Beranda / Romansa / Elegi Cinta Raisa / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Elegi Cinta Raisa: Bab 41 - Bab 50

57 Bab

Rasa Itu Masih Ada

Hari ini, Raisa hendak ke kampung mengunjungi keluarganya. Sebenarnya, Raisa ingin sekali mengajak Dokter Farah ikut serta, tapi dokter Farah menolak. Dia ingin beristirahat dan melakukan beberapa kegiatan."Lain kali saja, Raisa. Masih banyak waktu," kata Dokter Farah.Raisa membuang napas malas, lalu menyahut, "Mbak terlalu sering menunda. Makanya sampai saat ini masih jomlo."Dokter Farah tertawa mendengar dirinya disindir. "Dih, nyindir. Siapa bilang aku jomlo?""Aku!""Kan, enggak semua harus dibeberkan," kata Dokter Farah keceplosan."Hah?! Jadi Mbak Farah sudah punya cowok?" tanya Raisa dengan gurat serius.Dokter Farah menyengir sambil menggaruk tengkuk. Memang dirinya saat ini sedang dekat dengan seseorang. Namun, mereka hanya sebatas teman, meski Dokter Farah merasakan jika lelaki tersebut menyimpan rasa yang sama. Jadi, dia tidak ingin bercerita terlebih dahulu kepada Raisa sebelum ada hubungan jelas."E
Baca selengkapnya

Surat Undangan di Atas Meja

Mobil yang dikendarai Pras dan Ayu melaju tenang memasuki sebuah desa. Perempuan di samping Pras mengedarkan pandangan pada sekeliling dengan senyum merekah. Baru kali ini dia ke sini, jadi wajar rasa ingin tahunya sangat besar.Pras memandang wajah itu, dan dia baru tersadar jika Ayu sangat cantik. Tahi lalat di bawah bibir membuat perempuan itu tampak semakin manis, apalagi saat tersenyum. Tidak hanya itu, Ayu juga memiliki sifat yang sangat ramah. Selama ini Pras menganggap keberadaan Ayu tak lebih dari teman kerja. Padahal jelas-jelas sikap Ayu menunjukkan jika perempuan itu memiliki rasa pada Pras.Kedatangan Raisa juga sempat menyita perhatian Pras. Dirinya sadar jika rasa itu masih bercokol di hatinya, tetapi kenyataan bahwa Raisa telah dimiliki membuatnya memaksa hati untuk menjauh.Pras berpikir sudah saatnya dia memulai hidup baru. Hidup bersama dengan orang yang benar-benar mencintai dan bersedia menerimanya apa adanya. Wanita itu adalah
Baca selengkapnya

Di Dalam Mobil

"Raisa." Terdengar seseorang menyapa. Raisa mengalihkam pandangan pada Ben yang mendekat ke arahnya. Tanpa disuruh pria itu menarik kursi di depan Raisa dan mendudukinya. Gurat wajahnya tampak khawatir, membuat kepala Raisa ditumbuhi tanya."Kenapa kamu masuk kalau masih belum baikan?"Kening Raisa berkerut dalam, bertanya-tanya kenapa Ben tiba-tiba bertanya seperti itu."Aku baik-baik saja, Kak.""Mulai besok kamu tidak perlu masuk kantor. Kamu istirahat saja di rumah.""Tapi, Kak ....""Aku akan membayar utuh gaji kamu. Tenang saja."Raisa merasa tidak nyaman. Selama ini Ben terlalu bersikap berlebihan padanya. Dia seolah menganakemaskan Raisa, berbeda dengan sikap pria itu terhadap karyawan lain. Ya, meski Raisa tahu ada motif tersembunyi dari segala sikap atasannya tersebut."Persalinanku masih tiga bulan lebih, Kak." Lagi, Raisa mencoba menolak permintaan Ben.Ben menghela napas dalam-dalam, lalu
Baca selengkapnya

Pria Bersama Dokter Farah

Setelah kejadian yang baru saja terjadi, wajah Raisa merona. Mobil melaju tanpa ada kata-kata terucap dari keduanya hingga beberapa menit. Di balik kemudi, pria itu tak kuasa menahan senyum mengingat respons Raisa saat dirinya melakukan aksi mendebarkan itu.Saat Ben mendekatkan wajah, mata Raisa membulat dengan tubuh terasa panas dingin. Dia menelan ludah susah payah. Tenggorokannya terasa kerontang. Napas Ben yang berembus menerpa wajah Raisa membuat jantung perempuan itu berpacu dua kali lebih kencang.Saat menyadari hal gila itu tak patut terjadi, Raisa segera berseru, "Apa yang Kak Ben ...."Kalimat Raisa menggantung saat Ben ternyata meraih seat belt dan memasangkannya kepada Raisa. Kontan saja perempuan itu menjadi salah tingkah. Rikuh."Jangan berpikir aneh-aneh," kata Ben setelah seat belt terpasang.Raisa hanya mematung dengan pipi terasa menghangat. Perempuan itu kikuk seketika, kemudian membuang muka keluar jendela, memandang kosong lam
Baca selengkapnya

Dia ... Sudah Meninggal

Raisa mematung memandang pria yang kini berada di hadapanya. Sementara, pria itu terlihat bingung melihat raut wajah Raisa yang menyiratkan rasa terkejut. Hingga akhirnya dia menyadari siapa wanita di depannya, seketika senyumnya meredup."Kalian saling kenal?" Dokter Farah bertanya, membuat Raisa dan pria itu menoleh bersamaan kepadanya. "Ah, tidak. Kami hanya pernah berpapasan kalau tidak keliru," kata pria itu.Raisa hanya terdiam. Mendadak dia ingin segera meninggalkan tempat ini, ingin lekas pulang."Oh, kenalkan ini Mas Farhan ...." Dokter Farah berkata sedikit rikuh, memandang kepada Raisa dan Ben bergantian.Ben mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri. Farhan berpindah kepada Raisa yang terlihat menghindari kontak mata. Pria itu mengulurkan tangan yang hanya disambut dengan malas oleh Raisa sambil menyebut nama dengan suara datar, "Raisa."Kemudian dengan cepat Raisa melepas tautan tangannya. Rasa sakit yang dirinya simpan r
Baca selengkapnya

Desakan

Ben sedang berada di beranda ketika merasakan seseorang mendekat. Pria itu terbangun dari pengembaraan jauhnya, menoleh kepada wanita paruh baya yang kini sudah berdiri di dekatnya. Perempuan berwajah teduh yang telah melahirkannya."Ma, Papa belum pulang?" Ben bertanya."Papa lembur. Jadi kapan kamu akan memperkenalkan pacarmu ke mama?" Wanita itu menjawab dan langsung membelokkan topik.Ben mengesah. Selalu itu yang ditanyakan mamanya. Entah sedah berapa kali Ben didesak agar segera menikah mengingat usianya yang tidak lagi muda. Selain itu ada alasan lain kenapa mamanya tersebut selalu mendesak Ben, ingin segera menimang cucu.Ben terdiam dengan pikiran menimbang-nimbang. Sebenarnya, Ben sudah ingin mendekati seorang gadis, tetapi keinginan tersebut buru-buru dia enyahkan setelah bertemu dengan Raisa. Rasa cinta yang masih tersisa di hati, membuatnya kembali menaruh harap pada perempuan itu."Jangan bilang kamu belum menemukan wanita yang cocok?
Baca selengkapnya

Penyesalan Kun

"Raisa!" Kun memanggil Raisa. Dirinya mencoba mendekati perempuan itu dengan langkah yang terasa sangat berat. Benar-benar sangat aneh."Iya? Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Raisa seraya tersenyum ramah. Lagi-lagi terlihat sangat aneh, wanita itu terlihat seolah tak pernah memiliki masalah apa pun dengan Kun."Dia ... anakku?" Kun menunjuk gadis mungil nan manis yang terlihat sedang ketakutan melihat Kun."Bukan. Dia anakku." Raisa merengkuh kepala gadis kecilnya ke pinggul. "Anda membuat anakku takut. Tolong menjauh dari kami.""Raisa, kamu lupa denganku? Aku Kun, suamimu." Raisa menggeleng. "Suamiku sudah mati," ucap Raisa kemudian berlalu dari hadapan Kun. Kun memanggil berkali-kali. Namun, tak sedikit pun Raisa menoleh atau menjawab. Ingin mengejar, tapi persendiannya terasa lumpuh."Raisa!""Raisaaa!"Kun terjaga dengan puluh bersimbah setelah berteriak. Terduduk dengan napas tersengal-sengal.
Baca selengkapnya

Apakah Dia Anakku?

Kun merasakan gelisah mendera. Benaknya terus saja mengulang percakapan dengan Dokter Farah dua hari lalu, tentang tujuan Raisa menemui Dokter Farah dahulu. Karena penyakit, bukan karena mengontrol kandungan. Itu artinya, Raisa mengandung dari benih Kun, bukan sebab berzina dengan lelaki lain.Betapa kejamnya dirinya yang telah menuduh Raisa berkhianat dan menalaknya pada saat hamil!Bulir bening meniti dari kelopak mata tak terasa. Kun merasa dirinya manusia paling kejam di dunia. Dia adalah monster!Kun meremas rambutnya frustasi.Ingin sekali Kun menemui Raisa. Namun, dia sudah berjanji pada Dokter Farah untuk tidak menemui Raisa lagi.Kun mengusap wajahnya dengan kasar. Ini tidak boleh berlarut-larut. Ah, persetan dengan janji yang pernah diucap!Pria itu beranjak menuju lemari pakaian. Mengambil kemeja sembarang dan mengenakannya. Dia ingin menemui Raisa saat ini juga. Dia harus meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat.
Baca selengkapnya

Bogem Mentah

Kun meringis menahan sakit di bagian pelipisnya. Dia terkesiap setelah pandangannya teralih pada pria yang kini berada di dekat Raisa. Rasa kesal berjelanak, tapi dia tidak ada waktu untuk meladeninya saat ini. Raisa lebih penting dari apa pun."Raisa ...." Kun kembali berseru pelan."Pergi sekarang, atau aku tambah!" Pria di samping Raisa mengancam. Sementara, Raisa terisak. Terpahat rasa iba di wajahnya melihat sang mantan suami yang pelipisnya tampak lebam."Aku tidak punya urusan denganmu!" Kun sudah tegak berdiri. Dia melangkah pelan untuk mendekati Raisa.Sigap, Ben mengangkat tangan untuk menghadiahi pria di depannya dengan satu bogem berikutnya. Namun, Raisa berseru, "Jangan ...!"Merasa dibela, Kun terkekeh dengan menumbuk tatapan sinis kepada Ben yang terlihat kesal."Lihat. Raisa masih ingin mendengarkanku, jadi minggirlah!"Raisa menggeleng. "Aku minta kamu angkat kaki dari sini. Dan jangan pernah temui aku dan Nadia lagi
Baca selengkapnya

Bertemu Sanjaya

Suasana berubah menjadi sangat kaku bagi Raisa. Tak menampik, pria paruh baya di depan Raisa juga merasakan hal sama, hanya saja dia lebih pandai mengontrol kondisi hati, sehingga tidak kentara terlihat di wajahnya.Setelah Sanjaya membayar semua belanjaan Raisa, pria itu mengajak sang mantan menantu untuk duduk di kursi teras supermarket.Rasa kecewa yang diperbuat Kun, membuat Raisa tidak mau berhubungan lagi dengan orang-orang di rumah itu, kecuali dengan Bi Imas yang sudah dianggapnya layaknya orangtua sendiri. Sanjaya, dengan segala ragu yang mendera hati, dia juga enggan menghubungi perempuan di depannya sebab merasa kecewa.Hingga tempo hari Kun mengungkapkan bahwa Raisa tidak pernah melakukan kesalahan apa pun. Dan hari ini setelah meneguhkan hati, Sanjaya mencoba untuk menemui Raisa. Entah kebetulan atau memang rencana Tuhan, dia dipertemukan di sini saat hendak membeli oleh-oleh untuk sang cucu."Apa kabar, Nak?" Suara itu terdengar begitu berat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status