Home / Romansa / My Goddamn Lover / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of My Goddamn Lover: Chapter 11 - Chapter 20

22 Chapters

Bab. 11. Bodoh!

“Jadi, Maya nelepon gue karena ingin memberitahu keadaan Chika? Astaga! Gue emang bodoh! Tolol!”Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Azka yang sedang menyetir mobil bosnya itu merutuki dirinya sendiri dalam hati. Bahkan, ia sampai tak dapat menahan amarah yang membuatnya berulang kali mengepalkan telapak tangan. Sesekali ia pukulkan telapak tangan itu ke setir. Sesekali ia pukulkan pula kepalan tangannya itu ke paha tanpa Bryan sadari.Bosnya yang duduk di belakang itu Azka lihat tengah fokus pada layar ponsel. Bahkan, Azka yakin kalau Maya sedang memberitahu Bryan tentang kejadian yang membuat Chika masuk ke rumah sakit. Azka ingin tahu. Tapi, kali ini ia tak berani bersua.Bryan tahu kalau Azka menyukai kekasihnya. Tapi, Bryan tak kan memberinya kesempatan karena Chika susah menjadi miliknya sepenuhnya. Dengan memperingatkan Azka agar tak merusak hubungan mereka. Barulah setelah Bryan sendiri yang merusaknya, Azka boleh memungut Chika.Seke
Read more

Bab. 12. Terbakar Api cemburu

  Dilihatnya Maya tengah berjalan mondar-mandir di depan ruang pemeriksaan. Azka dan Bryan pun langsung menghampiri mereka. Bahkan, Azka yang begitu cemas akan keadaan Chika pun langsung bertanya tanpa mengucapkan sapaan dan basa-basi. Beda dengan Bryan yang justru hanya berdiri saja, mendengarkan dua orang di hadapannya.Alih-alih menjawab, Maya justru memarahi Azka habis-habisan karena telepon yang dihubungkannya tadi, justru ditolak Azka. Maya bilang, saat itu ia sedang di perjalanan menuju rumah sakit yang tak begitu jauh dari minimarket. Dan dia ingin memberitahu Azka langsung. Tapi, yang didapatinya justru penolakan. Itu kenapa, Maya pun menghubungi Bryan dari ponsel Chika.Katanya, “Sekarang Chika lagi ditangani dokter. Soalnya tadi dia lemes banget sebelum akhirnya pingsan.”“Ya, Tuhan. Maafin gue, May. Gue pikir, bukan urusan penting. Tadi gue mo nge-gym sama si Bos soalnya.” Azka beralasan. “Tapi,
Read more

Bab. 13. Pelampiasan

  “Oh, iya. Ya, sudah. Ayo!”Maya yang baru saja masuk itu pun kembali keluar dengan langkah kesal. Dalam hatinya merutuk, gemas akan sikap Azka yang masih saja ketus padanya. Padahal, Maya harap, setelah tidur bersama akan membuat Azka luluh. Tapi kenyataannya tidak. Lelaki bertubuh tinggi tegap itu justru tampak begitu jijik padanya.Namun, Mayang tak kan menyerah begitu saja. Ia akan terus berjuang, meski mungkin akan melewati hal sulit untuk bisa mendapatkan Azka. Dia pikir, tak mengapa untuk saat ini dirinya terlihat begitu menjijikkan. Tapi nanti, ia pastikan, Azka sendiri uang akan mengejarnya.Sembari terus berjalan melewati lorong panjang di rumah sakit tersebut, Maya tak menoleh sama sekali. Ia pikir, menunggu teman-temannya di parkiran akan jauh lebih baik untuk hati dan perasaannya ketimbang jalan bersama. Maya tak ingin melihat seringai peduli di mata Azka untuk Chika. Ia pikir, ia tak mau melihat seringai jijik
Read more

Bab. 14. Hati-Hati

Seperti sore tadi, Azka mau pun Maya sangat menikmati setiap sentuhan. Keduanya bahkan tak lagi merasakan kecanggungan atau keraguan. Azka terus melumat sampai akhirnya ia benar-benar merasa puas.“Turunlah!” katanya, setelah menarik diri dari ciuman yang dimulainya sendiri. “Kita perlu menemani Chika sebentar sampai bos gue mau pulang.”“Sekarang sudah jam sebelas malam. Kalian nggak boleh lama-lama. Takutnya ada yang datang dan mikir kita lagi ngapain.” Nur pun menimpalinya terlebih dulu sebelum hendak turun.“Kita memang sudah ngapa-ngapain barusan. Nggak usahlah ditutup-tutupi!” timpal Azka juga, sebelum akhirnya ia pun turun lebih dulu.Maya yang mendengarnya pun seketika tersenyum senang. Ia pikir, apa yang dikatakan Azka adalah fakta kalau temannya itu mau membuka hati. “Yes! Apa gue bilang, lama-lama lu pasti mikir kalau gue layak dipertahankan bukan?” batinnya seraya menyusul turun. Kemu
Read more

Bab. 15. Jika Saja Tak Takut Hamil

 “Gue tau kalau lu khawatir sama si Chika. Tapi, sorry. Gue nggak mungkin diam dan biarin lu yang kasih perhatian sama dia. Secara, dia pacar gue, kan?”Masih di perjalanan, Bryan yang duduk di kursi samping Azka pun mulai membahas soal Chika, setelah sedari tadi yang diucapkannya itu selalu tentang pekerjaan. Pekerjaan yang melelahkan, sehingga ia membutuhkan begitu banyak hiburan. Salah satunya ya dengan jalan-jalan bersama pacar.Azka yang juga sedari tadi hanya menyimak itu pun mengangguk lagi. Kali ini sembari menimpali. “Nggak apa-apa, sih, Bos. Lagian emang benar kalau lu yang lebih berhak, ketimbang gue. Gue juga sadar diri. Selain cuman sopir lu, gue yang kenalin lu sama Chika, kan? Jadi, it’s oke lah. Jangan khawatir.”Padahal, dalam hatinya bergejolak rasa cemburu juga menyesal. Niat hati hanya ingin mengenalkan Chika untuk menjadi teman bosnya saja, Chika justru tergoda sampai mau menjadi kekasih Bryan dalam
Read more

Bab. 16. Rasa yang Tak Biasa

Suara ketukan pintu juga salam dari seseorang dengan suara berat membuat Chika beranjak bangun perlahan dari pembaringan. Ia tak tahu siapa yang datang bertamu pagi-pagi sekali itu. Tapi, kalau bukan pemilik kontrakan, biasanya tetangga yang datang untuk meminta tolong.Entah itu karena ingin meminta sedikit air galon, dengan alasan galonnya belum sempat diisi ulang. Kadang juga meminjam charger, dengan alasan charger-nya ketinggalan di tempat kerja. Dan banyak lagi.Namun, yang dilihat Chika saat membuka pintu bukanlah pemilik kontrakan mau pun tetangga kontrakan. Melainkan seorang lelaki tegap dengan perawakan tinggi putih dan bersih. Pakaiannya rapi, seperti orang kaya kebanyakan. Sepatu juga mengkilap, seperti tertimpa minyak.Chika seketika tersenyum lebar begitu tahu kalau yang datang ke kontrakannya itu ternyata Bryan. Pasalnya, sedari tadi Chika saling berbalas pesan dengan lelaki di hadapannya itu. Bahkan, Bryan bilang kalau dirinya batu saja sampai di
Read more

Bab. 17. Bersitatap

“Aku nggak pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya. Apa mungkin kalau aku beneran jatuh cinta sama Chika?”Sepanjang menjelajahi setiap sudut bibir kekasihnya, Bryan terus saja menatap wajah Chika yang seolah pasrah. Dalam hatinya bergumam tentang sebuah rasa yang ia sendiri belum pernah merasakan gejolak juga debar selain hanya nafsu semata saat berciuman.Dieratkannya pelukan yang Bryan lakukan sedari tadi. Ia bahkan terpejam lagi, setelah sedari menatap wajah polos Chika. Gadis dalam dekapannya itu terenyak sampai membuka mata yang sedari tadi terpejam saking asyiknya terbawa suasana romantis mereka.Jika tadi Bryan yang menatap penuh rasa terhadap Chika, sekarang giliran Chika yang menatap lekat wajah kekasihnya itu dengan perasaan dipenuhi pertanyaan. “Apakah benar kalau dirinya ini mencintai aku? Tuluskah, atau hanya sekadar melampiaskan hasrat yang sebenarnya sama sekali tak tepat?” batinnya tanpa mengalihkan tatapan, juga tanp
Read more

Bab. 18. Hanya Satu Kesempatan

“Chika nggak ngampus?”Di kantin, setelah Azka dan Maya menyelesaikan jam pelajarannya, mereka mulai membahas Chika. Pasalnya, Azka memang tak melihat gadis itu sejak pagi. Namun, tatapannya itu enggan mengarah pada Maya. Azka terus saja melihat ke sekitar.Maya yang tak menginginkan pembahasan perihal Chika pun berdecak seraya menyeruput minumannya. Dalam hati bahkan ia meracau, kalau Azka benar-benar keterlaluan. “Yang ada di hadapannya aku. Tapi, yang ditanyain si Chika. Yang di hadapannya juga aku. Tapi, yang dilihatnya justru orang lain. Astaga! Dia ini benar-benar menguji kesabaranku.”“Ditanya juga!” ucap Azka kembali. Karena Chika sudah menjadi kekasih bosnya, Azka memang menjadi jauh lebih segan untuk mengirim pesan, apalagi jika hanya sekadar menanyakan masuk kuliah atau tidaknya. Itu kenapa, ia terpaksa bertanya pada Maya. Meski, tidak adanya Chika di sana, memanglah sudah pasti jawabannya. Namun, Azka ingin mengeta
Read more

Bab. 19. Jangan Menangis

Hening seketika menguasai ruang berukuran tiga meter persegi, di mana hanya ada Bryan dan Chika di dalamnya, saat Bryan benar-benar sudah mencapai puncaknya kepuasan. Chika bergeming, masih dalam posisi sama. Dengan mulut penuh juga, sebelum akhirnya Bryan yang menuntunnya untuk menarik diri.Chika menelan ludah bercampur cairan asin yang memenuhi mulutnya dengan susah payah. Ia juga menyeka kedua sudut bibirnya itu sebelum kemudian Bryan membantunya menyapu cairan bening yang sedari tadi meluncur dari kedua sudut matanya.“Kamu nangis, Yang?” Bryan bersuara pelan sekali seraya menuntun Chika untuk kembali duduk sampingnya. “Maafin aku,” sambungnya, seraya menyapu sisa-sisa air mata di pipi Chika. “Kamu pasti nggak suka—“Belum sempat Bryan menyelesaikan kata-katanya, Chika menggeleng sembari meletakkan telunjuknya itu di bibir Bryan. “Bukan. Bukan karena itu.”“Lalu?” Bryan pun menatap Chi
Read more

Bab. 20. Kisah di Masa Lalu

Setelah melewati waktu hanya berdua saja, Bryan yang merasa perutnya lapar itu pun mengajak Chika untuk makan di luar. Lagi pula, diam di kontrakan membuatnya kepanasan. Panas yang tak lain karena lagi-lagi tergoda oleh setiap gerak-gerik Chika. Bahkan, hanya dengan melihat senyum Chika, Bryan merasa sangat ingin menciumnya. Sampai di sebuah restoran cina yang lumayan jauh dari lokasi kontrak Chika, Bryan pun langsung memesankan beberapa porsi makanan untuk mereka santap. Chika yang tak pernah menginjakkan kakinya di restoran seperti itu selain dengan Bryan pun hanya mengangguk saja, setuju dengan apa yang dipesankan Bryan. Sementara itu, tak jauh dari tempatnya Chika dan Bryan duduk, sekumpulan wanita sedang asyik mengobrol seraya menikmati hidangan makan siang mereka. Saat salah satu di antaranya bicara, yang lain mendengarkan sambil tertawa-tawa kecil dan riang. Silih berganti bercerita, perihal pasangannya masing-masing. “Kita semua udah cerita. Sekarang
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status