Home / Romansa / Teman Tapi Suami Istri / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Teman Tapi Suami Istri: Chapter 21 - Chapter 30

37 Chapters

21. Masih belum mampu

“Ini Aldi, teman akrab dan teman sekantor saya, Sarah.” Laki-laki yang duduk di samping Sarah dengan pakaian rumahannya yang santai, memperkenalkan sosok laki-laki jangkung, langsing sekaligus terlihat tampan yang kini tersenyum manis menghadap wanita berhijab yang tak lain adalah istri sahabatnya itu. Sarah sendiri langsung menampilkan senyumnya, membalas senyum manis itu dengan senyum keramah tamahan seperti biasa. Ia pun mengulurkan tangannya untuk menjabat terlebih dahulu. “Sarah,” ucapnya memperkenalkan diri. “Aldi,” balas laki-laki jangkung itu. Kemudian ia menegakkan duduknya kembali setelah jabatan tangan antara dirinya dan Sarah terlepas. “Kirain nggak berjabat tangan, jadi saya nggak mengulurkan tangan lebih dulu,” kata Aldi yang sarat akan perasaan tidak enak. Sebab biasanya wanita-wanita yang berpenampilan seperti Sarah, yaitu berpakaian kebesaran dengan hijab yang tertutup hingga batas dada, tidak menerima jabatan tangan seorang laki-laki
Read more

22. Merasa Bersalah

Suara dentingan sendok beradu dengan gelas mengalun memenuhi ruangan dapur yang rapih dan bersih. Sedangkan itu Rafi terduduk di salah satu bangku meja makan, memperhatikan punggung wanita yang sedang membuat dua gelas teh di meja pantri. Setengah punggung itu tertutupi helaian rambut yang dibiarkan tergerai. Terlihat lurus dan licin jika disentuh. Namun walau tampak tertutupi oleh surai indahnya, punggung itu masih kelihatan ringkih nan lemah, membuat Rafi ingin mendekap erat dan membisikkan bahwa ia bisa menjadi penopang segala kesedihan yang dialami wanitanya. Tetapi apalah daya, nampaknya tembok yang dibangun Sarah lebih kokoh dibanding upayanya untuk membangun keterbukaan diantara mereka. “Ini, Mas.” Sarah menaruh satu gelas teh yang masih mengeluarkan asapnya di hadapan Rafi. Lalu mengambil tempat duduk di samping suaminya dengan satu gelas teh yang masih berasap juga. Mereka pun duduk berdampingan, sama-sama memakan kue hasil buatan Sarah yang
Read more

23. Miris

Mengapa? Mengapa sakit sekali mendengar kejujuran Sarah. Rafi tak menyangka akan mencintai seorang wanita sedalam ia mencintai Sarah. Secara logika itu mungkin mustahil. Sebab mereka dipertemukan masih dengan waktu yang singkat, baru akan genap satu bulan. Namun rasa sayang dan peduli laki-laki itu pada istrinya begitu besar. Dari hal sepele, meminta Sarah untuk nyaman, mengobrol agar bisa saling kenal satu sama lain, membantu wanita itu untuk menjadi diri sendiri, ternyata semua itu Rafi lakukan dengan rasa peduli dan sayang yang amat sangat. Semakin hari kuncup cintanya semakin mekar dan terhempas akibat rasa sakit. Ia tak begitu paham bagaimana cara menerima kekecewaan dengan waktu yang singkat. Laki-laki itu selalu butuh waktu yang lumayan lama untuk menerima semua kejadian serta kejujuran Sarah. Untuk mencerna, memahami dan menerima, ia membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Maka beberapa hari terakhir, suasana rumah tidak lagi sama. Bik Arni yang tidak
Read more

24. Kehujanan

Sedangkan itu, di rumah elit yang terletak di Pondok Indah Jakarta Selatan, hujan rintik-rintik mulai turun. Tetesan demi tetesan meluncur menuju tanah. Yang kemudian perlahan-lahan menjadi semakin deras. Semerbak hawa dingin mulai masuk dari jendela yang terbuka. Namun tidak membuat serta merta Sarah pergi dari sana. Wanita itu tetap bertumpu di jendela ruang baca. Menatap sendu bagaimana air hujan turun semakin deras. Otaknya kian membeku, berpusat pada fakta bahwa Rafi belum juga pulang. Sedangkan malam ini sudah pukul tujuh, membuat Sarah semakin dilanda khawatir dan cemas. Ia pikir, malam hari ini tidak akan turun hujan. Namun kebetulannya yang semakin membuat Sarah cemas yaitu Rafi mengendarai motor bukan mobil seperti biasanya. Pikirannya makin kacau, apakah laki-laki itu membawa jas hujan atau tidak. Tetapi kalaupun membawa, hujan juga sangat lebat dengan kilatan-kilatan yang mengerikan. Pasti akan susah mengendarai motor di malam hari saat hu
Read more

25. Semua salah Sarah

“Hari ini nggak usah berangkat ya, Mas?” Sarah berkata. Ia sedang mengambil pakaian kotor milik Rafi di keranjang. Sedangkan suaminya itu masih berada di atas ranjang bergumul dengan selimutnya yang tebal. Mentari pagi sudah terbit, sinarnya masuk ke celah jendela kaca yang masih tertutup gorden. Sudah pukul tujuh pagi, yang mana biasanya Rafi sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Namun kini jangankan bekerja, malah laki-laki itu tak sanggup untuk berdiri. Kepalanya pusing, dahinya panas. Ternyata benar dugaan Sarah. Ia dan Rafi memiliki kesamaan lainnya selain bangun tidur selalu lapar, yaitu alergi kehujanan. Suaminya itu demam, walau tadi malam sempat meminum obat, namun reaksi tubuh Rafi terhadap air hujan terlalu lemah. Sehingga obat yang sempat diminum tidak bekerja ampuh. Persis seperti Sarah. “Mas, sarapan ya? Aku sudah buat sup bayam.” Sarah pun mendekat, sebab Rafi sedari tadi diam saja tidak menyahut. Ia berdiri tepat di samping ranjang su
Read more

26. Janji Sarah

“Maaf,” ucap Sarah langsung mengusap air matanya yang menetes. Ia membuang muka agar Rafi tak melihatnya menangis. Namun laki-laki itu sudah terlebih dahulu melihatnya. Ia bahkan mulai beringsut pelan untuk mengubah posisinya menjadi duduk. “Saya yang sakit, tapi kamu yang nangis,” kata laki-laki itu pelan bernada bercanda. Namun mereka sudah terlanjur canggung sebelumnya. Selama satu minggu tak berinteraksi, saling menghindar dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga pada saatnya ada kejadian Rafi sakit, mereka kembali dengan rasa peduli dan saling menjaga seperti semula. Dan juga membuat Rafi sadar bahwa ia telah menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk berpikir. Ia telah lama mengabaikan Sarah. “Saya minta ma—“ “Berhenti bilang maaf Mas, aku yang salah, itu buat aku semakin bersalah karena udah nyakitin orang baik seperti kamu,” ucap Sarah memotong ucapan suaminya. Benar kan bahwa Rafi orang yang baik. Ia selalu meminta maaf atas apa yang b
Read more

27. Please tolongin aku

"Bay?"Sesosok perempuan dengan gaya pakaian modis dan kekinian masuk ke dalam apartemen minimalis setelah memasukkan nomor pin yang sudah ia hapal luar kepala. Ia lah Adilla, sahabat baik Sarah dan sahabat baik Bayu si pemilik apartemen yang ia datangi."Bayu?" panggilnya sekali lagi. Sebab tidak ada sahutan yang terdengar. Apartemen milik Bayu benar-benar minimalis, hanya ada kamar yang di sekat, dapur kecil dan kamar mandi kecil. Biasanya ketika Dilla datang kondisi apartemen selalu bersih dan rapih. Bayu si pemuda pemilik lesung pipi itu tergolong laki-laki yang rajin. Bahkan mengenai urusan kebersihan, Adilla bisa kalah dengan Bayu. Namun kali ini, setelah dia masuk, kondisi apartemen yang berantakan membuatnya menjadi khawatir.Adilla pun segera masuk setelah menaruh sepatunya di rak samping pintu. Ia semakin khawatir tat kala Bayu tidak ada di dapur atau pun di dalam kamar mandi. Satu-satunya tempat yang belum ia jamah adalah kamar laki-laki itu."
Read more

28. Menyembunyikan sesuatu

"Dilla?" perempuan berpakaian kebesaran, rok serta kemeja oversize yang menjadi ciri andalannya mendekati seorang yang dia panggil. Di sampingnya Rafi juga ikut berjalan mendekat menghampiri sosok perempuan yang duduk sedang menunggu pasien di ruang tunggu. Mereka datang setelah mendapat kabar dari Dilla bahwa Bayu pingsan di apartemennya. Sedangkan Dilla berhasil membawa ke rumah sakit berkat pertolongan Rafi yang langsung memesankan taxi online dan menyarankan Dilla untuk meminta satpam atau resepsionis yang berjaga agar mengangkut Bayu. Ya, kepanikan Dilla membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Namun perempuan itu beruntung karena ketika menelpon Sarah, suami sahabatnya itu ada di dekatnya sehingga langsung memberikan saran. "Sar, maaf banget ngerepotin kamu," ucap Dilla merasa bersalah dan ia juga meminta maaf dengan suami sahabatnya itu. Sarah menyentuh pundak Adilla untuk menenangkan. "Nggak pa-pa, gimana keadaan Bayu?" tanyanya sedikit s
Read more

29. Menatap masa depan

Jika diingat kembali, dulu adalah masa kanak-kanak yang membahagiakan. Bermain dan tertawa, saling canda ria tanpa beban yang ditanggung. Namun ketika mulai beranjak remaja hingga dewasa, mengapa banyak masalah yang timbul. Mengapa selalu menyakiti diri sendiri mengenai cinta. Harusnya cinta adalah sesuatu yang membahagiakan untuk kedua belah pihak. Bukan untuk saling menyakiti atau memberikan bekas rasa sakit yang sulit tersembuhkan. Namun bodohnya Sarah, rasa sakit yang ia rasakan bercampur dengan cinta yang sulit di hilangkan. Benarkah dia masih mencintai Bayu? Benarkah ia masih menyimpan rasa suka itu kepada orang yang salah? "Sarah," suara pelan nan lembut memanggil. Perempuan berhijab yang melamun memperhatikan luar jendela kaca mobil itu sempat tersentak kaget. Dia telah terbuai dengan pikiran rumitnya, hingga lupa bahwa ada Rafi di sampingnya. "Ada yang mau dibicarakan?" tanya laki-laki itu menoleh sesaat yang kemudian kembali fokus me
Read more

30. Saling menyakiti

[Flashback] Berawal dari kisah kanak-kanak. Mereka semua memang suka bermain bersama, Sarah, Bayu, Adilla dan teman-teman seumuran lainnya. Saat sekolah Adilla dan Sarah selalu berangkat bersama, kemudian ketika pulang teman-teman yang rumahnya searah dengan mereka termasuk Bayu ikut pulang bersama. Masa kanak-kanak yang biasa, bercanda ria, berceloteh tentang permainan-permainan yang akan mereka mainkan. Atau hanya mengobrol sesuatu yang mereka tau. Namun beranjak remaja dan menginjak sekolah menengah pertama, ada hal-hal aneh yang dulu mereka anggap biasa saja malah menjadi sesuatu yang ambigu. Tentang perasaan lawan jenis yang sulit terdeskripsikan dan sulit dimengerti untuk Sarah. Perhatian-perhatian yang ia dapatkan dengan teman menimbulkan getaran aneh. Ia memahaminya sebagai rasa suka terhadap lawan jenis. Tetapi gadis itu selalu menyangkal sebab ia adalah anak seorang yang terkenal religius di kampungnya. "Sar
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status