar Johnny. Jilaine tertawa."Kok ketawa sih?" Johnny mengerenyitkan alis."Kamu dari dulu juga suka serba dadakan kalau ajak pergi, nggak berubah,""Jadi nggak mau nih?" bibir Johnny mengerucut."Hahaha, mau. Tapi bicarain dulu sama anak-anak, apalagi Revian kan baru masuk kuliah,""Oke, nanti aku bicarain sama mereka," mereka masuk ke salah satu toko sepatu.*
"Kamu pindah sekolah aja, ya?" ujar Keenan saat mereka tengah sarapan bersama. Hari ini hari pertama Arusha sekolah setelah liburan kenaikan kelas kemarin, anak itu menaruh garpu dan pisau yang sedari tadi ia gunakan untuk menikmati rotinya."Yah, nanggung. Setahun lagi aku lulus," Arusha menatap Keenan lekat."Nanggung atau kamu nggak mau jauh dari gadis itu?" tanya Keenan. Arusha menghembuskan nafas panjang."Gadis itu punya nama, Yah. Rea,""Jadi kamu nggak mau pindah karena dia? Iya?" cecar Keenan."Yah, dia nggak seburuk itu," Arusha masih berusaha membela."Pengaruh dia baik setelah bikin kamu suka keluar malam dan balap liar?""Dia yang paling ngerti aku sekarang, Yah. Tolong jangan pojokin Rea terus," Keenan menaruh pisau dan garpunya, ia teguk sisa kopi di gelasnya dan beranjak dari kursinya."Kita berangkat sekarang, Ayah ante