Semua Bab Imperfect Adult Romance: Bab 11 - Bab 14

14 Bab

Moskow dan Pulang

"Siapa dia?" Aku memprovokasi Ian kembali."Pria Italia yang bersamamu di sebuah kafe." Ia memberanikan diri untuk bertanya lebih jauh. "Si brengsek itu mungkin mengira aku tidak peduli. Tapi aku ingin memastikan bahwa lelaki itu tahu, aku terganggu olehnya.""Tidak ada pria Italia." Jawabku, karena Fe bukan pria Italia dan dia tidak brengsek seperti yang ia katakan.Dia menjawab dengan lemah lembut. "Ah, sudahlah, aku mengira kau…""Dia orang Azerbaijan," aku memperjelas dan seolah memberitahu nya kebenaran tentangku yang ia curigai. "Tapi dengan siapa pun aku menghabiskan waktu, bukan lagi urusanmu kan? Semoga hidupmu menyenangkan." Aku menutup panggilan dan segera memblokir nomor telepon darinya."Wow, kau punya berapa pacar?" Widi mulai menggoda ku."Itu mantan. Terima kasih untuk kopinya." Aku bilang.Panggilan untuk penerbangan kami telah diumumkan. Aku maupun Widi melihat ke layar ponsel masing-masing, memastikan tidak ada pesan a
Baca selengkapnya

Aku Pulang

Ada sekitar 150 langkah kaki, antara Trans Metro Pekanbaru dan juga rumah. Tapi hari ini mungkin lebih, aku sedikit malas dan tidak terlalu terburu-buru. Aku juga salah memilih sepatu, memakai sepatu dengan heels yang cukup tinggi. Aku lupa membawa sendal jepit yang aku beli 2 hari lalu di toko amal, padahal cantik dan tidak terkesan murahan. Tentu saja, ia memiliki kupu-kupu di jari kaki, tetapi tidak pernah benar-benar mencengkeram tumit di bagian belakang. Percayalah, itu seharga 35 ribu.Tinggal beberapa kilometer lagi. Di berbelok selanjutnya dan pemberhentian Trans yang kesekian. Itu jalan menuju tempat ku, Jalan Pasir putih sebelah kiri. Aku melihat 12 anak tangga - itu sudah beberapa kali aku hitung - seperti rumah dengan empat kamar tidur. Ya, rasanya seperti rumahku, dulu. Mobil ayah yang selalu diluar jika belum berangkat kerja.Di belakangku, matahari terbenam di balik stortfold, sebut saja begitu walau itu bukan pasar tua yang ada di Inggris. Bayang gelap me
Baca selengkapnya

Kandang Mental

Kakek sedang duduk di kursinya dekat jendela dapur, mempelajari sudoku. Dia adalah ayah dari si pemilik rumah. Ya, mungkin sekilas tempat ini lebih cocok disebut rumah, karena awalnya hanya di isi oleh seorang istri yang dicerai mati, putrinya yang masih balita, dan juga si ayah atau kakek untuk Elliyen.Kemarin seorang dokter mengecek kesehatannya, memberi tahu kami semua, untuk membantu si kakek konsentrasi, agar membantu fokusnya setelah stroke yang ia alami.Aku memperhatikannya, ia hanya mengisi semua kotak dengan nomor berapa pun yang terlintas dalam pikirannya. "Hei, Kakek." Dia mendongak dan tersenyum."Hah Nia, kau ingin secangkir teh?" Aku menggelengkan kepala, lalu duduk di kursi sebelahnya, dan memegang wadah teh yang ia punya. "Minuman dingin?" Aku mengangguk.Aku membuka pintu lemari es. "Tidak ada jus," ucap si kakek. Ya aku tahu, harga buah terlalu mahal untuk saat ini."Air din
Baca selengkapnya

Perapian Yang Enggan

"Hei, cerita ini kurang detail. Seharusnya kau jelaskan juga siapa laki-laki brengsek itu, jelaskan bagaimana kedua orangtuamu berpisah, dan bagaimana kita dulu berjumpa. Ayolah, jangan buat membaca mu kebingungan terlalu lama."Inilah yang kadang membuatku sedikit jengkel dengannya, keikutsertaannya dalam setiap ketikan yang bahkan belum aku beri titik di ujungnya."Seharusnya aku mengurung diri sebelum menulis. Aku butuh sedikit ruang, jangan ganggu. Lagipula tadi kau sendiri yang meminta untuk menulis." Aku menghembuskan napas sebagai tanda muak padanya."Bagaimana kalau masukan beberapa cerita ini?" Lelaki itu memberikan buku harian lamaku. Ya, catatan yang seharusnya sudah lama aku buang atau tiba dalam perapian. Tapi sepertinya perapian yang enggan untuk menelan setiap kenangan.Aku menatapnya untuk meyakinkan bahwa ia tak akan terluka. "Kau yakin?" tanyaku dengan hati-hati.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status