Beranda / Lain / Prabu / Bab 1 - Bab 5

Semua Bab Prabu: Bab 1 - Bab 5

5 Bab

Loser

Prolog “Aku ingin menyerah!” "Aku ingin mati!” Kalimat tersebut pernah terlintas dalam benakku. Menyerah pada kehidupan yang tidak pernah berpihak padaku. Karena sekeras apapun aku bersabar, tidak ada sedikitpun yang berubah.  Tapi, itu adalah diriku saat tiga tahun yang lalu. Aku yang lemah dan menempati kasta terendah, kini akan merangkak naik menuju rantai makanan teratas.  Mereka yang membuat aku sengsara, akan aku buat membayar semuanya. Tidak peduli pandangan orang lain yang mengatakan aku pendendam atau aku gila. Karena yang berkata demikian, mereka hanya belum pernah merasakan hidup yang seperti neraka!    ***   Bab 1    Dalam ruangan kelas yang tenang, guru sedang asyik menjelaskan sambil menulis semuanya di papan tulis. Semua siswa belajar dengan baik dan tekun hingga lalat saja tidak berani terbang mengganggu. Sekolah elite ya
Baca selengkapnya

Mimpi Buruk

 Malam ini tidak berbeda dari sebelumnya bagi Prabu. Kontrakan sempit sepetak yang dingin menambah perihnya luka yang ia terima siang tadi. Matanya sesekali melihat ke arah pintu yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat tidurnya. Kekhawatiran terpancar di wajahnya. Ia berharap saat ibunya pulang nanti tidak memergoki luka yang saat ini ia sembunyikan. Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam tepat. 'Mungkin ibu akan pulang lima belas menit lagi,' pikirnya sembari menarik selimut yang sudah lapuk.Tangan Prabu kembali memegang plester yang tertempel di pipinya sambil tersenyum lebar. Ia begitu terhanyut membayangkan sosok Santi. Wajah gadis itu menguasai pikiran Prabu sekarang ini. 'Seandainya Santi tadi tidak datang, mungkin aku akan bener-bener menyerah dan memutuskan untuk berhenti sekolah disana,' pikirannya kembali melayang hingga ia tidak menyadari jika ibunya sudah pulang.“Prabu, kamu su
Baca selengkapnya

Akhir Dunia

 Langkahnya semakin cepat. Prabu sama sekali tidak memperdulikan tatapan siswa dan omelan guru piket yang memarahinya karena berlari di koridor. Dalam pikirannya hanya ada satu hal. Setelah ia pendam semuanya selama satu tahun, ia merasa jika saat ini harus segera melaporkan segala kejadian penindasan yang ia terima ke pihak sekolah.Entah kenapa sosok Santi tadi terbesit begitu saja. Ia ingat betul jika gadis pujaan hatinya itu pernah menyarankan agar Prabu mengadukan nasibnya ke pihak sekolah. Karena sekalipun orang tua Adi berpengaruh, jika kebanyakan guru memihak Prabu maka masih ada harapan untuknya lepas dari perundungan mereka.“Permisi Pak, saya ingin menyampaikan bahwa saya..”, belum sempat Prabu melanjutkan kalimatnya, ia merasa senang bertemu dengan Santi di ruang guru BK. Santi yang sedang menaruh lembaran kertas di meja guru membuat pikirannya buyar sejenak.Gadis berambut panjang itu tersenyum melihat Prab
Baca selengkapnya

The Black Guy

 Hujan turun semakin deras. Menyingkirkan semua pengendara di jalan. Raut wajah putus asa terlihat jelas dari wajah Prabu. Kakinya terus berjalan hingga menuntunnya ke ujung sungai. Saat hujan besar seperti ini, arus sungai dan air semakin meninggi. “Ck, aku kira siapa. Ternyata hanya seorang bocah,” ucap sesosok lelaki yang berdiri tegap dengan pakaian serba hitam dari balik semak-semak. “Si-siapa disana?” tanya Prabu yang penasaran dengan sumber suara.“Tenanglah bocah. Kalau berisik, akan kubunuh kau!” ancamnya. Prabu mulai memicingkan matanya. Mungkin karena lama terkena air hujan, darah di sekitar penglihatannya ikut tersapu. Walau samar, kini ia bisa melihat sekilas pria dewasa itu. Dengan memakai penutup wajah, hanya sorot matanya saja yang terlihat. “Kamu juga terluka. Apa anda baik-baik saja?” Prabu segera bertanya begitu meli
Baca selengkapnya

The Legend

 Langit yang sedang turun hujan seolah menjadi atap di arena pertarungan tersebut. Wajah-wajah kelelahan dari para murid yang berusaha menyerang pria itu tidak bisa ditutupi. Mereka tampak terengah-engah dengan badan yang penuh luka. “Ba-bagaimana ini guru?” tanya muridnya putus asa.“Saat ini hanya kita bertiga yang tersisa,” imbuh murid lainnya.Tubuh murid-murid Pak Tua itu sudah banyak yang terkapar di tanah. Membuat mereka yang masih berdiri menjadi pesimis. “Tenang saja, aku tidak membunuh muridmu Pak Tua,” kata pria itu dengan setengah meledek.Mendengar perkataan tersebut, wajahnya semakin merah padam. Dahinya mengernyit dan matanya melotot ke arah pria yang masih bisa berdiri tegap di hadapannya.SREK!Pria Tua itu merobek bajunya dan memperlihatkan badan yang tidak terlihat berumur. Tonjolan otot-ototnya menghiasi seluruh b
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status