All Chapters of Suami Tak Sempurna: Chapter 91 - Chapter 100

241 Chapters

Episode 91. Salah Memahami

"Berapa nomor ponselmu?" tanya Veronika. Dia lalu memberikan ponselnya pada Green. Green tampak kebingungan. Tetapi dia tetap menerimanya dan mengetikkan nomornya di dalam. Veronika lalu menghubungi nomor itu, dan Green dengan sigap mengambil ponsel miliknya dari kantong. "Itu nomorku. Simpanlah," ucap Veronika ringan. Green hanya mengangguk dan segera menyimpan nomor Veronika. Saat Green tanpa sengaja menatap pada Hana, ia mendapati Hana sudah berwajah muram mengawasi mereka. Green merasa tidak nyaman dan mengalihkan pandangannya. Saat Green mencoba melihat kembali pada Hana, Hana masih tetap berekspresi sama sambil memelototi dirinya. Green menelan ludah. Dia tahu Hana marah. Hana tidak menyukai Veronika, jadi Hana ingin agar dia menjauh dari Veronika. Tetapi bagaimana caranya? Green menoleh menatap Veronika yang sibuk mengerjakan soal. 'Bagaimana aku menja
Read more

Episode 92. Apa Sekarang Waktunya?

Siswa itu terdiam. Dari tadi mereka menjuluki Green sebagai si goblok, Veronika tampak tidak peduli. Tetapi kenapa sekarang Veronika malah meledak? Mereka tidak tahu, itu karena Veronika sangat senang disebut seperti boneka oleh Green. Dan tentu dia menjadi marah saat teman-temannya malah menghina Green karena telah memujinya. "Boneka?" ucap Hana dengan wajah muram. Bahkan Hana yakin sekali bahwa dirinya lebih cantik daripada Veronika, tetapi Green yang jauh lebih lama bersamanya, tidak pernah memujinya seperti boneka. Rasa cemburu menyelimuti hatinya. "Iya! Green memujiku seperti boneka! Memangnya kenapa?" sahut Veronika cepat dengan wajah menantang. Wajah Hana menjadi lebih suram. Green menjadi cemas melihat wajah Hana yang seperti itu. Dia sama sekali bukan bermaksud untuk memuji Veronika! "Aku bukan bermaksud memu..." "Jadi tadi kamu menyebut Veronika mir
Read more

Episode 93. Pertama Kalinya

Hana sudah berada di ambang pintu. Dia harus siap menemui Marcell Ketika ia hendak melangkahkan kaki keluar, suara kedubrak yang sangat keras terdengar di belakang. Suara pekikan Veronika dan beberapa orang lainnya seketika bergema di satu kelas itu, seolah mereka telah melihat hantu. Hana menoleh ke belakang dan mendapati Green sudah tengkurap di lantai dengan kursi menimpa badannya. "Green!" teriak Hana hampir bersamaan dengan Sartika. "Sartika ambil bantalnya!" titah Hana sambil mengangkat kursi itu dari tubuh Green. Dia juga dengan sigap mendorong meja-meja agar posisinya jauh dari Green. Secara ajaib, banyak siswa yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas dengan rasa ingin tahu, saat Hana dan Sartika mencoba membalikkan tubuh Green yang menggelepar, lalu meletakkan bantal mini di bawah kepalanya. Mereka tidak hanya berasal dari kelas itu, tetapi juga dari kelas-kelas lain. Mereka mulai mengambil kamera ponsel untuk mereka
Read more

Episode 94. Rencana Untuk Menuntaskan

Melihat Marcell hanya diam tak menanggapi, Hana berbalik hendak kembali ke ruang UKS. Tetapi tangannya kembali ditahan oleh Marcell hingga Hana kembali menghadapnya. "Katakan padaku, kekurangan apa yang kumiliki?" Walaupun sempat tertegun, Marcell masih bertanya dengan rasa penuh percaya diri. Dia yakin bahwa ia tidak memiliki kekurangan apa pun sebagai calon pacar Hana. Semua perempuan pasti ingin sekali berpacaran dengannya! "Belakangan ini kamu tidak melakukan tugasmu sebagai ketua kelas dengan baik. Dan kamu tahu kenapa?" Hana balik bertanya. Tetapi tanpa menunggu jawaban dari Marcell, dia langsung melanjutkan ucapannya. "Itu karena di dalam dirimu kesombongan mulai berakar sehingga entah kamu sadari atau tidak, kamu sempat bersikap arogan dalam mengambil keputusan. Aku paling anti akan sikap seperti itu. Kalau di film, drama atau novel, sikap arogan tokoh utama pria mungkin terlihat keren, tetapi di dunia nyata itu sangat memuakkan."
Read more

Episode 95. Merasa Heran

Saat makan malam. "Jadi karena itu ya, Ma. Apa urusan itu begitu penting sampai Papa harus berangkat mendadak?" Hana bertanya lalu memasukkan makanan ke mulutnya. Jihan memberi tahu Hana bahwa Anton sore tadi berangkat ke luar negeri untuk bertemu klien penting. "Sepertinya begitu. Kamu kan tahu papamu orangnya tidak suka menunda. Itu sebabnya PT. Andalan Winata semakin melesat sejak papamu yang memimpin." Ada rasa bangga ketika Jihan berkata seperti itu tentang suaminya. "Ya, papa memang selalu bisa diandalkan! Makanya aku heran banget lihat Paman Gerry dan Paman Rudi yang selalu berupaya melengserkan papa. Padahal kemampuan mereka masih jauh di bawah papa. Kalau jadi mereka, aku akan mendukung sepenuhnya papa." Hana berkata apa adanya sesuai fakta. "Iya, tapi nenekmu bisanya selalu memanfaatkan jabatan papamu di perusahaan sebagai ancaman agar papamu mau tunduk padanya." Jihan mendesah. "Nenekmu be
Read more

Episode 96. Mulai Malam Ini

"Apa boleh buat, Ma. Selagi keluarga Winata berkeras untuk menggangguku dalam merawat Green hingga sembuh, maka aku akan terus menghindari Marcell. Aku akan sekamar dengan Green untuk lebih memastikan kesungguhan ucapanku ini pada kalian," tegas Hana. "Kamu sudah gila, Hana!" bentak Jihan. "Biar kuberi tahu padamu. Jika laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki hubungan darah tidur sekamar, cepat atau lambat pasti akan melakukan hubungan suami istri! Jika itu terjadi padamu, semua rencana bisa kacau balau, Hana. Dan Mama juga tidak ikhlas jika kamu berakhir dengan pemuda bodoh, miskin dan penyakitan itu!" Hana mengatupkan mulutnya. Dia benar-benar kesal mendengar ucapan mamanya yang menghina Green. Walaupun memang benar tetap saja Hana tidak nyaman mendengarnya. Hana pun kembali berucap, "Oh ya? Aku rasa yang Mama katakan memang benar. Kalau begitu sebelum itu sempat terjadi, lebih baik mama dan papa segera membahas pe
Read more

Episode 97. Pertanyaan Green

Green dan Hana masuk ke dalam kamar Hana. Hana langsung menutup pintu, dan terdengar bunyi clek! Itu artinya Hana telah mengunci pintu itu. Green menelan ludahnya. "Green, kepalamu kan sedang pusing, berbaring saja di ranjang," ucap Hana perhatian. "Iya," sahutnya tetapi Green masih berdiri di tempat. Ia masih merasa canggung jika naik ke tempat tidur Hana. Walaupun dia sudah pernah tidur di sana tetap saja dia merasa seperti itu. Ternyata Hana langsung naik ke tempat tidur dan berbaring. "Ayo kemari!" Hana menepuk sisi ranjang di sampingnya agar Green berbaring di situ. "Apa memang tidak apa-apa dengan Tuan dan Nyonya?" Green bertanya dengan ragu. Dia takut jika Anton marah padanya. Dia sudah pernah dihajar oleh Anton saat pertama kali bertemu. "Percaya padaku. Kamu akan baik-baik saja." Hana kembali meyakinkannya. Green pun mendekat dan perlahan naik ke ran
Read more

Episode 98. Berselimut Tebal

"Itu...iya, ujung-ujungnya aku pasti akan bersama Marcell. Aku meyakini hal itu," jawab Hana dengan lambat-lambat, seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri. "Marcell... Walaupun tadi kamu sempat tersinggung berat dan marah akibat kata-kataku yang lugas, aku yakin, aku yakin kamu pasti akan menjadi milikku, kan?" ucap Hana di dalam hati dengan rasa sedih. Rasa menyesal karena telah melampiaskan emosinya pada Marcell, masih begitu terasa di hati dan pikirannya. Kata-kata terakhir Marcell tadi pun juga membuatnya patah hati. Sementara itu, mendengar jawaban yang cukup jelas dari Hana, Green langsung mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. 'Bodoh, harusnya aku tidak usah menanyakan hal itu padanya karena aku sendiri sudah tahu jawabannya. Hana mencintai Marcell tentu keinginannya adalah berakhir dengan Marcell.' Green merasa sedih tetapi dia hanya bisa diam saja. "Green," panggil Hana dengan suara p
Read more

Episode 99. Merasa Bersalah

Suasana begitu hangat dan manis. Entah ke mana perginya akal sehat Green, ia hanya mengikuti nalurinya sebagai seorang pria. Hasratnya saat ini adalah mereguk semua manis madu pada bunga tercantik dan terindah yang kini berada di bawah kungkungannya.   Hana sendiri sebenarnya mulai merasa cemas tetapi sentuhan-sentuhan itu membuatnya linglung, bercampur rasa penasaran yang membuatnya tak berniat untuk menghentikan semua ini.   Dan, tok tok tok! Suara ketukan pintu membuyarkan semuanya!   "Hana!" panggil Nyonya Jihan dibalik pintu itu. Hana dan Green seketika terkesiap. Mereka sangat terkejut! Rasanya jantung mereka akan melompat keluar sekarang juga.   "Green!" seru Hana dengan suara sepelan mungkin, berupaya menjauhkan diri dari Green. Dia panik.   Selimut pun tersingkap. Dalam posisi siaga mereka saling menatap dengan napas belum teratur. Kedua wajah sepasang anak muda itu suda
Read more

Episode 100. Hana Tersipu

Green menatap Hana yang baru saja menutup pintu kamar lalu berbalik melangkah.   "Hana," lirih Green memanggil, tetapi Hana tidak menyahutinya, ia malah melengos memasuki kamar mandi seolah sedang kebelet.   Green menghela napas berat. Tadi itu rasanya seperti bermimpi. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya ternyata begitu berani berbuat sejauh itu. Green merasa dirinya sangat bodoh sehingga tidak bisa mengendalikan hasratnya dengan benar.   Sementara itu di toilet, Hana langsung melepas masker dan melihat bibirnya. Firasatnya benar, bibirnya memang sedikit membengkak. Syukurlah tadi dia berinisiatif memakai masker sehingga Jihan tidak menaruh curiga padanya.   Hana kemudian teringat hal lain. Dia segera membuka seluruh kancing piyamanya, dan memeriksa tubuhnya. Ada beberapa tanda percintaan di dadanya. Wajah Hana kembali memerah, merasa malu mengingat kejadian di ranjang tadi. Dia merasa lin
Read more
PREV
1
...
89101112
...
25
DMCA.com Protection Status