Home / Romansa / SULTAN DESA / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of SULTAN DESA: Chapter 31 - Chapter 40

102 Chapters

31. Pindah

Perumahan itu cocok untuk mengasingkan diri. Lokasinya di pinggiran kota, jauh dari keramaian, sangat sepi. Yang kurang cocok bangunannya. "Sederhana banget," komentar Gilang sambil mengeluarkan barang-barang Rara dari bagasi mobil. Kemudian membawanya memasuki halaman sempit. "Tidak ada tempat kos yang lebih baik?" "Sederhana banget..." gerutu Rara keki. "Makanya sekali-sekali hidup jadi orang biasa. Jangan diam di istana terus. Aku beli rumah ini empat ratus juta." Gilang kaget. "Beli?" "Kebetulan ada yang lelang. Pemiliknya kembali ke kampung." "Uangnya?" "Aku batal membeli mobil." "Kan sudah indent?" "Aku over ke teman." Rara membuka pintu rumah. Mereka masuk. Barang bawaan diletakkan di ruang tamu. Perabotan rumah kosong. Diangkut pemilik sebelumnya. Rumah ini cukup besar untuk ukuran masyarakat biasa. Di dalamnya ada ruang tamu, ruang tengah, tiga kamar tidur, ruang makan, dapur, dan kamar mandi. U
Read more

32. Pergi

Kartika mengeringkan rambut dengan hair dryer di depan cermin rias. Suaminya tertidur pulas di pembaringan. Tua bangka itu sangat kelelahan habis bertempur karena ingin membuat sang istri menyerah, padahal Kartika hanya pura-pura terpuaskan demi menyenangkan suami sehingga sudi menulis cek sesuai permintaan.  Suaminya semakin jarang pulang. Dia mempunyai simpanan di desa lain. Kebiasaan bejatnya ternyata tidak berhenti sampai kampung ini saja. Dia berkeliling memetik bunga yang baru mekar dan mengimingi dengan kilauan harta. Maka itu setiap kali suaminya pulang Kartika menyusun daftar kebutuhan yang tidak masuk akal dan jadi masuk akal setelah diselesaikan di ranjang. Kartika pergi ke dapur untuk meminta si Mimin menyiapkan makan siang sesuai dengan menu permintaan suaminya. Tua bangka itu semakin hari semakin tidak betah di rumah. Bukan pulang ke rumah istri tua, malah pergi ke istri muda di desa tetangga yang baru sebulan dinikahi.  Kartika tak pe
Read more

33. Tidak Masalah

"Stop." Taksi berhenti. Rara terkejut melihat colt pick up bermuatan barang elektronik parkir di jalan depan rumahnya. Gadis itu segera mendatangi Gilang yang duduk di kursi teras bersama dua orang pria berseragam sebuah toko elektronik. Pasti pemuda itu yang membeli kursi teras. Dia tidak pernah memesan. Rara menarik Gilang untuk menjauh dari mereka dan berhenti di sudut halaman. "Jangan hambur-hamburkan uang. Simpananku habis. Lebih baik kamu kumpulkan buat biaya kelahiran bayi." "Aku sudah siapkan biaya untuk itu," sahut Gilang santai. "Kamu tinggal pilih caesar apa normal. Aku ingin kamu caesar biar tak ada perubahan." Rara memandang gemas. "Aku ingin punya anak sebanyak-banyaknya, kamu ingin perutku banyak sayatan?" "Aku tidak butuh perutmu, aku butuh di bawah perutmu," sahut Gilang kurang ajar. "Aku tidak peduli perutmu banyak jahitan." Rara pergi dengan keki. Mereka sudah menunggu di depan pintu. Ambu memperhatikan gerak-gerik a
Read more

34. Sebuah Rahasia

Siang itu mereka berangkat ke rumah Dennis, adik ipar Ambu. Kunjungan itu dilakukan lebih awal karena Gilang dihubungi ibunya agar segera pulang untuk menghadiri resepsi pernikahan keponakan ayahnya. Dennis adalah pegawai negeri sipil di tingkat kota madya. Di usia yang relatif muda, dia sudah menduduki jabatan yang lumayan penting. Pembawaannya kalem, cenderung pendiam, penurut kepada istri, tapi tidak bisa dikatakan suami takut istri. Istri Dennis sedang membawa anaknya jalan-jalan ke mall saat mereka tiba di rumahnya. Hari Sabtu adalah jadwal rutin untuk wanita keturunan ningrat itu mengasuh anaknya mandi bola atau wahana lain yang sesuai dengan usianya, sekalian perawatan kecantikan di salon langganan. Ambu jadi leluasa untuk menyampaikan maksud kedatangannya, bercerita secara terus terang tentang semua peristiwa yang terjadi. Dia bertamu bersama Rara, sementara Gilang menunggu di mobil. Urusan sudah beres baru diperkenalkan. Dia takut Dennis mencak-menca
Read more

35. Malam Terakhir

Mobil Gilang meluncur kencang melewati jalan perkebunan yang sepi. Mereka dalam perjalanan untuk menghadiri resepsi pernikahan sepupunya. "Tumben tidak berhenti," kata Karlina. "Sudah dapat dari Tarlita?" "Aku tidak bertemu dengan Tarlita minggu ini." "Jadi ada yang baru?" Karlina tahu Gilang tidak mungkin meminta kepada Rara untuk memenuhi kebutuhan batin. Dia hanya ingin menyentuh gadis itu pada malam pertama. Dia tidak mau mengotori kesucian cintanya. Perlakuan itu kadang membuat hatinya iri. Karlina hanya jadi budak nafsu. Gilang beraksi dengan liar setiap kali mereka bercumbu, tanpa ada bumbu cinta sebagai penyedap. Dia sekali-sekali ingin diperlakukan dengan lembut, melakukan hubungan intim atas nama cinta. Harapan Karlina tentu sulit terwujud. Sebuah kenyataan yang unik sebenarnya. Bagaimana seorang laki-laki brengsek seperti Gilang hanya memiliki satu cinta, dan cinta itu cuma untuk istrinya kelak, Rara! "Kita mau mengh
Read more

36. Hidup Baru

Kantor Urusan Agama sepi ketika mereka tiba di sana. Tidak ada tamu antri mengurus keperluan. Barangkali masih pagi. Hanya ada beberapa karyawan sibuk bekerja.  Di depan pegawai yang berwenang, Gilang menceritakan kisah mereka dengan jujur sehingga terjadi pernikahan diam-diam. Dia tak mau berdusta untuk sebuah mahligai yang mulia. Petugas KUA terkejut sekaligus prihatin. Demikian mudahnya mereka terbujuk rayuan sesat, padahal orang terpelajar. Dia terpaksa meluluskan permohonan mereka daripada terjebak dosa yang lebih besar. Hidup serumah tanpa ikatan. "Pernikahan kalian tidak sempurna," kata petugas KUA selesai melangsungkan akad nikah. "Tapi berusahalah menjadi pasangan suami istri yang sempurna. Berserah diri kepada Allah sebelum Dia mengunci pintu taubat buat kalian." Air mata Rara jatuh menitik. Dia tidak tahu entah air mata bahagia atau sedih. Dia pernah berangan-angan ingin melangsungkan perkawinan dengan sebuah pesta besar. Dihadiri bany
Read more

37. Hari Indah

Mimin segera turun dari mobil untuk membuka pintu garasi. Ambu dan Nita langsung masuk rumah. Rara tidak berani turun karena memakai baju pengantin. Dia duduk di belakang supaya tidak menarik perhatian tetangga. Tetangga tahunya mereka sudah menikah.  Rara baru turun setelah mobil masuk dan pintu garasi tertutup. Dia membuka pintu garasi yang menghubungkan ke ruang tamu dan berjalan melintasi ruangan. Dia melihat ibunya duduk istirahat di ruang tengah sambil menonton televisi. Ambu tidak berpakaian adat seperti dirinya. Jadi tidak perlu ganti baju untuk bersantai. Nita keluar dari dalam kamar dengan berpakaian seragam SMA dan menggendong tas daypack. Dia hendak berangkat ke sekolah. "Kamu masuk?" tanya Gilang. "Aku masuk setengah hari. Acara kakak kebetulan cepat selesai. Jadi bisa berangkat lebih awal." "Pakai mobilku biar lekas sampai ke sekolah." "Dia biasa naik becak," sahut Rara. "Belum punya SIM juga." Gilang berkata
Read more

38. Menghindari Cinta

Gilang langsung pulang selesai mengikuti ujian. Mata kuliah siang ini cuma satu. Dia biasanya mampir di taman untuk bertemu dengan Luki. Teman bertualangnya itu tidak ada jam kuliah hari ini. Lagi pula, Gilang sudah tak ada kepentingan dengannya. Dia tidak butuh obat untuk memuluskan petualangan. Dia sudah berhenti. Luki sedang duduk santai di taman apartemen saat Gilang tiba. Dia kelihatan tak ada beban dalam hidupnya karena setiap masalah diselesaikan secara kontroversial. Gilang parkir motor sport di jalan pelataran taman. Dia letakkan helm di stang dan menghampiri temannya. "Tumben naik motor," komentar Luki saat Gilang duduk di sebelahnya. "Katanya takut masuk angin." Gilang selama ini jarang sekali naik motor. Dia tidak suka pamer kemesraan membonceng pacar di depan umum. Dia melakukan sesuatu bukan untuk cari perhatian atau mendapat pujian, tapi untuk kenikmatan.  Gilang hampir tidak pernah jalan bergandengan tangan dengan pacar. M
Read more

39. Kejujuran

  Menghindar. Gilang merasa tidak bisa mengatasi masalah secara pengecut. Dia harus berani menghadapi dan membereskan masalah satu per satu dengan segera. Membiarkan masalah menguap begitu saja hanya membuat kepalanya semakin mumet. Tante Friska adalah kerikil kecil yang mesti disingkirkan. Dia akan membicarakan secara baik-baik bahwa menjadi sugar baby bukan pilihan hidupnya. Dia hanyalah seorang lelaki yang mencari kesenangan di masa muda, dan waktunya sudah tiba untuk mengakhiri kegilaan itu. Tarlita harusnya tidak menjadi masalah. Hubungan mereka hanya sebatas kebutuhan batin. Dia dapat menjelaskan secara gampang kalau dirinya sudah mengalami kejenuhan. Masalah menjadi sulit karena Tarlita adalah selingkuhan Dennis, om istrinya. Dia ada kemungkinan terseret karena membiarkan hal itu terjadi. Istri Dennis pasti menyalahkan dirinya, sementara Tarlita sudah kehilangan segalanya. Karlina menjalani hubungan rumit dengannya. Masalah kelihatan seder
Read more

40. Pengakuan

Umi memarahi anaknya. "Kamu ke mana saja sepanjang siang? Umi hubungi tidak diangkat. Umi ngebel berarti ada urusan penting!" Gilang baru tiba di rumah. Dia sengaja pulang malam ini karena malam Minggu ingin tinggal di Jakarta. Dia sudah jenuh dengan situasi ini. Rara sudah menjadi istrinya. Dia ingin menghabiskan waktu bersama. Jadi tidak ada waktu untuk mengantar dan menunggu Karlina menemui pacarnya. "Aku ada ujian," kata Gilang. "Handphone ketinggalan karena aku buru-buru." Ibunya menatap tajam. "Kamu tidak sedang membohongi Umi?" "Handphone aku benar-benar ketinggalan. Lagi pula, aku tidak bisa menerima panggilan Umi kalau lagi ujian. Aku sudah katakan itu berulang-ulang. Ada apa memangnya?" "Ada kepentingan apa Kartika minta nomor kamu?" Gilang merasa ada kesempatan untuk berterus terang. Dia mulai menimbang risiko yang diterima dan mengurungkan niat saat memandang ibunya. Mata itu terlalu menusuk untuk mendengar sebuah pengakuan
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status