Home / Pendekar / Pendekar Pedang Tanpa Tanding / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Pendekar Pedang Tanpa Tanding: Chapter 11 - Chapter 20

119 Chapters

11. Pembunuh Patriark Yong Yuwen

Wajah penuh luka Patriark Yong Yuwen menatap lelaki yang membuat lehernya tercekik dengan pandangan nanar. Ia benar-benar tidak berdaya. Sungguh ia tidak peduli jika nyawanya yang dipermainkan dan ditumbangkan. Namun, hatinya seperti tertusuk pisau saat melihat warga Jinchang dibantai. Andai saja kitab itu ada padanya, mungkin lelaki itu akan menyerahkannya pada Wang Weo.  Meski Patriark Yong Yuwen tahu musuhnya itu tidak akan berbaik hati mengampuni mereka, bahkan mungkin akan menjadikan para penduduk Jinchang sebagai budak, kenyataannya untuk saat ini, hal itu terlihat lebih baik dibandingkan dengan melihat para warga tak berdosa tewas. "Ma-af-kan a-ku, tapi langit ... tidak menakdirkan Kitab Naga Bertuah denganmu," ucapnya tersendat-sendat. "Set*n!" umpat Wang Weo yang kemudian memberikan tendangan kuat ke perut Patriark Yong Yuwen hingga jatuh terpental ke belakang. "Bunuh semuanya! Jangan sisakan satu pun nyawa! Aku ingin mencium tajamnya wangi darah segar,
last updateLast Updated : 2021-10-19
Read more

12. Desa Mati

Kenyataannya, pedang Wang Weo sama sekali tidak membuat Huang Hua gentar. Tidak ada raut takut ataupun cemas dalam mukanya. Perempuan itu justru terlihat menyunggingkan senyum mengejek. "Sampai kapan pun kau tidak akan mendapatkan kitab itu. Ketahuilah, kitab itu berada di tangan yang benar. Jika waktunya telah tiba, dia akan datang padamu. Seorang pendekar pedang tanpa tanding, yang menguasai segala jurus pedang dalam Kitab Naga Bertuah. Lalu kalian akan ma-" Wang Weo tidak kuasa menahan tangannya untuk tidak menggorok leher jenjang Huang Hua. Tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang dikatakan perempuan itu bisa saja terjadi. Dengan Kitab Naga Bertuah, pendekar selemah apa pun, bisa menjadi seorang pendekar tanpa tandingan. "Habisi semua penduduk Jinchang! Cari kitab itu di rumah-rumah warga, juga di dalam ruang bawah tanah!" Perintah dari Wang Weo menjadi akhir bagi kehidupan di Jinchang. Para pendekar dari sekte aliran hitam itu mengahabisi semua orang, baik bayi, bal
last updateLast Updated : 2021-10-19
Read more

13. Mayat tanpa Kepala

"Patriark! Patriark Yong! Patriark di mana?" teriak Genjo Li setelah memasuki ruang bawah tanah. Ia berjalan melewati mayat-mayat yang tergeletak tak terurus, seperti sesuatu yang tidak berharga. Sejujurnya, rasa mual menyergap pemuda itu akibat anyir darah yang begitu menyengat. Namun, kecemasan membuat Genjo Li tidak punya waktu untuk muntah. Sepanjang lorong ia susuri degan mata menggerayangi setiap mayat yang ia lewati, demi menemukan sang guru. Namun, jauh di halaman hatinya, Genjo Li sungguh berharap tidak ada Patriark Yong Yuwen di antara mayat-mayat itu. Ia berharap sang guru masih hidup. Pada akhirnya, lorong itu mengantarkan Genjo Li pada sebuah goa. Dengan langkah sedikit terhuyung, ia terus berjalan sampai ke ujung goa. Tepat ketika kakinya sampai di bibir goa, mata Genjo Li terbelalak mendapati banyaknya mayat yang berkali lipat jumlahnya daripada yang ia temui sebelumnya. Dengan suara parau dan nyaris tak terdengar, Genjo Li berkata, "Bagaimana mungkin
last updateLast Updated : 2021-10-22
Read more

14. Tanah Basah

Samar-samar sinar matahari melewati celah-celah dedaunan. Pagi itu kicauan burung terdengar lebih nyaring, tetapi tidak membawa keceriaan. Sebaliknya, mereka seolah turut melantunkan nyanyian duka atas pemakaman sepasang suami istri yang tewas dalam pertempuran.  "Aku tahu, Patriark dan Nyonya Yong adalah pasangan sejati. Bahkan meninggal pun bersama." Suara sendu itu terhenti sejenak. Sebelum akhirnya terdengar lagi dengan nada yang jauh berbeda. "Nyawa harus ditebus dengan nyawa!" ucapnya dengan gigi digertakkan. Benar, ucapan penuh kebencian itu terlontar dari mulut Genjo Li. Ia sampai mencengkeram bajunya sendiri untuk pelampiasan sesaat. Akan tetapi, tiba-tiba pemuda itu bangkit dari duduknya. Kepalanya menoleh ke sekeliling karena suara derap langkah kaki kuda tertangkap oleh telinganya. 'Satu, dua ... ah, sialan!' batin Genjo Li mencoba menghitung banyaknya kuda yang berlari. Menurut hasil pendengarannya, setidaknya ada empat kuda yang melesat men
last updateLast Updated : 2021-10-23
Read more

15. Permintaan Kaisar

Genjo Li masih menahan napasnya. Bagaimana tidak, jika Dong Wei telah memastikan tanah itu benar-benar basah, pasti lelaki itu tidak akan tinggal diam.  Genjo Li yakin, Dong Wei akan menggali tanah itu guna melihat hal apakah yang mungkin tersembunyi di dalamnya. Bila lawan melihat mayat Patriark Yong Yuwen dan istrinya, sudah jelas apa yang akan terjadi berikutnya. Mungkin situasinya tidak akan sepelik ini jika Genjo Li tidak ada di sana. 'Langit, hentikan dia dengan cara apa pun!' batin Genjo Li mulai pasrah. "Tuan Dong! Apa yang begitu menarik dari tanah basah? Mungkin saja seekor rusa kencing di atasnya. Yang pasti, kita harus cepat! Kau bisa bercocok tanam di situ nanti," sindir keras Ju Shen menghentikan tangan Dong Wei. Dong Wei pun menarik kembali tangannya sambil mengumpat dalam diam. Tidak, ia mengumpat tidak karena tersinggung atau marah oleh ucapan Ju Shen. Namun Dong Wei menjadi begitu kesal karena apa yang dikatakan rekannya itu benar. Mere
last updateLast Updated : 2021-10-24
Read more

16. Sumpah Wang Weo

Wang Weo menelan ludah dengan susah payah. Ucapan Long Feng telah mencekiknya. Itu adalah pertanyaan jebakan, hanya retorika belaka, yang menggiring seseorang pada jawaban yang diinginkan si penanya. Memangnya siapa yang diberi wewenang untuk menolak permintaan kaisar? "Tuan Wang? Apa kau akan memintaku untuk mengembalikan pedangmu?" ucap Long Feng lagi, memberikan desakan pada Wang Weo untuk lekas mengiyakan permintaannya. Sesuai dugaan, sebuah senyum keterpaksaan terkembang di wajah Wang Weo. Ia tidak punya pilihan. Meskipun batinnya menolak keras permintaan Long Feng, mulutnya berkata begiu manis mempersilakan. 'Baj*ngan! Apa kau pikir aku akan diam? Kau akan menyesali ini semua!' umpat Wang Weo dalam batin. Gelak tawa Long Feng pun kembali menggema diikuti pujian untuk Wang Weo. Ia merasa seperti di atas angin. Dengan segala kemampuan bela diri dan jurus-jurus yang ia miliki, sudah cukup untuk membuatnya menjadi pendekar kuat. Sekarang, ditambah dengan Pe
last updateLast Updated : 2021-10-24
Read more

17. Zhouyang Hong

"Tidak, Ketua Wang!" sahut Dong Wei lantang. Ucapannya yang menentang perkataan Wang Weo, jelas membuat orang-orang yang ada di ruangan itu menanyakan kewarasan ketua Sekte Taring Setan itu.Meski Wang Weo belum menceritakan apa pun menyoal Long Feng yang mengingkari janji untuk mengembalikan Pedang Dewa Iblis, kemurkaan ketua aliansi itu sudah terlihat jelas dari mimik dan gesturnya. Jadi, untuk apa Dong Wei memperkeruh suasana dengan menentangnya?"Apa maksudmu? Long Feng tidak memberikan manfaat apa pun untuk kita. Sebaliknya, dia bertindak semaunya tanpa memikirkan apa yang kita inginkan. Kerja sama ini hanya menguntungkan satu pihak. Satu-satunya hal yang dia berikan pada kita hanyalah informasi tentang kelemahan Sekte Teratai Putih, lain itu tidak ada. Akan sangat bagus kalau lelaki itu binasa saja!" sergap Ju Shen yang sudah lama menginginkan kematian Long Feng.Sejak pertama kali Long Feng mengenalkan dirinya sebagai seorang panglima kerajaan, Ju Shen su
last updateLast Updated : 2021-10-26
Read more

18. Membangunkan Pemalas

Matahari mungkin frustrasi lantaran setiap hari Zhouyang Hong selalu bangun mendahuluinya. Jika orang pada umumnya selalu terlelap lebih nyenyak saat dini hari menjelang subuh, tidak demikian dengan lelaki tua itu. Entah bagaimana matanya sudah tidak bisa lagi terpejam ketika semburat merah di ufuk barat mulai terlihat.Lelaki itu selalu disiplin bangun menjelang subuh. Ia akan langsung bergegas ke pekarangan belakang rumahnya untuk berlatih. Baru ketika matahari terbit, ia akan menyudahi latihannya dan langsung ke sungai untuk mandi. Namun, tidak untuk hari ini. "Hah, bocah pemalas itu pasti belum bangun. Akan sangat bagus kalau dia tidur selamanya. Jika saja aku tidak ingat sial*n itu murid Patriark Yong, aku pasti sudah membunuhnya," gerutu Zhouyang Hong sambil berjalan ke dapur.Zhouyang Hong mengambil sebuah ember dan mengisinya dengan lima gayung air. Dengan tangkas ia mengangkat ember itu dan berjalan cepat menuju pintu utama rumahnya. 'Dasar pemala
last updateLast Updated : 2021-10-27
Read more

19. Pesan Patriark Yong

Genjo Li meletakkan bungkusan hijau ke atas meja. Sebenarnya ia sangat ingin melihat apa isinya sejak pertama kali sang guru memberikannya. Namun, pemuda itu berusaha menahan diri agar tidak membuka bungkusan itu. Genjo Li selalu ingat pada pesan Patriark Yong bahwa bungkusan tersebut hanya boleh dibuka oleh Zhouyang Hong.Sementara itu, Zhouyang Hong masih diam dengan mata menatap tajam ke arah Genjo Li. Pikirannya masih mencoba mencerna maksud ucapan pemuda itu menyoal Patriark Yong yang menyerahkan bungkusan kain beserta sang murid padanya. Ia tidak langsung bertanya. Melihat ekspresi wajah Genjo Li, Zhouyang Hong memutuskan untuk menunggu 'pemalas' di depannya menjelaskan semuanya. Akan tetapi, Genjo Li juga diam saja dengan kepala tertunduk lesu.Pada akhirnya, Zhouyang Hong menghembuskan napas panjang. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. 'Aku bisa mati karena bosan!' gerutunya dalam hati. Kemudian, dengan nada malas ia berkata, "Baiklah, sekarang jelaskan pad
last updateLast Updated : 2021-10-28
Read more

20. Rubah Ungu

Zhouyang Hong menatap lekat sebuah buku usang dengan sampul berwarna kuning. Ia mengenali lukisan naga putih yang ada di sampul tersebut. Pandangannya kembali bergeser pada Genjo Li. Zhouyang Hong menghela napas. 'Sepertinya pemalas ini tidak tahu apa-apa,' batinnya.Genjo Li tampak berkerut keningnya. Ia benar-benar tidak mengerti bagaimana buku dalam bungkusan kain itu tidak basah sama sekali. Padahal, kain yang membalutnya sama kuyupnya dengan baju yang dikenakan pemuda itu. 'Tapi syukurlah, aku sangat cemas kalau buku itu sampai lumat', benaknya.Genjo Li khawatir jika bungkusan yang diberikan sang guru kepada Zhouyang Hong adalah sesuatu yang sangat penting. Ia yang telah menduga bahwa isinya adalah buku, mengira kalau mungkin Patriark Yong menuliskan surat atau catatan tertentu untuk sahabatnya."Apa kau tau ini buku apa?" tanya Zhouyang Hong mengagetkan Genjo Li."Ti-tidak, Tuan.""Apa kau pernah melihat buku ini sebelumnya?""Tidak,
last updateLast Updated : 2021-10-29
Read more
PREV
123456
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status