Home / Romansa / Racun Mertua / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Racun Mertua: Chapter 51 - Chapter 60

66 Chapters

Bab 50 (Kebohongan yang direncanakan)

Suara tangisan Kainan di pagi hari membuat tidurku tersentak. Segera kususui kembali bayiku yang sudah berusia tiga bulan itu, namun Kainan sepertinya menolak. Kulirik jam di dinding, masih pukul lima pagi. Akhirnya aku keluar dengan membawa serta Kainan, tidak enak pada Ratih karena Zain masih tidur dengan nyenyak. Kubuka jendela samping rumah. Aroma rumput dan tanah yang basah menguar menyejukkan indera penciuman. Sepertinya semalam hujan, tapi aku sama sekali tidak menyadarinya. Kainan masih saja menangis, dan terus menolak disusui. Suara pintu terdengar dibuka. Mungkin Bang Raihan. "Kainan kenapa, Mir?" Bukan suara Bang Raihan. "Pak Rezi? Kenapa pagi-pagi sudah disini?" tanyaku tak suka. Lama-lama Pak Rezi ini terlalu berlebihan menurutku. "Semalam hujan, Mira. Mau marah saja bawaannya." "Hujan? Apa hubungannya? Bapakkan bawa mobil bu
Read more

Bab 51 (Hati yang remuk)

Pov IbuHari ini, aku akan keluar dari rumah sakit. Pengadilan memutuskan untuk memulangkan sementara dikarenakan keadaanku disana yang tak kunjung memperlihatkan perubahan. Negara menolak membiayaiku penuh di rumah sakit, pun Hasan yang sudah tak sanggup membayarnya. Entah bagaimana akhirnya Mira mengijinkan aku untuk dibawa pulang, bukan untuk bebas hanya hingga aku mulai pulih lalu akan diproses kembali. Tak apa, setidaknya aku tidak akan lagi merasakan jijik ketika tubuhku kotor dan bau namun hanya dibiarkan saja oleh petugas medis disana.Aku yakin, jika aku dirawat oleh kedua anakku, aku pasti akan cepat sembuh dan pulih.Tak lama suara pintu seperti dibuka terdengar, aku segera mengalihkan pandangan. Hasan dan Lina sudah datang dan mereka tersenyum ke arahku."Hari ini, Ibu akan pulang. Kita akan berkumpul kembali," ucap Hasan padaku tersenyum."Semoga setelah pulang, Ibu akan segera sembuh dan cepat berjalan lagi ya," sambung Lina.Aku menanggapi ucapan mereka dengan menyunggi
Read more

Bab 52 (Imunisasi)

 Hari ini merupakan jadwal imunisasi Kainan, semalam aku sudah membuat janji dengan Ratih untuk menemani ke dokter. Sembari menunggu Ratih menjemput, aku menyusun perlengkapan Kainan. Rencananya setelah imunisasi kami akan ke mall untuk berjalan-jalan melepas penat. Ponselku terdengar berdering, segeraku angkat panggilan dari Ratih. "Hallo, Mir. Zain nangis terus ini. Minta ikut," ujar Ratih panik diseberang sana beserta suara tangisan Zain yang mengamuk. "Lah, ya bawa. Kenapa emangnya? Maknya mau ngemall kok anaknya ditinggal. Serasa gadis ya," ejekku. "Ya, nggak. Tapi kalau Zain ikut gimana dengan Kainan. Siapa yang pegang?" Aku berpikir sejenak, "Bang Adi ada kegiatan atau dirumah aja?" "Dirumah aja. Kenapa?" "Kalau Bang Adi mau ajak juga, ntar Bang Adi yang nyetir mobil. Jadi kita bisa pegang anak-ana
Read more

Bab 53 (Rumah yang dijadikan rumah zina)

 "Mir, itu rumah kamu gimana? Mau disewakan atau dijual? Kemarin teman Bang Adi ada yang tanya rumah sewa." tanya Ratih saat kami sedang makan di salah satu gerai makanan cepat saji di mall ini. Rasa lelah usai berbelanja dan berkeliling juga waktu yang sudah siang membuat kami lapar.  Aku menarik napas mendengar pertanyaan Ratih. "Entahlah, Tih. Aku bingung. Aku nggak tega juga ngusir Bang Hasan dari sana. Kita kan tahu gimana keadaan pekerjaannya saat ini." "Iya benar, tapi bagaimanapun hubungan kalian sudah berakhir, Mir. Mulailah menjalani hidup masing-masing. Dan, cara Bang Hasan yang menempati tanpa izin, itu melanggar hukum, kamu dianggap apa sama dia." "Aku tahu soal itu, hanya saja sisi kemanusiaanku tergerak sendiri. Itu juga yang aku sayangkan dari Bang Hasan. Kenapa dia nggak bilang soal itu, paling tidak pamit lah," jawabku kecewa. "Maaf, Mi
Read more

Bab 54 (Istri-istri yang mengamuk)

Pov Author "Kan sudah aku bilang sama Mas kemarin, tuntut si Mira itu. Dia bisa kena pasal berlapis. Tapi Mas tidak mau mendengarkanku. Kalau sudah begini bagaimana? Kita akan kemana, coba?" omel Lina pada Hasan. Sungguh kini Lina kesal sekali pada Hasan, karena menurut Lina, Masnya itu terlalu mencintai Mira hingga tak bisa berpikir untung yang bisa didapat apabila melaporkan Mira. "Sudahlah, Lin. Itu terus yang kamu bahas. Sudah terjadi. Ini memang rumah Mira, kita menempatinya tanpa izin, mau bagaimana lagi?" jawab Hasan pasrah. "Lalu sekarang kita kemana, Mas? Ini sudah mulai sore." "Tak tahulah, Mas pun bingung. Uang Mas hanya tinggal beberapa ratus ribu saja ini." "Ya sudah. Pakai uangku saja nanti," jawab Lina akhirnya. Di tas, Lina memang memiliki uang sekitar tiga juta, pemberian Pak Tris semalam, cukuplah untuk mencari rumah kon
Read more

Bab 55 (POV Author)

Pov Author  "Wajahmu kenapa ditekuk gitu, Dik? tanya Adi pada Ratih. "Entahlah, Bang. Stres aku, nggak usah tanya-tanyalah," jawab Ratih jengkel pada suaminya, "buat apa sih, Mir. Harus menolong si Lina ini? Biarkan saja seharusnya," lanjut Ratih pada Mira. "Kalau tidak ditolong dia bisa mati, Tih." "Bukan urusan kita. Hm, apa kamu masih mencintai Mas-nya ya?" tanya Ratih dengan pandangan penuh curiga. "Menolong adiknya bukan berarti aku masih mencintai Bang Hasan, kan Tih. Aku hanya tak bisa membiarkannya begitu saja, apalagi ternyata ia sedang hamil." "Entahlah, Mir. Aku selalu anti dan menaruh dendam pada perempuan penggoda. Menurutku kehadiran mereka merupakan kutukan bagi para istri yang katanya tak becus mengurus dan membahagiakan suami. Tapi kenyataan yang pernah aku alami, Almarhumah Ibuku menjadi istri dan Ibu sempurna yang nyaris tanpa
Read more

Bab 56 (Depresi)

 Pov Hasan Dua minggu sejak kejadian memalukan itu, Lina sudah pulang dari rumah sakit. Kini ia sering duduk termangu dengan pandangan yang kosong, hanya akan berbicara jika ingin bicara dan selebihnya diam membisu. Entah seperti apa kondisi Lina sebenarnya kini. Jika dibilang gila, rasanya tidak juga tapi jika dibilang sehat pun tidak juga. Sesekali ia akan menangis tersedu atau berteriak histeris, dan tak jarang memukuli perutnya, tapi satu waktu dia juga bisa bertingkah waras seperti tidak terjadi apapun, bahkan mau meminum susu khusus Ibu hamil miliknya, hanya saja jika kondisi seperti itu terjadi ia lebih banyak diam.  Tidak ada yang bisa kulakukan untuk Lina selain hanya bisa menunggu kelahiran bayinya, memastikan siapa ayah biologis dari bayi itu. Karena Lina sendiri pun tidak tahu siapa ayah dari bayi yang dikandungnya, entah itu benar adanya atau hanya kepura-puraan Lina menutupi kebenaran. 
Read more

Bab 57 (Patah Hati)

Aku menyetir mobil dengan pikiran yang terbagi. Sesekali melihat ke arah Kainan yang sedang asyik menggigiti play hand ditangannya. Dia tampak anteng duduk diatas car seat pemberian orang tua Pak Rezi. Dengan car seat ini aku sungguh terbantu. Bisa membawa Kainan kemanapun tanpa harus menyusahkan orang lain karena menitipkannya.  Masih tidak habis pikir mengapa Ibu berubah drastis menjadi sangat baik padaku. Bahkan sampai memeluk. Jika yang melakukan itu adalah Mama Pak Rezi, aku tak akan heran, tapi Ibu? Jangankan memeluk dan menangis dengan cucuran air mata, melihatku saja selama ini dengan pandangan yang jijik seolah aku adalah kotoran yang najis baginya. Apa Ibu berubah karena semua kejadian demi kejadian yang terjadi? Secepat itu? Mungkinkah bisa dalam waktu singkat Ibu menghilangkan sifat dan sikapnya yang sudah mendarah daging itu? Atau nanti jika keadaan membaik akan kambuh lagi? Ah, entahlah.  Suara klakson
Read more

Bab 58 (Bertemu Mira)

Pov Lina Aku sedang menuju parkiran swalayan ketika dari kejauhan aku melihat, Mira, mantan istri Mas Hasan berjalan ke arah yang sama. Tampak ia sedang menenteng kantongan belanja yang banyak bersama temannya yang selalu ikut campur urusan orang, Ratih. Mereka terlihat tertawa cekikin entah apa yang lucu.  Awalnya aku sudah mencoba menahan amarah, tapi melihat dan mendengar tawa mereka selepas itu, membuatku merasa sakit. Mereka seperti sedang menertawakan nasibku kini. Entahlah. Kuhampiri mereka dengan cepat sebelum mereka masuk ke mobil. Kutarik lengan si Mira kasar menghadap ke arahku. Dan, plak! Ia menatapku dengan terkejut.  "Puas kamu, sekarangkan, Mir! Ini maumu kan?!" "Apa-apaan kamu, Lin!" "Apa-apaan katamu? Masih nggak sadar ya, nasibku begini itu karenamu! Kamu kan yang sebarin videoku?!" teriakku kua
Read more

Bab 59 (Melamar)

"Memang kurang ajar itu, mantan adik iparmu, Mir," ucap Ratih begitu kami masuk ke dalam mobil. "Entahlah, Tih. Terserahnya saja." Hanya itu yang bisa kuucapkan menanggapi ucapan Ratih. "Kamu sih entah ngapain kemarin nolongin dia, kan udah aku bilang jiwa kepelakoran jalangnya itu udah mendarah daging. Syukur kemarin nggak bayarin biaya dia di rumah sakit kan? Kalau iya, apa nggak sakitnya hatimu jadi berkali lipat, Mir?" Ucapan Ratih terasa sangat menohok bagiku. Aku hanya diam tak menjawab. Semuanya benar. "Kenapa diam? Benarkan yang aku bilang? Makanya lain kali dengerin aku," lanjutnya lagi. "Udahan ah, Tih. Aku pusing dengernya tahu." "Iya, tapi lain kali dengerin omonganku. Semua yang aku bilang nggak ada yang melesetkan?" "Iya, iya. Mama Lemon adiknya Mama Loren," jawabku lalu tertawa. Seketika Ratih melemparkan tisu ke arahku.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status