“Adnan, ayo Nak! Cepet! Sarapan, terus pakai sepatu kita berangkat sekolah sebentar lagi!”Kubuka pintu kamar Adnan. Ia tidak ada, mungkin sudah turun ke bawah untuk makan. Aku terus menyebut nama Adnan sambil berlari-lari kecil menuruni anak tangga.“Adnan.”Semua orang di hadapan meja makan menoleh. Ibu, Bapak, ibu dan Bapak mertua, Rara, Mbak Widya, Mas Salman. Mereka menatapku dengan sendu. Jantungku seperti berhenti berdetak. Baru kusadari Adnan tidak mungkin ada di ruang makan, dapur, taman, atau sekolah. Aku jatuh terduduk menutup wajah dengan kedua tangan agar tak nampak air mata yang menetes.Suasana ruang makan hening, hanya terdengar sesekali bunyi air yang diteguk. Tak ada yang bisa makan dengan lahap. Kepergian Adnan yang terlampau tiba-tiba membuat ruang kosong dalam di jiwa. Masing-masing sibuk dengan pikiran dan hanya menatap makanan dengan hampa.“Kalau terus begini sepertinya Adnan akan menyiram
Last Updated : 2021-07-22 Read more