Beranda / Lain / BUKAN MENANTU BODOH / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab BUKAN MENANTU BODOH: Bab 21 - Bab 30

55 Bab

21

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_21 #AKSA "Ada apa nih Pak?" tanyaku pada seseorang yang tengah berlari mendekati sebuah kerumunan. Entah apa yang akan mereka lihat. Sepertinya tengah terjadi sesuatu di depan sana. "Ada orang mau bunuh diri Pak!" jelas seseorang tersebut, yang hanya berhenti sejenak kemudian kembali berlari. Karena rasa penasaran, akhirnya aku turut mendatangi tempat mereka berkumpul. Lagipula, aku tak ada kegiatan apapun di rumah. Belum lagi, aku memang tak ingin kembali ke rumah karena frustasi dengan keputusan Reni. Aku benar-benar merasa kecewa, saat Reni tetap memutuskan untuk bercerai di saat aku pikir ada harapan untuk kembali bersatu setelah ia dinyatakan hamil. "Wah itu, perempuan yang mau lompat!" bisik seorang, sembari menunjuk ke arah gedung. "Astaghfirullah! Dinda!" teriakk
Baca selengkapnya

22

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_22 "Ren, ada Galih, dia mau jengukin kamu," ucap Vira yang datang menghampiriku di kamar. Setelah seharian dirumah, aku memang hanya menghabiskan waktu di kamar. Aku mengangguk seraya menatap netranya. Ia begitu tulus, bahkan ia tak mementingkan hatinya. Tuhan, bagaimana bisa aku tak pernah melihat ketulusannya?. "Kenapa? kamu sakit?" tanyanya khawatir. "Engga. Oh iya Vir, tadi aku ambil laptop di kamar kamu, maaf gak ijin dulu," ucapku. "Diih, ini kan rumah kamu. Ambil aja, lagian aku yang salah lupa gak balikin ke kamu," jawabnya. Aku tersenyum simpul, sembari bangkit dan melipat selimut yang baru aku kenakan. "Yaudah yuk ke depan!" ajakku. "Kamu duluan aja, aku ganti baju sekalian bikin minum," perintahnya. ____ 
Baca selengkapnya

23

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_23 Malam ini, aku berniat membicarakan tentang Galih. Aku rasa, tak baik jika hanya terus menebak-nebak perasaan yang sesungguhnya Vira rasakan. Aku juga tak ingin, terlihat tak tahu diri. Disaat Vira menyerahkan seluruh hidupnya untukku. Aku justru diam seakan menutup mata atas perasaannya. Setelah menghabiskan makan malam, aku menghampiri Vira di kamarnya. Seperti biasa, ia masih sibuk di depan laptop, mengisi data pengeluaran hari ini.  "Vir, mau ngomong bentar," ucapku. "Iya Ren, masuk aja. Aku cuma bikin rekapan kok," ijinnya. Aku mengangguk sembari melangkah masuk. Kamar dengan cat tembok berwana coklat muda ini terlihat elegan seperti penghuninya. Aku duduk di tepi ranjang, menunggunya menyelesaikan semua yang tengah ia kerjakan. "Ya, akhirnya selesai. Gimana
Baca selengkapnya

24

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_24 #AKSA "Pergi kamu dari sini, semua masalah berasal dari kamu!" teriak ibu. "Enak aja, yang ngajak aku kesini siapa? lupa ya, kalau dulu ibu mohon-mohon supaya saya mau nikah sama Mas Aksa!" seru Dinda Suara mereka begitu lantang, bahkan terdengar hingga halaman rumah. Aku yang baru saja pulang dari kantor polisi semakin emosi mendengar perdebatan mereka. "Cukup!" teriakku, sembari mendobrak pintu depan. Mereka berdua terdiam, menatapku dengan penuh tanya.  "Kalian menyesal? semua sudah hancur!" murka ku. Ibu dan Dinda sama-sama tertunduk. Mereka hanya diam mendengar semua omelanku yang di penuhi dengan emosi. "Ibu yang bersikeras menjadikan Dinda menantu, susah Aksa bilang Aksa tidak ingin menceraikan Reni, dan kamu Dinda, kamu juga yang sela
Baca selengkapnya

25

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_25 Aira Faidah Hendarso. Nama yang kemudian aku sematkan untuk putri kecil di pelukanku. Wajahnya begitu menggemaskan. Aku menyusuinya dengan penuh kasih sayang, tak ada hal yang jauh lebih indah dari pada saat menatap wajah kecilnya. "Kamu makan dulu, biar Aira sama aku," ucap Vira saat aku masih menatap wajah mungil Aira. "Aku titip ya," pintaku saat hendak beranjak ke ruang makan. Menyusui membuatku lebih sering makan, aku bahkan tidak perduli saat beberapa teman kantor yang menjenguk meledek bentuk tubuhku yang semakin berisi. Bagiku saat ini, yang terpenting hanya limpahan ASI untuk Aira. Masalah badan yang indah akan aku dapatkan setelah gizi Aira terpenuhi. "Assalamualaikum," sapa seseorang dari balik pintu. "Biar aku aja Ren," cegah Vira sembari menggendong Aira.
Baca selengkapnya

26

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_26 'Renita ...Setelah pergi dari rumahmu, Tuhan banyak menegur Ibu. Hanya saja Ibu masih terlalu larut dalam ego. Maaf jika semua terlambat, Ibu ingin meminta permohonan maaf yang sebesar-besarnya padamu. Ibu tahu, sikap ibu sudah keterlaluan. Ibu sudah mendzolimi kamu. Meski hanya lewat secarik kertas ini, Ibu ingin menyampaikan permohonan maaf yang benar-benar tulus dari dalam hati ibu.  Renita, bahagialah selalu, peluk cium untuk cucu yang tak pernah bisa ibu temui. Sekali lagi, ibu ingin memohon keikhlasan hatimu untuk memaafkan semua kesalahan ibu.' Aku terdiam sejenak setelah membaca surat yang ibu tulis. Semenjak beliau pergi dari rumahku, memang tak sekalipun aku bertemu dengan beliau. Sejujurnya, dulu aku sangat berharap beliau bisa bersikap baik karena aku telah menganggap beliau seperti ibu kandungku sendiri. Namun, sebuah ketama
Baca selengkapnya

27

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_27 Setelah mendapatkan apa yang kami cari, aku dan Vira segera pamit untuk pulang. Meski Mas Aksa masih ingin menggendong Aira tapi, sudahlah. Aku tak ingin terus menyiksa batinku dengan melihat mereka bersama. Sesungguhnya, aku tak ingin memisahkan Aira dan Mas Aksa, hanya saja aku masih belum bisa menerima semua kenyataan yang aku alami. Apalagi, Aira dan Mayang seumuran dan aku melihat Mas Aksa dan Dinda bahagia dengan kehidupan mereka saat ini. "Aneh gak sih Ren, masa anaknya Dinda manggil Aksa, Om?"  Wajah Vira menyimpan sebuah rasa curiga. Bahkan, ia seperti tak percaya. Vira membuka pembicaraan saat kami baru saja sampai dirumah. "Entahlah Vir, itulah makannya aku bingung sama mereka," ucapku, sembari menyiapkan pakaian Aira untuk mandi karena hari sudah mulai sore. "Tapi Ren, Ak
Baca selengkapnya

28

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_28 Satu bulan sudah usia Aira, dan aku sudah resmi menjadi seorang janda setelah menunggu proses perceraian yang memakan waktu cukup lama. Siang ini, aku berniat mengunjungi Dinda dan Mas Aksa. Aku ingin memperjelas tentang hasil tes DNA yang sudah satu bulan lalu aku dapatkan. Sampai di rumah Mas Aksa, sebuah tenda menghiasi rumah tersebut. Apa yang telah terjadi? apa ada kematian lagi? tapi, siapa?. Aku berjalan masuk menuju rumah Mas Aksa. Beberapa tamu menoleh ke arahku, mereka tersenyum sopan, menyambut kehadiranku. "Kamu disini dulu ya," ucapku pada Vira yang tengah menggendong Aira. Vira mengangguk sembari sesekali menimang Aira yang menangis.  "Saya terima nikahnya, Adinda Dewi binti Abdul Prasetya dengan maskawin tersebut di bayar tunai!"  Mas Aksa men
Baca selengkapnya

29

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_29 #DINDA "Kamu butuh uang kan?" ucap seorang wanita di hadapanku. Aku terdiam, memang, aku tak sanggup membayar biaya persalinan yang seharusnya sudah aku persiapkan. Uang yang aku tabung dan aku simpan dalam bentuk cincin, nyatanya sudah hilang untuk tertipu oleh Reni.  Aku mengelus perut yang sudah mulai membesar, perkiraan lahir mungkin satu atau dua hari lagi. Sedangkan aku sama sekali tidak punya uang untuk persalinan. "Ini uang!" bentak wanita yang ada di depanku sembari melempar amplop berwarna coklat berisi lembaran uang, "lebih dari cukup untuk biaya persalinan kamu. Bahkan, bisa untuk biaya syukuran bikin nama juga!" imbuhnya. "Lalu, apa yang kamu minta?"  Aku yakin, semua tidak gratis. Semua akan dibayar dengan hal besar. Aku yakin itu. 
Baca selengkapnya

30

#BUKAN_MENANTU_BODOH #PART_30 Sikap Vira sesungguhnya membuat pikiranku terganggu. Hatiku berkata ada yang aneh dengan sikapnya semalam. Ia terlihat sangat terkejut saat tahu Galih akan melakukan test DNA ulang. Namun, aku tidak ingin buruk sangka terhadap Vira. Mungkin ini hanya pikiranku saja.  "Ren, aku jalan ya," pamit Vira pagi itu. Aku mengangguk lalu, memandang Vira hingga ia pergi menjauh. Bagaimana mungkin aku bisa menuduhnya tapi, perasaanku begitu kuat mengatakan bahwa memang ada yang ia sembunyikan. [Lih, bisa kamu ke rumahku sekarang?] pintaku melalui pesan singkat. Sebenarnya ini masih terlalu pagi tapi, aku benar-benar tak bisa lagi menahan diri untuk tetap diam. [Bisa Ren, tunggu ya] balas Galih. Aku siapkan semua kebutuhan Aira yang harus aku bawa. Tidak ada pilihan lain, aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status