Share

14. Tanah Basah

Author: Iro Magenta
last update Last Updated: 2021-10-23 16:28:27

Samar-samar sinar matahari melewati celah-celah dedaunan. Pagi itu kicauan burung terdengar lebih nyaring, tetapi tidak membawa keceriaan. Sebaliknya, mereka seolah turut melantunkan nyanyian duka atas pemakaman sepasang suami istri yang tewas dalam pertempuran. 

"Aku tahu, Patriark dan Nyonya Yong adalah pasangan sejati. Bahkan meninggal pun bersama." Suara sendu itu terhenti sejenak. Sebelum akhirnya terdengar lagi dengan nada yang jauh berbeda. "Nyawa harus ditebus dengan nyawa!" ucapnya dengan gigi digertakkan.

Benar, ucapan penuh kebencian itu terlontar dari mulut Genjo Li. Ia sampai mencengkeram bajunya sendiri untuk pelampiasan sesaat. Akan tetapi, tiba-tiba pemuda itu bangkit dari duduknya. Kepalanya menoleh ke sekeliling karena suara derap langkah kaki kuda tertangkap oleh telinganya.

'Satu, dua ... ah, sialan!' batin Genjo Li mencoba menghitung banyaknya kuda yang berlari. Menurut hasil pendengarannya, setidaknya ada empat kuda yang melesat men

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   15. Permintaan Kaisar

    Genjo Li masih menahan napasnya. Bagaimana tidak, jika Dong Wei telah memastikan tanah itu benar-benar basah, pasti lelaki itu tidak akan tinggal diam. Genjo Li yakin, Dong Wei akan menggali tanah itu guna melihat hal apakah yang mungkin tersembunyi di dalamnya. Bila lawan melihat mayat Patriark Yong Yuwen dan istrinya, sudah jelas apa yang akan terjadi berikutnya. Mungkin situasinya tidak akan sepelik ini jika Genjo Li tidak ada di sana. 'Langit, hentikan dia dengan cara apa pun!' batin Genjo Li mulai pasrah. "Tuan Dong! Apa yang begitu menarik dari tanah basah? Mungkin saja seekor rusa kencing di atasnya. Yang pasti, kita harus cepat! Kau bisa bercocok tanam di situ nanti," sindir keras Ju Shen menghentikan tangan Dong Wei. Dong Wei pun menarik kembali tangannya sambil mengumpat dalam diam. Tidak, ia mengumpat tidak karena tersinggung atau marah oleh ucapan Ju Shen. Namun Dong Wei menjadi begitu kesal karena apa yang dikatakan rekannya itu benar. Mere

    Last Updated : 2021-10-24
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   16. Sumpah Wang Weo

    Wang Weo menelan ludah dengan susah payah. Ucapan Long Feng telah mencekiknya. Itu adalah pertanyaan jebakan, hanya retorika belaka, yang menggiring seseorang pada jawaban yang diinginkan si penanya. Memangnya siapa yang diberi wewenang untuk menolak permintaan kaisar? "Tuan Wang? Apa kau akan memintaku untuk mengembalikan pedangmu?" ucap Long Feng lagi, memberikan desakan pada Wang Weo untuk lekas mengiyakan permintaannya. Sesuai dugaan, sebuah senyum keterpaksaan terkembang di wajah Wang Weo. Ia tidak punya pilihan. Meskipun batinnya menolak keras permintaan Long Feng, mulutnya berkata begiu manis mempersilakan. 'Baj*ngan! Apa kau pikir aku akan diam? Kau akan menyesali ini semua!' umpat Wang Weo dalam batin. Gelak tawa Long Feng pun kembali menggema diikuti pujian untuk Wang Weo. Ia merasa seperti di atas angin. Dengan segala kemampuan bela diri dan jurus-jurus yang ia miliki, sudah cukup untuk membuatnya menjadi pendekar kuat. Sekarang, ditambah dengan Pe

    Last Updated : 2021-10-24
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   17. Zhouyang Hong

    "Tidak, Ketua Wang!" sahut Dong Wei lantang. Ucapannya yang menentang perkataan Wang Weo, jelas membuat orang-orang yang ada di ruangan itu menanyakan kewarasan ketua Sekte Taring Setan itu.Meski Wang Weo belum menceritakan apa pun menyoal Long Feng yang mengingkari janji untuk mengembalikan Pedang Dewa Iblis, kemurkaan ketua aliansi itu sudah terlihat jelas dari mimik dan gesturnya. Jadi, untuk apa Dong Wei memperkeruh suasana dengan menentangnya?"Apa maksudmu? Long Feng tidak memberikan manfaat apa pun untuk kita. Sebaliknya, dia bertindak semaunya tanpa memikirkan apa yang kita inginkan. Kerja sama ini hanya menguntungkan satu pihak. Satu-satunya hal yang dia berikan pada kita hanyalah informasi tentang kelemahan Sekte Teratai Putih, lain itu tidak ada. Akan sangat bagus kalau lelaki itu binasa saja!" sergap Ju Shen yang sudah lama menginginkan kematian Long Feng.Sejak pertama kali Long Feng mengenalkan dirinya sebagai seorang panglima kerajaan, Ju Shen su

    Last Updated : 2021-10-26
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   18. Membangunkan Pemalas

    Matahari mungkin frustrasi lantaran setiap hari Zhouyang Hong selalu bangun mendahuluinya. Jika orang pada umumnya selalu terlelap lebih nyenyak saat dini hari menjelang subuh, tidak demikian dengan lelaki tua itu. Entah bagaimana matanya sudah tidak bisa lagi terpejam ketika semburat merah di ufuk barat mulai terlihat.Lelaki itu selalu disiplin bangun menjelang subuh. Ia akan langsung bergegas ke pekarangan belakang rumahnya untuk berlatih. Baru ketika matahari terbit, ia akan menyudahi latihannya dan langsung ke sungai untuk mandi. Namun, tidak untuk hari ini. "Hah, bocah pemalas itu pasti belum bangun. Akan sangat bagus kalau dia tidur selamanya. Jika saja aku tidak ingat sial*n itu murid Patriark Yong, aku pasti sudah membunuhnya," gerutu Zhouyang Hong sambil berjalan ke dapur.Zhouyang Hong mengambil sebuah ember dan mengisinya dengan lima gayung air. Dengan tangkas ia mengangkat ember itu dan berjalan cepat menuju pintu utama rumahnya.'Dasar pemala

    Last Updated : 2021-10-27
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   19. Pesan Patriark Yong

    Genjo Li meletakkan bungkusan hijau ke atas meja. Sebenarnya ia sangat ingin melihat apa isinya sejak pertama kali sang guru memberikannya. Namun, pemuda itu berusaha menahan diri agar tidak membuka bungkusan itu. Genjo Li selalu ingat pada pesan Patriark Yong bahwa bungkusan tersebut hanya boleh dibuka oleh Zhouyang Hong.Sementara itu, Zhouyang Hong masih diam dengan mata menatap tajam ke arah Genjo Li. Pikirannya masih mencoba mencerna maksud ucapan pemuda itu menyoal Patriark Yong yang menyerahkan bungkusan kain beserta sang murid padanya. Ia tidak langsung bertanya. Melihat ekspresi wajah Genjo Li, Zhouyang Hong memutuskan untuk menunggu 'pemalas' di depannya menjelaskan semuanya. Akan tetapi, Genjo Li juga diam saja dengan kepala tertunduk lesu.Pada akhirnya, Zhouyang Hong menghembuskan napas panjang. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. 'Aku bisa mati karena bosan!' gerutunya dalam hati. Kemudian, dengan nada malas ia berkata, "Baiklah, sekarang jelaskan pad

    Last Updated : 2021-10-28
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   20. Rubah Ungu

    Zhouyang Hong menatap lekat sebuah buku usang dengan sampul berwarna kuning. Ia mengenali lukisan naga putih yang ada di sampul tersebut. Pandangannya kembali bergeser pada Genjo Li. Zhouyang Hong menghela napas. 'Sepertinya pemalas ini tidak tahu apa-apa,' batinnya.Genjo Li tampak berkerut keningnya. Ia benar-benar tidak mengerti bagaimana buku dalam bungkusan kain itu tidak basah sama sekali. Padahal, kain yang membalutnya sama kuyupnya dengan baju yang dikenakan pemuda itu. 'Tapi syukurlah, aku sangat cemas kalau buku itu sampai lumat', benaknya.Genjo Li khawatir jika bungkusan yang diberikan sang guru kepada Zhouyang Hong adalah sesuatu yang sangat penting. Ia yang telah menduga bahwa isinya adalah buku, mengira kalau mungkin Patriark Yong menuliskan surat atau catatan tertentu untuk sahabatnya."Apa kau tau ini buku apa?" tanya Zhouyang Hong mengagetkan Genjo Li."Ti-tidak, Tuan.""Apa kau pernah melihat buku ini sebelumnya?""Tidak,

    Last Updated : 2021-10-29
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   21. Warisan Sampah!

    Tabib istana memeriksa denyut nadi Long Feng. Kerutan di dahinya perlahan menghilang, membuat Kasim Qiang merasa lebih lega. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" "Yang Mulia Kaisar baik-baik saja, tidak ada hal yang perlu dicemaskan. Sepertinya Yang Mulia kelelahan. Aku akan memberikan resep obatnya. Kasim Qiang harus memastikan Yang Mulia meminumnya dengan rutin, juga menjaga Kaisar agar tidak terlalu banyak beraktivitas. Akan sangat baik jika Yang Mulia beristirahat saja dulu di kamar selama dua atau tiga hari hingga badannya pulih kembali," jelas sang tabib. "Baik, Tabib Wu." Kasim Qiang memberi hormat pada sang tabib yang hendak meninggalkan tempat itu. Dalam hatinya, Kasim Qiang membenarkan ucapan Tabib Wu. Kalau diingat-ingat, beberapa waktu ini sang kaisar memang telah melewati banyak hal yang sangat menguras fisik dan pikiran. Jadi, ia mengira hal itulah yang membuat kesehatan Long Feng menurun. Kasim Qiang sama sekali tidak menaruh cur

    Last Updated : 2021-10-30
  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   22. Syarat Pertama

    "Yang Mulia, Menteri Pertahanan datang untuk menjenguk," lapor Kasim Qiang dengan badan sedikit membungkuk. Wajahnya tampak lebih pucat karena kelelahan mendampingi sang kaisar.Sejak kemarin Long Feng hanya berdiam di kamar karena keadaannya tidak kunjung membaik. Alhasil, Kasim Qiang harus bekerja lebih lama dari biasanya. Bahkan, bisa dibilang lelaki itu nyaris tidak bisa tidur.Selama sakit, Long Feng selalu meminta minum. Baik di siang maupun malam hari, tenggorokannya seperti kering. Bahkan ketika waktu tidur malam tiba, Long Feng sering bangun untuk meminta minum. Itu sebabnya Kasim Qiang selalu terjaga untuk memastikan para pelayan bekerja dengan benar. Selain itu, Kasim Qiang tidak ingin hal buruk terjadi pada Long Feng karena kelalaiannya yang mementingkan tidur daripada bertugas.Sebetulnya, Kasim Qiang dan para pelayan yang ada di dalam kamar itu juga merasakan serangan pening dan lemas. Akan tetapi mereka menahan diri untuk mengeluh atau

    Last Updated : 2021-10-30

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   119. Kekuatan Cinta atau Dendam?

    Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   118. Firasat Ayah

    Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   117. Tantangan Kedua

    Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   116. Curang?

    "Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   115. Peringatan

    Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   114. Putusan

    "Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   113. Persik untuk Putri Wang 

    Tantangan memanah yang harus dilakukan para peserta lomba bukanlah sekadar memanah biasa, melainkan memanah yang akan memerlukan kemampuan tingkat tinggi. Peserta dengan kemampuan memanah pas-pasan atau biasa saja, akan sulit untuk lolos dalam tantangan pertama ini. "Kalian harus memanah dari jarak 10 meter." Beberapa lelaki tersenyum mendengar ucapan sang putri. Mereka merasa cukup mampu untuk melewatinya. "Sekarang, berbaliklah," perintah Wang Shixian. Para peserta sayembara serentak balik badan. Di hadapan mereka kini terlihat pohon-pohon persik yang tingginya sekitar 8-10 meter. Banyaknya pohon persik di lahan itu membuatnya tampak seperti kebun buah persik. "Aku suka sekali buah persik. Oleh sebab itu, aku meminta kalian memetiknya untukku. Bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan memanahnya." Sontak saja para peserta terkejut hingga tanpa sadar mulut mereka terbuka dengan sendirinya. Tadi Putri Wang mengatakan bahwa mereka harus memanah dari jarak 10 meter. Dan sekarang

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   112. Sayembara Dimulai

    Para peserta sayembara telah berkumpul di halaman belakang istana. Bisa dilihat betapa besar antusiasme masyarakat atas kompetisi untuk mencari lelaki terbaik yang akan menjadi suami untuk sang putri itu. Lapangan yang luas bahkan terlihat penuh oleh mereka.Pada mulanya para lelaki itu saling berbicara dengan orang-orang yang berada di sekitar hingga kemudian kedatangan Wang Weo dan putrinya membuat mereka diam seketika. Sebagai pihak yang mengadakan sayembara, Wang Weo memang sengaja hadir untuk membuka kompetisi itu. Dia memberikan kalimat penyemangat sekaligus peringatan bahwa sayembara itu tidak akan mudah."Aku pastikan hanya lelaki terpilih yang bisa lolos dan menjadi menantuku."Mendengar kalimat terakhir sang kaisar ada perbedaan yang dirasakan para peserta. Banyak di antara mereka yang menjadi lebih bersemangat untuk memenangkan perlombaan. Namun tidak sedikit pula yang merasa takut. Tentu mereka tidak akan lupa, biar bagaimanapun lelaki yang menjadi ayah dari 'hadiah' peme

  • Pendekar Pedang Tanpa Tanding   111. Deretan Pria Tak Beruntung 

    Pintu gerbang depan istana Haidong telah ditutup rapat ketika matahari berada di atas kepala. Tidak sedikit lelaki yang harus gigit jari karena datang terlambat untuk mendaftarkan diri dalam sayembara. Seperti belum rela dengan kenyataan pahit itu, mereka bahkan masih berdiri dengan tubuh menempel pada gerbang demi melihat para lelaki yang mendaftar di detik-detik terakhir tetapi tidak memiliki nasib seburuk mereka.Meski seandainya mereka berhasil terdaftar sebagai peserta sayembara, belum tentu juga berhasil memenangkannya, setidak-tidaknya mereka telah mencoba. Dan sekarang, apa boleh buat? Bahkan kesempatan untuk menjadi peserta saja sudah tidak mereka miliki.Seorang lelaki yang berada di barisan paling akhir tampak menatap lekat ke arah gerbang. Sepertinya dia sedang mengamati orang-orang yang telah gugur bahkan sebelum mereka terjun ke arena pertempuran.'Jika saja Junsi tidak mengingatkanku, pasti kini aku berada di antara lelaki itu.'Tepat sekali, pria yang memandang ke arah

DMCA.com Protection Status