Home / CEO / Berpindah Tubuh Menjadi Istri CEO / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Berpindah Tubuh Menjadi Istri CEO: Chapter 21 - Chapter 30

41 Chapters

LELUCON

“Tanwira!” teriakku dari dalam kolam renang ketika laki-laki itu dengan sengaja mendorongku. Aku berusaha untuk berenang ke tepian tetapi kakiku tidak bisa diajak bekerja sama sehingga aku hanya berdiri di dalam air sambil menunjuk Tanwira marah. “KAU!”“Apa?” sahutnya tenang. Tanwira berdiri di tepi kolam dengan setelan formalnya, dia baru pulang kerja.“Kau benar-benar suami yang sangat jahat!” makiku.“Ya, lalu?”“MASUK DAN TOLONG AKU!” teriakku tidak sabar karena demi Tuhan, ini dingin sekali!Bukannya mematuhi perintahku, dia malah berjongkok di tepian dan tersenyum manis. “Bagaimana, ya?” mulainya dengan nada menyebalkan, dia berpura-pura mengamati baju yang dipakainya. “Bajuku terlalu bagus untuk dibuat basah—hei!”“Dasar gila!” makiku lagi, sama sekali tidak takut setelah aku memercikkan banyak air ke arah laki-laki yang
Read more

PERUBAHAN ALUR HIDUP

***Hidup bergelimangan harta sebagai istri dari seorang CEO tetapi tidak ada cinta yang terlibat di dalamnya, memiliki orang tua yang gila harta sampai mengorbankan putri mereka sebagai umpan serta memiliki hubungan masa lalu dengan putra sulung dari keluarga suaminya.“Hah,” aku menghela napas lelah setelah menulis jalan hidup Evandale Humeera yang sudah aku simpulkan selama beberapa hari terakhir. “Aku beruntung karena kecurigaan keluarga ini terhadapku tidak begitu besar, tetapi bagaimana aku bisa menghadapi keluarga Evandale Humeera jika hanya ada aku dan mereka di dalam ruangan?”Pikiran itu terus menggangguku. Aku memang tidak perlu memikirkan sidik jari dan semacamnya karena tubuh yang aku tempati memang tubuh asli Evandale Humeera, tetapi … sepertinya ada cukup banyak rahasia yang menyebabkan pemilik asli tubuh ini menghela napas lega ketika dia tertabrak hari itu.“Tanwira Tarachandra,” gumamku, aku men
Read more

MELEWATI PAGI

Entah berapa lama aku tertidur tetapi saat aku terbangun sudah tidak ada Tanwira di sebelahku. Aku menguap, melihat bagaimana mentari berusaha menyusupkan silau cahayanya di balik gorden kamar yang tertutup rapat. Bukan hanya itu, aku juga mendengar deru mobil yang saling bersahutan dan juga suara teriakan yang terdengar samar-samar.Sudah pagi ternyata.“Tumben sekali dia tidak membangunkanku,” gumamku sambil berusaha bangkit dari tidur. “Jam berapa sekarang? Aku lapar.”Ketika kakiku menyentuh lantai, aku kembali menguap dan berjalan dengan wajah bantalku ke arah kamar mandi. Tangan kananku terus mengusap perut karena aku lapar, tangan kiriku berusaha merapikan rambutku namun tetap berakhir berantakan sampai kemudian ...Krek!“Oh Tuhan!” seruku terkejut, aku sedikit melompat ke belakang ketika kenop pintu yang aku sentuh malah bergerak bahkan sebelum aku memutarnya. Mataku yang tadinya masih setengah terpejam
Read more

TINGKAH MASA LALU

“Seperti apa katamu tadi?”“Seperti apel.”Alis Tanwira terangkat, dia menatapku aneh. “Tidak juga,” katanya kemudian. “Milikmu tidak seperti apel, kau harus lebih banyak berolahraga.”“Body shamming!”Tanwira mendengus. “Kau yang lebih dulu membahas hal itu, aku hanya mengikuti topik pembicaraanmu.”Jadi kami berdua turun dengan penampilan sangat santai. Tanwira dengan kaos dan celana pendeknya sementara aku dengan dress selutut berwarna senada dengan kaos Tanwira.Nah, sejak aku memakai baju sampai kami masuk ke dalam lift aku mulai mengajaknya membahas topik random. Aku mengajaknya bergunjing, membicarakan tipe ideal tubuhku dan segala macam. Lucunya Tanwira tetap mendengarkan meskipun dia menanggapiku dengan malas.“Tapi berat badanku tidak naik-naik sejak terakhir kali aku menimbang berat badanku,” kataku, mengganti topik. “Apa karena aku baru sembuh?&rdq
Read more

LANGKAH DEMI LANGKAH

Kamar menjadi lebih luas lagi setelah kasur Tanwira dikeluarkan. Butuh waktu lama bagi kami berdua untuk menentukan kasur siapa yang akan dikeluarkan, Tanwira tidak mau mengalah sampai kemudian aku harus memohon padanya dengan alasan bahwa kasurku jauh lebih luas sehingga saat tidur nanti aku tidak akan memeluknya seperti koala.Lalu dia setuju begitu saja? Haha, tentu saja tidak.“Mama heran karena salah satu kasur dikeluarkan,” ucapku kepada Tanwira yang sudah duduk di atas kasurku sambil memainkan ponselnya. “Bahkan Papa bertanya apakah kau mengancamku atau bagaimana.”Tanwira tidak menanggapiku, sebaliknya dia malah menempelkan benda pipih yang sejak tadi dipegangnya itu di telinga dan mulai mengucapkan rentetan kata dengan nada tegas kepada entah siapa yang diteleponnya.“Bagaimana dengan besok?” tanya Tanwira, dia menautkan kedua alisnya dan melirikku sekilas sebelum kembali berkata, “Oke. Kalau begitu besok malam s
Read more

ANEH

***Aku menatap Tanwira kesal tetapi dia hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. Laki-laki itu selalu saja seperti itu, dia membuatku ingin memukul wajahnya karena terus menampilkan ekspresi seperti itu bahkan setelah beberapa jam berlalu.“Berhenti menatapku seperti itu, aku hanya menciummu dan bukannya melakukan hal yang buruk.” Tanwira yang baru kembali dari mengambil dress baruku di bawah. “Di mana aku harus meletakkan dress mu ini? Apa aku taruh di lantai saja?”“Gila.” Aku turun dari atas kasur, melangkah pelan menghampirinya dan merebut dress berwarna merah itu darinya. “Mencolok sekali. Kau yang memilih warnanya, ya?”“Tentu saja,” akunya. Tanwira kemudian masuk ke dalam ruangan yang kami jadikan sebagai wardrobe, tempat baju-baju formal, perhiasan dan juga barang-barang seperti sepatu, tas, dompet dan lain sebagainya. “Kau belum bisa memakai sepatu hak tinggi, bukan? Aku rasa kita h
Read more

PESTA (1)

***Sejak Rindra pulang ke rumah ini, Tanwira menjadi semakin aneh. Aku tahu hubungan rumah tangga kami berdua tidak seperti pengantin yang dimabuk asmara, kami berdua sepertinya menikah karena suatu alasan dan yang pasti itu bukan cinta. Aku jamin.Namun tiba-tiba dia mengatakan kalau dia akan mewujudkan mimpiku. Dia berbicara tentang garden cafe yang pernah aku singgung—yah meskipun memang benar memiliki cafe adalah mimpiku, mimpi seorang Evandale Faeri—tetapi bukankah sikapnya menjadi aneh? Maksudku ... dia laki-laki jangkung yang menatapku dengan tatapan datarnya setelah aku terbangun dari koma sebagai Evandale Humeera.“Kenapa harus high heels 3 cm? Pakai flat shoes saja juga bisa, ‘kan?” Tanwira berkomentar ketika aku mengeluarkan heels 3 cm dari dalam lemari. “Ini acara yang cukup panjang, lima belas menit dan kau berdiri dengan heels itu jelas akan membuat kakimu kembali sakit.”“Benarkah?” Aku
Read more

PESTA (2)

**Menjadi sorotan tidak selalu menyenangkan yang artinya tidak selamanya menjadi pemeran utama itu mendebarkan. Tiba-tiba ada yang merindukan saat dirinya hanya menjadi pemeran figuran yang tidak dilirik oleh siapapun, saat tidak ada yang mengomentari hidupnya dan tidak menyuruhnya melakukan ini itu dengan kedok nasihat. Aku. Di sinilah aku berada sekarang, di dalam bangunan yang sangat megah dengan lampu gantung berlapis emas dan dikelilingi oleh orang-orang berpengaruh. Semuanya menatapku, mereka mencari celah kesalahanku untuk membuat diri mereka merasa lebih baik. Harus aku katakan, berada di situasi seperti ini dengan hampir semua pasang mata tertuju padaku jelas terasa sangat menjengkelkan. Kami semua di sini berpakaian rapi karena ini adalah acara yang diselenggarakan untuk merayakan sesuatu yang berkaitan dengan penyambutan kakak dari laki-laki yang berstatus sebagai suamiku itu. Sejak tadi Tanwira juga sibuk menyambut banyak orang yang dike
Read more

TIDAK TERDUGA

***“Siapa Lyssan? Lysa? Lissa? Atau siapapun namanya itu. Siapa dia sampai kakeknya berani sekali terlihat ingin menjodohkan kalian padahal aku berdiri di sampingmu?” tanyaku begitu aku dan Tanwira masuk ke dalam kamar. “Juga, kau bilang hanya lima belas menit tetapi ini sudah hampir satu jam sejak kita mengusir Arlando keluar dari rumah ini.”“Dia adalah tunanganku dulunya—”“Lalu kenapa menikah denganku kalau begitu? Jangan-jangan aku selingkuhanmu, ya?”“Kau gila?” Tanwira memukul kepalaku pelan, lebih seperti jitakan. “Bukan tunangan seperti yang kau pikirkan. Kakek kami dulunya berteman dan mereka berniat untuk menjodohkan cucu-cucu mereka nantinya. Sejak kecil kami diberitahu bahwa dia adalah calon tunanganku dan begitu juga sebaliknya.”“Lalu kenapa kau tidak menikah dengannya?” tanyaku lagi, sedikit takjub karena Tanwira mau memberiku penjelasan. &ldq
Read more

MAJU MUNDUR

***“Kenapa kau terus menoleh padaku?” Tanwira menatapku dengan wajah datarnya itu ketika aku menoleh padanya entah untuk kesekian kali. “Hah, bukannya menjawab tetapi malah memalingkan wajah seperti itu. Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?”“Aku hanya tidak bisa menahan diriku karena kau semakin aneh setiap harinya.” Aku akhirnya memilih untuk menjawabnya setelah beberapa kali memalingkan wajah ketika dia memergokiku sedang menatap wajahnya. “Pada awalnya aku pikir kau sama sekali tidak tertarik padaku tetapi semakin ke sini kau itu semakin … hilang akal? Apa ada masalah di kantor sampai kau bersikap tidak seperti dirimu?”Tanwira tiba-tiba menyentuh kakiku yang baru saja selesai dicek oleh dokter. Jadi ya begitulah, dia tiba-tiba meminta Mama Vivian yang biasanya selalu menemaniku ke rumah sakit untuk istirahat saja karena dia yang akan menemaniku mulai sekarang. Tidak hanya itu, dia yang biasanya sela
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status