***Aku menatap Tanwira kesal tetapi dia hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. Laki-laki itu selalu saja seperti itu, dia membuatku ingin memukul wajahnya karena terus menampilkan ekspresi seperti itu bahkan setelah beberapa jam berlalu.“Berhenti menatapku seperti itu, aku hanya menciummu dan bukannya melakukan hal yang buruk.” Tanwira yang baru kembali dari mengambil dress baruku di bawah. “Di mana aku harus meletakkan dress mu ini? Apa aku taruh di lantai saja?”“Gila.” Aku turun dari atas kasur, melangkah pelan menghampirinya dan merebut dress berwarna merah itu darinya. “Mencolok sekali. Kau yang memilih warnanya, ya?”“Tentu saja,” akunya. Tanwira kemudian masuk ke dalam ruangan yang kami jadikan sebagai wardrobe, tempat baju-baju formal, perhiasan dan juga barang-barang seperti sepatu, tas, dompet dan lain sebagainya. “Kau belum bisa memakai sepatu hak tinggi, bukan? Aku rasa kita h
Read more